Oleh: Drs. Jamhuri,MA*
PRINSIP dasar dalam keluarga adalah kasih sayang, baik antar suami dan isteri, orang tua dan anak atau sebaliknya. Kalau kita ingin tahu seluas mana hubungan kekeluargaan dalam kaitan dengan kasih sayang. tidak salah bila kita melihat seluas mana penyebaran harta warisan ketika seseorang meninggal dunia. Kepada siapa harta yang ditinggalkan itu harus diberikan dan kepada siapa juga harta itu tidak boleh diberikan. Penyebaran warisan sangat erat kaitannya dengan kasih sayang dalam prinsip kekeluargaan. Tulisan ini tidak membicarakan makna kasih sayang dalam kaitan dengan warisan secara luas tetapi lebih kepada kasih sayang antara orang tua dan anak dalam kaitan dengan pendidikan.
Banyak orang tua, apakah karena ketidak sanggupan untuk mendidik anak-anak atau karena alasan biar mendapatkan ilmu yang lebih setelah tamat Sekolah Dasar (SD) atau Madrasah Ibtidaiyah (MI) memasukkannya ke Psantren Modern atau sekolah sistem building school. Tujuan dari memasukan anak ke sekolah ini secara keseluruhannya tidak lain adalah sebagai harapan agar anak tersebut mempunyai masa depan lebih baik di bidang agama juga dalam bidang ilmu pengetahuan dan tekhnologi.
Telah banyak anak-anak yang tamat atau berhasil dari sistem pendidikan seperti ini, sehingga banyak lembaga pendidikan menganut pola building school bermunculan di mana-mana, akhirnya persaingan tidak lagi berdasarkan murah atau mahalnya biaya pendidikan, kini standar kualitas lembaga sudah dijadikan sebagai tolok ukur dalam memilih lembaga pendidikan. Rata-rata sekolah dengan sistem ini milik yayasan atau swasta bukan negeri, namun karena keinginan orang tua agar anak mereka mempunyai nilai lebih mereka tidak memperdulikan apakan sekolah tersebut swasta atau negeri.
Di samping banyak anak yang berhasil tentu ada juga yang gagal, Kegagalan biasa terjadi disebabkan karena ketidak siapan anak-anak secara mental. karena ketika anak-anak masuk kesekolah atau pesantren tersebut ia harus berpisah dari orang tuanya atau juga harus berpisah dari lingkungan tempat ia bermain selama ini. Di sisi lain juga orang tua terlalu percaya penuh dengan sistem pendidikan tersebut, sehingga tidak jarang orang tua setelah mengantar anaknya ke lembaga pendidikan tersebut, membiarkannya.
Hal tersebut sudah menjadi tradisi dalam pendidikan anak sejak dahulu di kalangan masyarakat kita, apabila mengantar anak keperantauan dalam rangka melanjutkan pendidikan kemudian tidak melihatnya kecuali dalam waktu yang lama. Tidak seharusnya orang tua membiarkan anak dengan menyerahkan pendidikan anak secara total kepada lembaga pendidikan, orang tua harus mengetahui perkembangan kejiwaan dan kemajuan pendidikan anak. Untuk mengetahuinya tidaklah cukup dengan melihatnya dari jauh terlebih pada usia anak beranjak kepada usia remaja.
Dalam hukum Islam usia ini disebut dengan masa mumayyiz atau masa pencarian untuk membedakan antara yang baik dan yang buruk, karenanya pada masa ini pengaruh siapa yang dominan masuk kepada anak tersebut. Apakah pengaruh pendidikan yang diajarkan di sekolah atau pengaruh lingkungan di mana ia berada, sehingga kalau pada masa ini pengaruh orang tua hilang maka sangat sulit untuk memperbaikinya.
Tidak hanya diperantauan seorang anak kurang mendapat perhatian, bahkan juga di rumah ketika anak tinggal bersama orang tuanya. Banyak orang tua yang tidak terlibat dalam pendidikan anak kendati selalu berada didekatnya, alasan mereka masih tetap pada alasan klasik dimana pendidikan anak seolah menjadi tanggung jawab penuh pada lembaga pendidikan. Padahal makna kasih sayang yang dimaksudkan dalam prinsip pendidikan adalah pendampingan orang tua di rumah terhadap semua tingkah laku anak dan tidak ada satu langkah kakipun dari anak yang tidak diketahui oleh orang tua.
Pendidikan kasih sayang inilah yang telah hilang dari pendidkan keluarga dalam masyarakat kita, sehingga pemunculan karakter sangat sulit dihasilkan, kendati berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah dan lembaga yang terkait.(jamhuriungel[at]yahoo.co.id)
*Dosen pada Fakultas Syari’ah IAIN Ar-Raniry Banda Aceh