“Selain PBB, YHAB juga akan melaporkan pemerintah dan DPR Aceh ke Komisi Nasional (Komnas) HAM, ke Keduataan Besar Finlandia, dan Swadia di Jakarta,” ujar Direktur Eksekutif YHAB, Ade Darmawan, Selasa (15/1).
Menurut Ade, berkas laporannya sudah dipersiapkan dan dalam minggu ini akan diantar langsung ke perwakilan lembaga-lembaga tersebut di Jakarta.
Dikatakan, yayasan yang dipimpinnya keberatan dengan penerbitan qanun Wali Nanggroe, karena Gayo, Alas dan Singkil bukan sub etnis di Aceh melainkan suku asli Aceh.
Ade yang juga Direktur Nasional Survei Indonesia, menambahkan, wajar enam kabupaten/kota di wilayah tengah dan tenggara Aceh meminta pemerintah pusat, agar Aceh dimekarkan. Karena terjadinya kesenjangan baik secara ekonomi, sosial, politik dan kultur
Pemekaran di Aceh, tegas Ade, merupakan keharusan, karena pada 2012, Nasional Survei Indonesia sudah melakukan riset. Hampir 95 persen masyarakat di enam kabupaten/kota (Benermeriah, Aceh Tengah, Gayo Lues, Aceh Tenggara, Aceh Singkil, dan Kota Subulussalam) menginginkan agar pemekaran provinsi ini terjadi, dan dua persen yang menginginkan tidak dilakukan, dan tiga persen tidak menjawab.
“Ini sebuah kenyataan dan pemerintah pusat harus jeli melihat situasi serta kondisi. Bila tidak, dikuatirkan akan terjadi “gesekan” di masyarakat,” tegas Ade. (rel/hen | Analisa)