Kriteria Kelayakan Pembangunan Jalan

Oleh: Yan Budianto*

APABILA tak ada jalan menuju keperumahan, pemukiman, desa ataupun tempat usaha lainnya serasa kita belum merdeka demikian ungkapan kebanyakan orang. Hal tersebut bukanlah merupakan keinginan yang mengada-ada karena kondisinya telah berbeda dengan era di tahun tujuh puluhan ataupun tahun sebelumnya dimana sebahagian besar orang masih mengandalkan tapak kaki jalan ke mana-mana kalaupun ada hanya gerobak yang ditarik kerbau sehingga sarana jalan yang memadai belum dirasa penting.

Namun dengan adanya kemajuan teknologi otomotif yang didukung dengan tingkat perekonomian masyarakat yang semakin membaik kitapun telah dimanjakan oleh mesin transportasi karya bangsa negara matahari terbit itu yang menawarkan kendaraan dari berbagai tipe dan merek baik kenderaan roda dua maupun roda empat yang membuat sarana jalan sebagai moda transportasi darat saat ini telah menjadi kebutuhan.

Sejalan dengan perkembangannya untuk memenuhi kebutuhan pelayanan publik akan sarana transportasi, Pemerintah terus berupaya meningkatkan pembangunan jalan dari tahun ke tahunnya namun disadari belum dapat terpenuhi secara seimbang mengingat laju pertumbuhan jumlah kendaraan yang tidak selaras dengan jumlah penambahan jalan. Memang keinginan kita membangun jalan sesuai kebutuhan Ā secara keseluruhan hendaknya dapat tercapai segera, tetapi keinginan ini tidak terlepas dari keterbatasan dana, maka sebaiknya untuk pelaksanaan diperlukan suatu strategi yang baik pula sehingga dapat tercapai sasaran untuk kemasalahan umat secara adil dan merata.

Pekerjaan pembangunan jalan adalah pekerjaan teknis yang akan dilaksanakan oleh orang teknis juga, namun tulisan ini berupaya memberikan pemahaman dan pengertian secara umum tentang prusedur pemorograman pembangunan jalan kepada semua unsur dan pihak terutama yang terkait dalam pembangunan sehingga pelaksanaan dan hasilnya dapat terarah dan terkendali yang sasarannya tentu berdaya guna dan efektik.

Prinsip utama pembangunan jalan perlu ditinjau dari 2 keretaria umum yang pertama adalah kelayakan dari pembangunan jalan itu sendiri, hal ini penting dikaji mengingat volume jalan yang akan dibangun tidaklah seimbang dengan ketersediaan dana sehingga perlu dibangun secara bertahap selain itu juga perlunya azas manfaat dan kebutuhan sehingga tidak terjadi ada pembangunan yang berlebihan sementara lainnya tidak tersedia dan ada pembangunan yang belum perlu dibangun saat ini sudah dilaksanakan sehingga mubazir karena tidak berfungsi secara optimal sementara lokasi lain sangat membutuhkan.

Berdasarkan kondisi inilah dibutuhkan pemerograman skala prioritas pembangunan secara integeral bukan parsial yang kajiannya dapat dihitung secara teknis dan hasilnya dapat dipertanggung jawabkan secara akademik. Memang banyak jalan menuju Roma dan banyak teori untuk mengkalkulasikan perhitungan ini. Salah satu pedoman adalah Surat Keputusan Dirjen Bina Marga Nomor 77 Tahun 1990 tentang petunjuk teknis perencanaan jalan kabupaten serta Peraturan Menteri PU lainnya yang terkait.

Pedoman ini secara umum dapat digambarkan bahwa perhitungan skala prioritas berdasarkan lintas harian rata-rata (LHR), sosial ekonomi dan potonsi wilayahnya (Nilai Net Present Value = NPV) yang prodaknya dihitung dalam nilai skor bagian jalan dan akhirnya dibandingkan dengan keseluruhan pembangunan jalan yang ada untuk menentukan urutan prioritas baik itu untuk pembukaan jalan baru, peningkatan, pemeliharaan rutin dan priodik. Sebagai gambaran saja metode ini telah dilaksanakan pada awal tahun 1990 dalam program Inpres Jalan Kabpaten yang diteruskan dengan program jalan desa dimana jalan yang diutamakan adalah jalan lingkar kemudian dilanjutkan dengan jalan tujuan yang pembangunan dilaksanakan secara bertahap sesuai urutan prioritas.

Dengan adanya Undang-Undang Nomor 32 Thn 2004 tentang Penyelenggaraan Sistim Pemerintah Daerah yang memberikan kewenangan yang luas pada Daerah serta PP Nomor 44 Tahun 1988 tentang penyerahan sebahagian urusan pemerintahan di bidang Pekerjaan Umum kepada daerah, maka perlu dipertimbangkan lagi kewenangan daerah dalam menentukan kebijakan mengurus daerahnya sendiri seperti musrenbang tingkat kecamatan, kabupaten, provinsi dan nasional dan kebutuhan lainnya, maka untuk proforsinalnya antara teknis dan kebijakan dapat digabungkan dengan menggunakan metoda Analytical Hierarcy Process (AHP) sehingga didapat hasil perhitungan Skala Prioritas Pembangunan yang lebih sempurna.

Apabila hal ini dapat berjalan dengan baik mungkin tidak diperlukan lagi setiap waktu diadakan musrenbang tetapi seluruh data base telah tersimpan dengan baik dalam file yang dipetakan dalam program jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang termasuk juga sumber pendanaan baik Daerah, Provinsi, APBN dan sumber dana lainnya serta kepastian tahun pembangunannya secara terperinci dalam sebuah program yang baku. Dalam hal ini yang dibutuhkan adalah semua unsur berkomitmen untuk melaksanakannya baik itu untuk dana daerah yang telah tersedia dan berupaya gigih berkoordinasi dengan penyedia sumber dana lain diluar kewenangan daerah seperti adanya dana Provinsi dan APBN untuk direalisasikan sesuai dengan program yang telah ditetapkan sebagai landasan dari pembangunan.

Yang kedua tak kalah pentingnya adalah tinjauan terhadap kelayakan teknis dari hasil pembangunan itu sendiri, karena hal ini menyangkut jaminan kenyamanan pengandara pengguna jalan dan jaminan dari daya tahan dari jalan itu sendiri. Perencanaan dan pelaksanaan yang baik tentu akan menghasilkan kenyamanan berkedaraan dan umur jalan yang baik pula seperti ketinggian grade, superelevasi, drainase, struktur dll. Untuk memenuhi kretaria ini tentu harus memenuhi persyaratan teknis sesuai dengan kelas jalan yang telah ditetapkan melalui peraturan Bina Marga.

Terlepas dari penjelasan diatas layak atau tidak dan butuh atau tidak jalan itu dibangun kita berbangga sajalah bahwa sudah banyak pembukaan jalan membelah gunung yang dilaksanakan sehingga menambah catatan panjang jalan yang terbangun, namun sayang kebanyakan pembangunan tidak memperhatikan kelayakan teknis karena secara operasional pembukaan jalan nampaknya konsep pelaksanaan lebih memberikan wewenang sepenuhnya kepada operator alat berat membuka jalan untuk mencapai tujuan kemudian selesai pulang. Yang namanya alat berat rodanya menggunakan besi (track) tak heran mampu mendaki gunung dengan kemiringan 45 derajat, nah pertanyaan kita bagaimana kalau super kijang yang akan lewat jalan itu sementara realitanya hewan berkaki empatpun ogah menggunakan, tentu ini menjadi sebuah permasalahan yang sebenarnya bukan masalah dana tetapi lebih pada masalah teknis pelaksanaan. Selain itu katakan pada suatu waktu nanti jalan tersebut menurut hitungan sudah layak untuk ditingkatkan karena mungkin masyarakat sudah membutuhkan, bagaimana dengan trase jalan yang sudah dibangun kan tentu menjadi modal yang sia-sia yang seharusnya dapat dipergunakan seoptimal mungkin.###

*Bekerja Pada Perbantuan di Satker DTBU Kemenhub

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.