Oleh:Husaini Algayoni*
ADA kata-kata mutiara yang mengatakan isi waktu luang dengan berbuat. Mungkin kata-kata inilah yang ada dibenak pikiran para politisi kita yang akan berperang dalam “Pemilu 2014” yang akan merebut kursi R1 dan tentunya kursi anggota dewan, mereka dari sekarang sudah mempersiapkan sistem dan strategi, mulai dari pendaftaran menjadi partai peserta pemilu, muswil dan mencari sosok siapa yang layak menjadi algojo-algojo Pemilu nanti, baik itu dari kader partai, orang-orang punya kekuatan dengan harta maupun dari para artis yang sudah punya nama dimata masyarakat.
Dalam beberapa tahun terakhir persaingan antara partai nasional semakin memanas dengan merosotnya citra beberapa partai dan dengan munculnya partai baru yang akan siap merebut dominasi partai lama dan juga tidak kalah serunya partai lokal di Aceh, antara PA dan PNA akan bertarung kembali pada laga “elclasico jilid II” setelah PA mendominasi dalam Pilkada Aceh. Waw… semakin menarik dinanti.
Bangsa Indonesia, bangsa yang besar dan bumi pertiwi ini mempunyai kekayaan yang alam maupun budaya yang tidak ada duanya dengan Negara-negara lain. Sumber daya manusia yang melimpah ruah tapi hanya sedikit yang mempunyai kualitas menjadi orang baik. Orang-orang penting, baik maupun jahat merapat dalam tubuh partai yang akan membawanya menjadi orang terhormat yang siap duduk dikursi goyang. Bangsa Indonesia perlu sosok yang siap memimpin rakyatnya yang masih dipenjara oleh kemiskinan, miskin harta maupun miskin akhlak.
Dalam Pemilu orang jahat semakin banyak, dan orang-orang yang bijak semakin langka. Para politisi akan bertikai dan bermusuhan demi kepentingan kelompok dan pribadi. Dengan keserakahan para politisi juga akan jabatan maka akan timbul permusuhan antar sesama anak bangsa. Sebagaimana Nasihat Malikussaleh kepada anaknya Malikuddhair dalam Novel Samudra Pasai Cinta dan Pengkhianatan karya Putra Gara dituliskan Ketidak puasan bukan hanya berkaitan dengan kebijakan. Keserakahan juga bisa melahirkan ketidakpuasan. Keserakahan itulah yang melahirkan tamak, dengki dan nafsu ingin berkuasa melebihi apa yang telah diberi. Berhati-hatilah dengan keserakahan, karena keserakahan itulah Yang melahirkan permusauhan.
Arvan Pradiansyah penulis best-seller The 7 Laws Happiness dalam bukunya “kalau mau bahagia, jangan jadi politisi”. Beliau menyebutkan dalam bukunya politik adalah seperti yang dirumuskan Harold Laswell, yaitu: Who gets, What, When and How. Politik adalah siapa, mendapatkan apa, kapan dan bagaimana. Coba saja kita perhatikan apa yang terjadi menjelang Pemilu di Indonesia ini, bukankah orang-orang hanya membicarakan siapa akan mendapatkan apa, kapan dan bagaimana caranya. Lihatlah apa yang dilakukan para politisi kita. Lihat pula bagaimana analisis para pakar dan pengamat politik. Bukankah semuanya hanya berkisar pada peta kekuasaan dan pembagian kue setelah pemilu.
Rumus dalam politik memang hanya satu yaitu “Kekuasaan”. Di dalam politik memang tidak ada kawan sejati dan tak ada musuh abadi, yang abadi hanyalah kepentingan. Lantas, kalau siapa kawan dan siapa lawan saja tidak jelas. Coba kita perhatikan masalah skandal bank century, panitia khusus (pansus) yang justru harus mendapatkan siapa dalang yang merugikan Negara sekitarRp 7,6 triliun, serta kasus Hambalang yang masih semu sampai sekarang, anggota dewan terhormat belum mendapatkan tersangka dari kasus itu.
Partai koalisi yang seharusnya sama-sama bersatu ini justru menjadi musuh akibat dari perbedaan pendapat. Bagi partai oposisi sudah jelas sebagai pengkritik bagi koalisi, dari amatan saya ini saja sudah tidak jelas lagi mana yang benar dan mana yang salah, siapa pendukung dan sipa melawan, kami sebagai rakyat biasa hanya bersedih melihat kalian sebagai orang penting.
Menjelang Pemilu 2014 para poltisi sudah memikirkan siapa yang pantas menjadi kandidat pencalonan, bukan lagi memikirkan generasi masa depan. Mereka memikirkan kepentingan kelompok mereka sendiri bukan lagi memikirkan orang banyak yang sedang menderita kesusahan, tidak ada politikus yang memikirkan kepentingan orang lain, kalaupun ada beberapa memikirkan orang lain, mereka sesungguhnya bukanlah politikus tetapi meraka adalah Negarawan.
Thomas Jefferson mengatakan politikus memikirkan pemilihan yang akan datang, sementara negarawan memikirkan generasi yang akan datang. Para politisi sudah menyiapkan lobi-lobi dari pusat sampai daerah untuk memenangkan partai mereka, dengan cara halal-haram mereka lakukan demi kepuasaan kekuasaan semata. Bagi calon-calon yang akan berpartisipasi dalam pemilu 2014 sudah menyiapkan uang untuk dibagi-bagi agar dia dipilih dan bagi partai yang bersih harus ekstra kuat dalam memenangi pemilu nanti.
Dalam akhir tulisan saya ini, semoga dalam pemilu 2014 nanti para politisi kita dari pusat maupun daerah tidak ada yang namanya politik uang dari proses yang jujur Insya Allah Indonesia akan melahirkan pemimpin yang mempunyai norma-norma yang baik dan bebas dari korupsi serta pemimpin yang adil dan amanah. Georges Pompidou mengatakan Negarawan adalah politisi yang menempatkan dirinya untuk berbakti kepada negaranya sedangkan Politisi adalah negarawan yang menempatkan negara untuk berbakti kepada dirinya.
Pilih mana wahai para calon yang akan duduk dikursi goyang, Ingin memilih menjadi seorang Politsi atau Negarawan?(delungtue26[at]yahoo.co.id)
*Mahasiswa IAIN Ar-Raniry Banda Aceh.