Berkarya, Berproses Dan Terus Belajar

(Memuliakan Hidup Lewat Tulisan)

BERKARYA, berproses dan terus belajar. Itu yang menjadi tonggak untuk mencapai mimpi menjadi nyata. Memberikan yang terbaik adalah harapan semua orang. Maka dengan niat yang baik, maka pasti akan ada jalan yang terbaik.

“Memuliakan hidup lewat tulisan.” Kalimat ini kerap kali saya dan teman-teman gaungkan, di dalam komunitas Penulis Anak Kampus (KOMPAK). Sebuah komunitas kepenulisan yang saya naungi bersama teman-teman mahasiswa dari beberapa universitas, di Kota Medan Sumatera Utara yang berdiri sudah hampir empat tahun lamanya.

Berdasarkan tujuan bahwa menulis bukan sebagai wahana ingin terkenal atau sekadar dari segi material, namun dengan menulis harapan untuk dapat  memberikan manfaat, menebar makna, begitulah idealisnya saya dan teman-teman berkarya, berproses dan terus belajar dalam bidang sastra.

Sabtu malam, 3 November 2012. Saya bergegas pergi memenuhi undangan dari salah satu sastrawan Gayo, Bapak Salman Yoga S. Untuk mengikuti acara peluncuran antologi puisi PASA 3 bahasa (Gayo, Indonesia, Inggris) bertempat di Lapangan tenis pendopo bupati, Aceh Tengah.  Namun karena hujan seharian terus mengguyur dataran tinggi penghasil kopi ini, maka tempat acara pun dipindahkan ke Wapres Cafe. Meski begitu, tidaklah mematahkan semangat para undangan untuk tetap menghadiri acara tersebut.

Aroma sajian kopi Gayo, mengepul di Wapres cafe. Para undangan yang terdiri dari berbagai kalangan itu, menyatu dalam suasana dinginnya Kota Takengon.  Saya yang baru ikut pertama kalinya bersama Zuhra Ruhmi, akhirnya berkesempatan hadir mengikuti pagelaran acara seperti ini di Kota Takengon. Penuh keakraban, beberapa seniman Gayo yang hadir tampak saling bertegur sapa, saling tertawa.

Sungguh, suasana yang sangat harmonis. Tepat pukul 09.30 Wib, acara dimulai. Nuansa seni mulai menyeruak, alunan musik dan merdu suara dari penyanyi legendaris Gayo yakni  Ibu Zuhra dan Ibu Nina di pembukaan acara, menambah gairah lokalitas saya untuk membanggakan dan mempelajari budaya Gayo lebih dalam lagi. Gayo itu kaya! Benar saja. Sebab dari seni dan budayanya saja, Gayo punya ciri khas yang begitu istimewa.

Memasuki acara diskusi, dengan tema “Melirik Penyair dan Sastrawan Gayo.”  Pembawa acara, Bang Windo kemudian menyerahkan acara diskusi kepada dua narasumber yaitu Pak Salman Yoga S dan Bang Khalisuddin. Pak Salman dalam pembukaannya, memperkenalkan buku antologi puisi PASA yang merangkum dua belas karya para penyair dari Gayo. Mengambil tema puasa, buku antologi puisi ini juga bertujuan untuk merangkum penyair-penyair dari Gayo yang banyak tersebar di luar daerah.

Tanpa persiapan yang matang, tiba-tiba Bang Khalisuddin meminta saya untuk naik ke atas panggung. Merasa kikuk, karena baru kali ini saya berada di tengah para seniman-seniman Gayo. Bang Khalis mengajak saya untuk berkomentar tentang buku antologi puisi PASA.  “Terima Kasih!” itulah ucapan yang tiada pernah habis-habisnya saya utarakan sepanjang perbincangan, sebab telah mengajak saya untuk ikut andil mengisi di buku Antologi puisi PASA ini.

Suatu kebahagiaan karena sebuah pengakuan lahir, pengakuan bahwa saya adalah bagian dari para penyair Gayo. Kepada para penyair lainnya, seperti Bapak Purnama K Ruslan yang saat itu juga berhadir. Beliau benar-benar memberikan motivasi, kepada saya untuk terus berkarya.

Selama beberapa tahun berkarya, belajar pada teman-teman dan para sastrawan di Kota Medan. Saya banyak belajar tentang sebuah proses, untuk bisa menjadi penulis yang bukan hanya sekadar. Ketertarikan saya pun mulai dengan menulis beberapa cerpen yang berunsurkan lokalitas khusus mengangkat budaya Gayo.

Tidak ada pemikiran tentang “kesendirian” yang saya alami selama belajar berkarya bersama teman-teman di Kota Medan, namun entah mengapa ketika menuju tingkat akhir perkuliahan saya mulai berpikir tentang “nasib” karya saya jika saya pulang ke kampung halaman Takengon, Aceh Tengah. Maka antologi puisi PASA, adalah jawaban yang akhirnya mengakhiri kegelisahan saya.

Dengan terbitnya antologi puisi ini menjadi dorongan baru, bagi saya khususnya dan kepada para pemuda Gayo pada umumnya. Untuk terus berkarya dan jangan takut, untuk bergiat di tengah masyarakat di luar daerah.  Adalah ruang berkarya tiada terbatas, setiap harinya adalah proses untuk menjadi lebih baik dan terus belajar adalah upaya perbaikan agar kualitas diri semakin teruji. Dengan bertemu langsung dengan seniman-seniman Gayo, sangat memberikan inspirasi serta motivasi untuk mempublikasikan Gayo ke ranah publik baik ke tingkat nasional bahkan internasional. (Zuliana Ibrahim)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.