Puisi Kopi Doel Cp Allisah

Dari Satu Sudut Ulee Kareng *

kehangatan yang kau alirkan setiap hari

adalah kenikmatan dan rasa tentram yang semu

pelancar alir darah dalam perbincangan segala

seperti riuh angin merambah rimbun pohon-pohon asam jawa

dalam romansa dan citrarasa  ini, aku menyimakmu sejak purba

hingga masa gaya dalam angka-angka

hingga larut malam beraroma mesum hura-hura.

 

ah, seperti sepanjang hari yang terus mengalir

aku tahu pasti apa yang tersajikan dalam gerai tawa dan sua

dan kita mengikat waktu di tiap senja

memenuhi setiap meja-meja

solong

ceknun

cekwan

petuah tu

terapung

atau disetiap warung-warung kopi uleekareng

seperti fatamorgana yang menganga

 

kehangatan yang kau alirkan setiap hari

adalah gambar kampungku yang berlari

dalam setiap racikan aroma kopi

Oktober, 2012

 *salah satu kawasan minum kopi paling terkenal di Aceh/Indonesia

Di Kota Laut Tawar

[pantai Mepar]

Pong, semerbak harum aroma Gayo kopi

mengalirkan hangat dalam nadi uratku

meredakan gigil dingin malam itu, dan dilingkar kemah kuning biru bujangdara arimolomi mengalunkan tembang epos puteri pukes

dan aku mabuk bayang bunga renggali, suatu masa

 

[Takengon]

dalam bergelas-gelas gayo kopi yang kureguk

mengaduk-aduk rinduku dalam terawang jauh danau itu

satu-satu berbaris dalam nafasku

Saiful Hadi-Unay-Prapto,Fikar, ibu yang memasak ikan depik di ruko, rumah kak Dumasari didataran bukit kecil, desir angin Asi Asir dan hulu sungai Peusangan, atau saat terlelap di Time Ruang

 

setiap gelas kopi Gayo yang kuteguk, bukan hanya ritual sehar-hari

ada kalian bergandengan diantaranya

ada nikmat hangat dan sejuk angin danau yang menerpa tiba-tiba

ada kita larut didalamnya

dan berlari jauh kesetiap sudut dunia

1987 – 2012

Seharum Renggali

Geriap angin danau mengirimkan tempias hujan di Asir Asir

Bagai bayangmu yang beriringan dalam pandang

Lalu semalaman itu, bergelas-gelas kopi mengalir dalam tenggorokanku

Menghangatkan lukadiri

Sendiri

1986.

Warkop Pojok Barat Terminal Lama Sigli

buat sastrawan AR. Nasution [Alm]

Seharian aku menantimu, dan segelas kopi terpesan mengepulkan asap harum aroma khas

Membawa ingatan tentang cerita cerita anak didik yang melesat dari busurnya

Tumpukan aneka koran yang menanti, lembar-lembar yang akan kau bolak-balik sepanjang sore

Dan sesekali kau apresiasi karya rekan nurgani, fikar dan nama-nama lain sebayaku

atau kau dengan serius dan berkelakar membahas gaya kampungan cerita bang hasyem ks

dan aku selalu serius ketika kau beri beberapa catatan koreksi tentang sajakku yang ada di halaman budaya hari itu.

 

Segelas kopi yang telah dingin, seperti juga kau selalu memesan dalam gelas besar bercampur susu dan beberapa potong es yang terus mencair

[Tapi hari ini aku tidak senyaman sore-sore dulu]

 

Segelas kopi yang kureguk habis seketika, serta warkop pojok barat terminal tua itu

Akan kusimpan dalam hati [sebagai ritual ngopi kita]

Menjadi taman taman yang terbuka

Oktober 2012.

Doel Cp Allisah
Doel Cp Allisah

Doel Cp Allisah. Lahir di Banda Aceh 3 Mei 1961. Mantan Wartawan dan Reporter TV di beberapa media Indonesia dan Malaysia ini, sekarang lebih banyak bergiat sebagai editor buku. Dalam tahun 2006-2010, menjadi editor 21 judul buku-buku karya para penulis/sastrawan Aceh dan Brunei Darussalam. Antologi puisi tunggalnya yang telah terbit adalah “Nyanyian Angin” [1992], serta “The Sadness Song” [2007], juga ikut terkumpul dalam berbagai Antologi di Indonesia. Sekarang  sebagai koordinator Aliansi Sastrawan Aceh [ASA].

Puisi karya Doel CP Allisah dinyatakan berhak menjadi nominator karya yang akan dimuat dalam Buku Antologi Puisi “Secangkir Kopi” terbitan oleh The Gayo Institute (TGI) dengan kuratort Fikar W Eda dan Salman Yoga S.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

3,627 comments

  1. Wh, terasa minum kopi nih…

    suatu saya, berdasarkan keinginan yang kuat, rasanya saya akan tiba di sana. Kopi Solong sudah, kopi Luwak Gayo sudah, kopi Ulee Kareeng sudah. Yang belum adalah menyambangi tanahnya… menghirup kopinya di sana…