Tari Saman Gayo, Sebuah Percakapan dengan Syeh Atif

 Oleh:  L.K.Ara*

 

ATIF  seorang  lelaki  desa  tinggal  di  Blangkejeren, Kab. Gayo Lues, mempunyai keahlian bermain Tari Saman Gayo. Sebagai syeh, Atif  telah beruntung dapat menjenguk negeri Amerika  Serikat.  Ketekunan dan kebolehannya bermain tari Saman telah membawa keberuntungan  bagi pegawai  kantor  kecamatan Depdikbud ini dapat  melihat sejumlah kota besar di negeri Paman Sam itu,  seperti Washington  DC,  Los Angelos  dan  lain-lain.  Kesempatan  itu  diperolehnya ketika berlangsung  KIAS, kesenian Indonesia di pagelarkan  di  Amerika Serikat tahun 1990.

Siapa  sebenarnya  Atif dan apa saja kebolehannya  dalam  hal tari  Saman? Atif  yang kini berbadan tegap mengaku telah belajar tari  Saman  sejak masih kanak-kanak. Awalnya  berkenalan  memang  cuma  melihat-lihat orang menari Saman. Tapi lama-lama  tertarik. Lalu ikut belajar menari Saman. Berikut sebuah percakapan  dengan Atif:

“Grup Saman yang diikuti sejak kecil apa masih  diikuti  atau  sudah membentuk grup baru?”

“Grup yang di Porang (tempat kelahiran saya)  beberapa  tahun saya  ikuti. Kemudian,  dari sana saya ikuti beberapa grup lagi. Lalu  saya juga membentuk grup Saman baru. Di  Kutacane,  ibukota Kabupaten  Aceh Tenggara saya  juga membentuk grup  Saman.  Ketika itu  saya  berada di Kutacane, diterima bekerja sebagai  pegawai Depdikbud.  Sekarang saya bekerja di Depdikbud  Blangkejeren, di Kantor  Kecamatan  Blangkejeren“’,  kata Atif. Lalu ia melanjutkan,

“Saya  mulai  bekerja sebagai pegawai Depdikbud  tahun  l98l.  Di Kutacane  waktu itu saya membina anak-anak sekolah. Saya  bekerja di  Kutacane  sampai  tahun l985. Lalu  pindah  ke  Blangkejeren. Disini  saya  membentuk grup Saman tak kurang dari 8 grup.  Juga sempat membentuk grup untuk wanita yang disebut Bines sebanyak 12 Grup”

“Bagaimana apa perhatian wanita terhadap Bines cukup besar?’   “Cukup besar. Biasanya kalau Saman sedang mentas pemain  Bines berdiri  dibelakangnya.  Begitu selesai  Saman  lalu  dilanjutkan dengan  tarian  Bines. Saman umumnya ada disetiap  desa  di  Gayo Lues.  Malah  di Kutacane grup Saman pernah  tumbuh.  Dimana  ada orang Gayo biasanya disitu dapat tumbuh grup Saman”.

”Yang anda maksud dengan  Gayo Lues mana saja?”

“Dari  ruman  Bundar (Kutacane)  sampai  Ise-Ise  (batas  Aceh Tengah), lalu ke Pepoa (Aceh Timur) dan Lamakul ( Aceh Selatan)”.

“ Sebagai penari anda pernah melawat kemana saja?”

“Pertama kali melawat ke Banda Aceh pada tahun 1972. Pada waktu itu ada PKA II (Pekan Kebudayaan Aceh)  di Banda Aceh. Saman memeperoleh  juara II  untuk seluruh Aceh. Pada tahun l973 ke Sumatera  Utara  dalam rangka  undangan dari Aceh Sepakat. Pada tahun l975 di undang  ke Jakarta dalam rangka peresmian TMII. Kemudian kami juga  diundang ke Jakarta pada upacara HUT RI ke 30. Dan pada tahun 1977 kami ke Jakarta  mengikuti  Pestival  Rakyat. Mengikuti  acara  KIAS  di Amerika Serikat pada tahun 1990”.

Dalam rangka persiapan Tari Saman ke Amerika Serikat saya memperoleh kesempatan menemani Philip Yampolsky untuk merekam Tari Saman di Blangkejeren. Dengan kenderaan roda empat  kami berangkat dari Medan melalui Kutacane. Di Kutacana kami sempat nginap kemudian besoknya melanjutkan perjalanan ke Blangkejeren.  Perjalanan Kutacane –Blangkejeren pada saat itu cukup mendebarkan, jalanan sempit dan mendaki di bagian Gunung Louser yang curam. Ketika itu Philip Yampolksy membawa alat rekam tercanggih yang langsung dibawa dari Washington DC. Di sebuah lapangan terbuka para penari Saman menari lalu direkam. Matahari pada saat itu cukup cerah sehingga perekaman berlangsung lancar.

“Bagaimana pengalaman Anda di Amerika Serikat. Apa boleh cerita sedikit?’

“Selaku  pribadi  saya heran dan takjub tapi  juga  sedih  dan gembira.  Heran karena tak pernah melihat AS  sebelumnya, takjub karena   lama   di  udara,  sedih  karena  kemajuan   yang   jika dibandingkan  dengan Indonesia. Sepulang dari sana kami membawa ilmu  tentang  pengalaman yang dilihat dari dekat.  Seperti  kami melihat pembuatan film di Los Angelos, Holywood. Kita baru berasa ditipu  lalu  bayar  untuk  nonton  tapi  akhirnya  senang.  Tapi sekarang setelah melihat tak heran lagi. Di Huston melihat  roket kami  takjub.  Dalam  hal menari  kami  gembira  karena  sambutan  penonton terhadap pertunjukkan kami dari publik AS  luar  biasa. 

Disana  kami  main dengan semangat tinggi  karena  sambutan  yang meriah sekali”.

“Boleh cerita   pengalaman kerja Anda?”

“Pengalaman  kerja  pernah merantau ke  Tanah  Karo  di  Sumut mencari kerja. Disana menjadi buruh, mencangkul. Kemudian kembali ke  Blangkejeren  ikut di PT Bengawan Kala  Pinang  jadi   buruh. Pernah  jadi  buruh  PU ikut memperbaiki jalan  Blangkejeren  – Takengon.  Pernah  juga bekerja didesa-desa  jadi  buruh sebagai pengirik padi. Juga pernah bersawah dan berkebun. Ketika diangkat menjadi pegawai negeri sudah lebih banyak waktu untuk  memikirkan dunia  kesenian. Seperti saya membayangkan Pemerintah  memikirkan  nasib  masa  depan saya. Tapi selama bekerja sebagai  buruh  tadi saya  terus  juga berusaha  mengembangkan  kesenian  Saman.  Kesenian jalan dimanapun bekerja”.

“Di dalam grup saman itu anggotanya sering ganti atau tetap?”

“Sejak  Pekan Kebudayaan Aceh ke- II l988 anggota  grup  Saman belum  pernah  diganti.  Anggotanya berjumlah  l7 orang.  Ketika mengisi acara di KIAS anggota yang berangkat hanya l3 orang. Jadi dikurangi  3 orang, namun mereka tetap sebagai anggota  cadangan. Perkumpulan  kami  diberi nama grup Saman ‘Rempelis  Mude’.  Nama itu  sudah dipakai ketika mengisi pembukaan TMII di Jakarta  pada tahun l975. Rempelis berarti raflesia dan mude berarti muda. Jadi raflesia  muda. Yang  mengajukan  nama  ini  pada  mulanya  Atif kemudian  didukung oleh orang-orang tua serta para anggota  grup. Sebelum memakai nama Rempelis Mude grup ini bernama Gayo Musara”.

“Ketika  pemberian nama Rempelis Muda apa  diadakan  selamatan  atau semacam  kenduri, barangkali?’

“Tidak  ada selamatan atau kenduri secara resmi.  Cuma  minum-minum seperti biasa saja”.

“Bagaimana Anda memperoleh anggota?”

“Saya punya cara untuk mencari anggota.  Mula-mula  mengedarkan surat pemberitahuan dan ajakan  dikecamatan. Tapi kecamatan  yang jauh  seperti  Rikit  Gaib dan Trangon  mewakilkan  ke  kecamatan Blangkejeren   dengan  desa  desa Kutelintang,   Badak,   Lemik, Penampaan,  Bukit, Bacang, Gele, Cempa, Porang, dan Rikit  Dekat. Desa-desa  ini dapat dijangkau setiap kali akan  latihan.  Tempat latihan  biasanya di Balai Musara. Anggota ada juga  yang  datang sendiri bahkan dengan berjalan kaki”.

Atif  bercerita  bahwa, sebelum berangkat ke KIAS  grup  Rempelis Mude  cukup  lama  latihan.  Diadakan 3 kali  seminggu pada  hari Minggu,  Selasa dan Sabtu. Latihan biasanya dimulai  pukul  l4.00 sampai selesai’.

Latihan di atas pohon kelapa

” Apa saja yang diterapkan dalam latihan?”

“Yang dilatih pertama lagu saja dengan posisi  duduk  bersila. Ini dilakukan untuk memantapkan lagu. Setelah lagu dikuasai semua anggota  meningkat  ke  latihan gerak. Gerak  ini  dicoba  keatas kebawah  dan  kemudian kekanan kekiri. Setelah hafal  gerak  baru meningkat  lagi  kepada latihan irama. Irama  itu  berupa  jangin (nyanyian).  Latihan  itu  dapat disebut,  wiraga,  wirama,  dan wirasa.  Wiraga gerak tubuh, wirama nada suara dan  nyanyian  dan wirasa  satu rasa dari ujung keujung. Untuk penampilan ini  semua masih ditambah dengan tata busana’.

“Apa yang paling berat dalam latihan ini?”

“Yang  paling berat adalah latihan  gerak.  Latihan  dilakukan diatas satu pohon kelapa yang sudah direbahkan dengan sikap tubuh berjuntai’.

“Dimana saja Anda pernah membina Saman?”

“Di  Banda Aceh, Medan, Palembang, Jambi, Bogor,  Bandung  dan Jakarta”.

“Menurut anda   dari mana asal Saman?”

“Menurut orang-orang tua tarian ini mula-mula  dikenal  dengan nama  Po’  Ane.  Kemudian datang seorang ulama  besar yang  juga pedagang  dari  Arab  lalu memberikan  perubahan  pada  Po’  Ane. Sebagai ulama ia menata tarian ini dengan memasukkan unsur Islam. Kemudian  tarian ini dikenal nama Saman diambil dari  nama  ulama itu  yang  bernama Syeh Saman. Sebagai tarian Po’  Ane  mempunyai gerakan  sederhana dan liriknya berkenaan dengan kisah muda  mudi saja. Tarian  Saman dimulai dengan dering atau rengum.  Di  dalam rengum  inilah  dimasukkan  kalimat  tauhid  dengan  isi  memuja kebesaran Allah’.

“Hmmmm laila la ho

Hmmmm  laila la ho

Hmmmm tiada Tuhan selain Allah

Hmmmm tiada Tuhan selain Allah”

Dalam hubungan ini menarik tafsir seorang intelektual Gayo yang kini berdomisili di Denmark,  Yusra Habib Abdul Gani menuturkan, “atas nama kalimat tauhid inilah gerak group bermula.Rengum diucapkan dalam suara minor yang mampu menggerakkan jiwa jiwa yang mati dan perasaan kuyu menjadi garang. Kalimat tauhid ini sengaja disisipkan syeh Saman sebagai missi jihad dan dakwah Islam lewat tari Saman”. (Serambi Indonesia,  22/11/2009)

Atif  juga  menceritakan bahwa pada acara PKA II  tahun  1972  di Banda  Aceh, Saman mendapat julukan Tari Tangan Seribu  dari  Ibu Tien  Suharto. Saman pada mulanya hanya berisi dakwah. Pada  saat ini  tarian  ini juga sudah digunakan orang  untuk  menyampaikan pesan-pesan  pemerintah, berupa pembangunan  pendidikan,  sosial, ekonomi  dan kebudayaan.  Disamping  itu  ada  juga  lirik  yang mengungkapkan  hubungan  muda mudi yang di  Gayo  disebut  Seberu Sebujang.  Bentuk  syair yang dibawakan berupa pantun.  Ada  juga yang disebut dengan Syek”.

“Bagaimana susunan para pemain Saman?”

“Dalam  Saman para pemain disusun dengan  sebutan,  Penangkat, Pengapit,  Penyepit, Anggota dan Penupang. Penangkat terdiri  dari satu orang duduk ditengah dan pengapit 2 orang duduk dikanan kiri Penangkat,  sedang  Penyepit juga terdiri dari 2 orang  duduk  di sebelah  masing-masing  Pengapit. Para  anggota  duduk  disebelah Penyepit.  Pemain yang mengambil posisi paling  pinggir  disebut Penupang  terdiri dari orang disebelah kiri dan kanan.  Penangkat bertugas pembawa lagu dan pemegang peranan tari Saman. Pengapit sebagai  pembantu Penangkat. Dia bertugas membantu mengingatkan gerak dan lagu bila Penangkat lupa. Penyepit sebagai pembantu mengolah irama. Anggota melengkapkan pertunjukkan  bersama.  Penupang  bertugas   untuk menjaga keseimbangan para pemain secara keseluruhan. Pada saat latihan yang pegang peranan utama Penangkat.

Dia  menyusun  semua hal dalam pertunjukkan.  Kalau  belum  dapat menguasai    semua  tentu  orang  tak  dapat   ditunjuk   sebagai  Penangkat.  Dia  juga bertugas mengolah gerak dan juga  ia  harus berpikir  menciptakan gerak baru. Nyanyian diatur  dari  misalnya dari  kiri  kekanan  lalu ke tengah kemudian  kekiri  dan  begitu seterusnya.   Menyusur syair  juga  merupakan   tanggung   jawab Penangkat.  Setelah  Penangkat memulai kemudian  disusul  anggota yang lain”.

Dari pengalaman mentas diberbagai tempat Atif sebagai syeh  Saman mulai  mengantur  berbagai kemungkinan untuk tampil.

“ Saat  ini kami  mempunyai 4 Paket. Paket A, B, C, dan D.  Ketika tampil  di Kennedy  Centre  kami  membawakan paket A’, kata  Atif.  Lalu  ia menjelaskan lebih jauh, ‘Paket A ada 7 macam. Lagunya 4 anak lagu 3.  Kami  pernah main 2 menit dengan l, 5 lagu.  Ini  kami  alami ketika  mengikuti Pestival Tari Nasional di Jakarta.  Waktu  yang kami  siapkan  untuk tampil 2, 5, l0, 30 menit.  Tapi  kalau  di Blangkejeren  penampilan  dapat  berlangsung  2  hari  2   malam.  Pertandingan didesa antara dua grup biasanya disedian  per  grup selama  setengah jam. Menurut istilah Atif  l/2 jam memangka  dan l/2 meneging.  Masa  2 sampai 30 menit itu memang diatur  menurut  kebutuhan yang memerlukan. Paket A merupakan kumpulan lagu, gerak dan  nyanyian yang paling baik. Paket A merupakan intisari  semua paket. Di AS selalu kami tampil dengan Paket A. Paket B  sewaktu-waktu  dapat  berubah. Kode untuk merubah  gerak  misalnya  cukup dengan tepuk tangan. Dan grup Rempelis Mude ketika berpindah pada pertengah lagu sedang grup baru lagu harus diselesaikan dulu baru pindah ke lagu yang lain. Kode yang sering dipakai Rempelis  Mude untuk  berpindah  lagu cukup dengan heh, hep dan hup.  Tapi  grup baru  menggunakan  kode yang panjang bahkan  menuturkannya  dalam lirik  sehingga yang mengetahui akan berpindah lagu  bukan  hanya pemain tapi juga penonton”.

“Apa yang dimaksud dengan  geriet?”

Griet  gerakan paling   sulit mempelajarinya.  Rerep atau Guncang Rerep. Lagu  biasa  dimainkan didada.  Gerakan keatas kebawah.  Anak lagu, ada gerakan  didada, tepuk,  badan  bergerak  keatas kebawah, lalu  kekanan  kiri  dan berselang seling”.

“Saman didesa-desa bagaimana?”

“Setiap grup Saman didesa punya lagu sendiri. Jadi ratusan grup Saman dapat mempunyai ribuan lagu”.

“Cara bertanding antara grup Saman itu bagaimana?”

“Grup A memangka. Grup B meneging. Grup B akan kalah kalau  tak dapat mengikuti grup A. Grup B akan menang kalau dapat  mengikuti grup A. Kemudian Grup B memangka dan Grup A meneging.  Dalam pertandingan pihak meneging dapat langsung memulai  setelah grup  memangka  memulai. Terus diikuti dan kelihatan  main  sama-sama.  Dalam pertandingan ini Pihak meneging tak  bernyanyi tapi mengikuti gerak saja. Didalam  sebuah desa ada  2 buah grup Saman, tapi  kadang-kadang juga  lebih.  Di desa Kutelintang misalnya terdapat 6  buah grup Saman. Pertandingan  Saman biasanya dinilai orang-orang tua. Dan  mereka mengetahui, tapi tak diumumkan kepada khalayak penonton”.

“Bagaimana Atif menciptakan gerak, lagu dan nyanyian?”

“Dalam mencipta saya sering merenung. Begitu ditemukan ide lalu mencoba  sendiri.  Pernah  ini terjadi  malam  hari  dan  mencoba mengembangkan  ide  sambil latihan tiba-tiba  hari  sudah  pagi. Ketika  mendapat ide itu dan mencobanya saya membayangkan  teman-teman saya ada didepan”.

Demikianlah percakapan dengan Atif seorang syeh Tari Saman Gayo yang amat terkenal di Gayo.  Percakapan ini aslinya kami lakukan pada tahun 1990 setelah Atif mengikuti KIAS di Amerika Serikat.

Banda Aceh, 11 Des. 2012

(Makalah yang diampaikan pada Saman Summit 14-15 Des di Jakarta)

* L.K. Ara, lahir di Takengon, Aceh Tengah, 12 November 1937; adalah penyair asal Gayo.

Comments are closed.