Padangpanjang | Lintas Gayo – Komunitas Seni Kuflet Padangpanjang akan mementaskan Pertunjukan Teater Jambo “Beranak Duri dalam Daging” Karya/Sutradara Sulaiman Juned, bertempat di Taman Budaya Sumatera Barat, Sabtu (6/10/2012). Pertunjukan tersebut digelar dalam acara parade teater Sumatera Barat.
Sulaiman Juned yang juga Penyair Nasional ini mengatakan pihaknya akan mementaskan spirit dunia yang berangkat dari konflik manusia dengan manusia dan manusia dengan lingkungannya. Ruang publik yang ada di Aceh kami pindahkan ke atas panggung dengan bentuk non-realis bergaya surialisme.
Soel, panggilan akrab Teaterawan ini menambahkan, naskah lakon ini memiliki filosofi, merah- putih membagi cinta dengan paksa, lalu lahirkan sengketa. Orang-orang berdiang pada bara, hujan tak mampu memadamkannya, ah! Namun apapun yang dimaknai penonton tentang pertunjukan ini, itu bagian dari kemerdekaan dalam memaknai seni. Ketua Kuflet Alamsyah Putra mengungkapkan pertunjukan Teater ini merupakan pertunjukan yang diproduksi oleh Komunitas Seni Kuflet Padangpanjang yang ke 32. Tahun 2011 yang lalu, Taman Budaya juga mengadakan Parade Teater Karya Wisran Hadi, Komunitas Seni Kuflet mementaskan Pertunjukan teater kemerdekaan Karya Wisran Hadi disutradarai Oleh Sulaiman Juned. Tahun ini Kuflet diundang kembali dalam acara Parade Teater Sumatera Barat.
“Semoga pertunjukan tahun ini akan lebih baik dari sebelumnya,” ujar Alamsyah semabari menambahkan, Sulaiman Juned dalam melakukan garapan teaternya selalu saja berangkat dari kekuatan lokalitas.
Sementara itu Pimpinan Produksi Rahmat mengatakan mereka sudah siap tampil untuk tanggal 6 Oktober nanti. Walaupun sangat sedikit waktu dalam penggarapan pertunjukan ini, namun kami tetap memberikan yang terbaik untuk masyarakat Sumatera Barat. Aktor dalam pertunjukan ini berjumlah 13 orang, 7 orang sebagai aktor utama dan 6 sebagai aktor pendukung. Kemudian ditambah dengan penata musik dan 4 orang pemusik, penata rias dan kustum 2, Lihgting 1 dan kru lainnya 5 orang.
Melfin Harap salah satu Aktor dalam pertunjukan tersebut menjelasakan pertunjukan ini digarap oleh sutradara dengan konsep surialis. Pesan-pesan yang disampaikan merupakan kondisi komplik Aceh beberapa tahun yang lalu. Serta kekejaman politik pemerintah terhadap rakyat biasa.
“Kondisi tersebut akan dijelaskan dibeberapa dialog dalam pertunjukan tersebut, seperti //….di negeri ini tidak pernah kering air mata, darah bahkan penghilangan nyawa sekalipun…//. masih terdapat dialog yang serupa,” Jelasnya.
Adapun, Sinopsis Karya ini, sebagai berikut:
Merpati
putih. Seikat kembang di paruh
dadanya berdarah. Nyanyian kematian
nyaring terdengar-semua hilang bentuk-dijalan
jalan dusun-kampung dan kota
terkoyak api dendam
Catatan Filosofisnya:
merah
putih. Membagi
cinta dengan paksa
lahirkan sengketa. Orang-orang
berdiang pada bara-hujan tak mampu
memadamkannya.
Ah
(SP/Ansar Salihin/red.04)