Banda Aceh | Lintas Gayo – Tahun 2012 sepertinya menjadi tahun bencana bagi jurnalis. Tindakan kekerasan dan menghalang-halangi tugas jurnalis kembali dipertontonkan oleh pihak-pihak yang tidak senang dengan kerja-kerja jurnalis.
Selasa 11 Desember 2012, Ivo Lestari, Kontributor RCTI di Aceh Timur dan Kota Langsa, Provinsi Aceh, mengalami penyanderaan dan kekerasan dari sejumlah orang pengelola panglong kayu. Kamera dan kartu persnnya juga sempat dirampas.
Kejadian bermula ketika Ivo bersama tiga rekannya mendatangi sebuah panglong yang diduga sering dijadikan tempat penampungan kayu hasil illegal logging di Desa Tempuen, Kecamatan Peureulak, Kabupaten Aceh Timur, sekira pukul 11.00 WIB.
Saat Ivo dengan kamarenya merekam sejumlah kayu gelondongan yang terikat di sungai yang berada di belakang kilang kayu itu, tiba-tiba dua lelaki berbadan tegap menghampirinya. Mereka melarangnya meliput dan memaksanya menghapus semua gambar. Kamera di tangannya bersama kartu pers kemudian dirampas.
Ivo sempat melawan mempertahankan kamera sambil mengatakan, “Saya wartawan, saya wartawan. Saya punya izin untuk meliput, kamu tahu menghalangi tugas wartawan masuk penjara kamu, awas kamu rusak kamera saya ku tuntut kalian. Jangan main kekerasan, bang.” kata Ivo kepada dua lelaki itu.
Pelaku malah makin beringas. “Kurang ajar kau. Apa wartawan, disini kami yang kuasa. Sini kau, kurang ajar kau ngak minta izin kau masuk kesini, kau hapus gambar tu,” tutur Ivo meniru kata-kata pelaku.
Mereka kemudian menyeret korban ke dalam sebuah ruang berukuran 2×2 meter di dalam kilang kayu itu. Di ruang itulah Ivo diinterogasi dan dicaci maki oleh sejumlah pria bergantian. Pemilik kilang yang kemudian juga datang menginterogasi Ivo menjelaskan bahwa aktivitas mereka resmi.”Kau tengok ini siapa yang teken, ini dari Jakarta, dan ini petinggi semua yang teken,” katanya dengan nada marah-marah.
Korban sempat meminta mewawancarai mereka supaya mereka bisa menjelaskan bahwa kegiatan mereka memiliki izin atau kayu-kayu di sana bukan kayu illegal.“Kalau panglong ini resmi, kenapa abang-abang marah saya ambil gambar. Ceritakan saja, saya wawancara,” kata Ivo yang juga merupakan Ketua AJI Persiapan Langsa itu.
Namun pelaku tetap berkeras bahwa Ivo ke wilayah mereka tanpa minta izin. Setelah sekira 30 menit disekap, Ivo kemudian dilepaskan. Bersama tiga rekannya Ivo langsung meninggalkan lokasi dan menuju Kota Langsa. Sebelumnya pelaku juga sempat mengancam keempatnya.
Menurut Ivo aksi pembalakan liar kembali marak di pedalaman Aceh Timur semenjak beberapa bulan terakhir. Padahal sebelumnya sempat berkurang setelah Pemerintah Aceh mengeluarkan maklumat jeda tebang hutan. Kini panglong-panglong kayu baru kembali menjamur seiring meningkatnya aktivitas penebangan hutan.
Beberapa minggu lalu, kata Ivo, seorang polisi hutan juga mengalami kekerasan saat sedang berupaya menangkap truk yang mengangkut kayu diduga hasil illegal loging. Polisi itu ditabrak orang yang diduga sebagai pemilik kayu tersebut. “Kamera yang dibawa Polhut tersebut dirampas dan dirusak,” tuturnya.
Tindakan kekerasan yang dilakukan kelompok yang tak bertanggung jawab ini tak dapat dibiarkan dan telah melanggar Undang-undang no 40 tahun 1999 tentang Pers. Jurnalis dalam bekerja mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
Tindakan perampasan kamera dan intimidasi terhadap Ivo dapat dipidana dengan ancaman penjara paling lama dua tahun atau denda lima ratus juta rupiah, sebagaimana yang dituangkan dalam pasal 18 Undang-undang no 40 Tahun 1999.
Untuk itu kami Jurnalis Aceh Anti kekerasan menyatakan sikap sebagai berikut:
1. Meminta polisi segera menindaklanjuti dan menangkap para pelaku kekerasan terhadap Ivo Lestari
2. Meminta SindoTV- MMC Grup selaku media tempat Ivo Lestari bekerja memastikan keamanan dan keselamatan serta melakukan upaya hukum terhadap para pelaku.
3. Meminta semua pihak menghormati kerja jurnalis serta menggunakan hak jawab jika merasa keberatan terhadap pemberitan media. Serta tidak melakukan kekerasan dan tindakan melanggar hukum lainnya.
4. Mengimbau jurnalis di seluruh tanah air menjunjung tinggi etika jurnalistik dan mempelajari Undang-undang Pers agar tidak terjadi lagi kekerasan terhadap jurnalis.
“Kita harapkan tidak ada lagi jurnalis yang menjadi korban kekerasan. Dalam bentuk apapun kekerasan harus dilawan,” demikian empat ketua organisasi kewartawanan di Aceh menyampaikan pernyataan sikap bersama yakni Ketua PWI Aceh Tarmilin Usman, Ketua AJI Banda Aceh Maimun Saleh, Ketua ITJI Aceh Didik Ardiansyah dan Ketua FJPI Aceh Saniah LS.(SP/red.04)