Takengon | Lintas Gayo – Dalam persiapan menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif tahun 2014, Partai Aceh Kabupaten Aceh Tengah membentuk tim khusus untuk menseleksi kader terbaiknya untuk diusung dalam pesta demokrasi tahun depan.
Adam Mukhlis Arifin, SH Sekretaris Partai Aceh Kabupaten Aceh Tengah di Takengon Minggu 31 Maret 2013 dalam siaran persnya mengatakan pembentukan tim ini dilakukan untuk mengamodir aspirasi rakyat dalam rangka menjaring kader terbaik partai.
“Kita berkeinginan yang diusung pada Pemilu Caleg 2014 adalah kader yang terbaik, sehingga rakyat tidak lagi memilih kucing dalam karung. Untuk itu kita akan melibatkan para praktisi dan profesionalis indevenden untuk menseleksinya”, kata Adam.
Disela memimpin rapat khusus yang dilangsungkan di kator Partai Aceh Kabupaten Aceh Tengah di seputaran Wariji Takengon, penulis buku “Demokrasi Aceh Mengubur Ideologi” ini juga menegaskan bahwa tim yang dimaksud melingkupi sejumlah unsur. Diantaranya, lanjutnya, adalah unsur akademisi, pers, LSM, Ulama, tokoh budaya, tokoh muda, perempuan, praktisi dan satu orang dari unsur pimpinan wilayah, sebutnya.
Lebih lanjut dikatakan Adam Mukhlis Arifin pihaknya berharap dengan terbentuknya tim sembilan ini seluruh calon yang akan maju dalam pileg dari Partai Aceh Kabupaten Aceh Tengah kedepan adalah mereka yang benar-benar yang berkualifikasi dan berkavasitas, baik dari segi moral, intelektualisme dan keberpihakan. Ini penting bagi rakyat juga bagi pembangunan Aceh tengah kedepan.
Untuk pelaksanaan penseleksiannya, kata Adam, akan dilangsungkan dalam tiga hari ini secara maraton. Semua kandidat caleg dari seluruh dapil di Aceh Tengah diwajibkan untuk mengikuti tahapan ini, jika tidak ikut maka secara otomatis akan digagalkan. Karena kita ingin ada pembaharuan dan disiplin untuk mempertahankan dan membangun kepercayaan rakyat, tutup Adam. (LG007)
PETUNJUK AL-QURAN DALAM MEMILIH PEMIMPIN
Oleh: Agus Saputera
Pada zaman sekarang semakin ramai orang berlomba-lomba mengejar jabatan, berebut kedudukan sehingga menjadikannya sebagai sebuah obsesi hidup. Menurut mereka yang menganut paham atau prinsip ini, tidak lengkap rasanya selagi hayat dikandung badan, kalau tidak pernah (meski sekali) menjadi orang penting, dihormati dan dihargai masyarakat.
Jabatan baik formal maupun informal di negeri kita Indonesia dipandang sebagai sebuah “aset”, karena ia baik langsung maupun tidak langsung berkonsekwensi kepada keuntungan, kelebihan, kemudahan, kesenangan, dan setumpuk keistimewaan lainnya. Maka tidaklah heran menjadi kepala daerah, gubernur, bupati, walikota, anggota dewan, direktur dan sebagainya merupakan impian dan obsesi semua orang. Mulai dari kalangan politikus, purnawirawan, birokrat, saudagar, tokoh masyarakat, bahkan sampai kepada artis.
Mereka berebut mengejar jabatan tanpa mengetahui siapa sebenarnya dirinya, bagaimana kemampuannya, dan layakkah dirinya memegang jabatan (kepemimpinan) tersebut. Parahnya lagi, mereka kurang (tidak) memiliki pemahaman yang benar tentang hakikat kepemimpinan itu sendiri. Karena menganggap jabatan adalah keistimewaan, fasilitas, kewenangan tanpa batas, kebanggaan dan popularitas. Padahal jabatan adalah tanggung jawab, pengorbanan, pelayanan, dan keteladanan yang dilihat dan dinilai banyak orang.
Hakikat kepemimpinan
Al-Quran dan Hadits sebagai pedoman hidup umat Islam sudah mengatur sejak awal bagaimana seharusnya kita memilih dan menjadi seorang pemimpin. Menurut Shihab (2002) ada dua hal yang harus dipahami tentang hakikat kepemimpinan. Pertama, kepemimpinan dalam pandangan Al-Quran bukan sekedar kontrak sosial antara sang pemimpin dengan masyarakatnya, tetapi merupakan ikatan perjanjian antara dia dengan Allah swt. Lihat Q. S. Al-Baqarah (2): 124, “Dan ingatlah ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat perintah dan larangan (amanat), lalu Ibrahim melaksanakannya dengan baik. Allah berfirman: Sesungguhnya Aku akan menjadikan engkau pemimpin bagi manusia. Ibrahim bertanya: Dan dari keturunanku juga (dijadikan pemimpin)? Allah swt menjawab: Janji (amanat)Ku ini tidak (berhak) diperoleh orang zalim”.
Kepemimpinan adalah amanah, titipan Allah swt, bukan sesuatu yang diminta apalagi dikejar dan diperebutkan. Sebab kepemimpinan melahirkan kekuasaan dan wewenang yang gunanya semata-mata untuk memudahkan dalam menjalankan tanggung jawab melayani rakyat. Semakin tinggi kekuasaan seseorang, hendaknya semakin meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Bukan sebaliknya, digunakan sebagai peluang untuk memperkaya diri, bertindak zalim dan sewenang-wenang. Balasan dan upah seorang pemimpin sesungguhnya hanya dari Allah swt di akhirat kelak, bukan kekayaan dan kemewahan di dunia.
Karena itu pula, ketika sahabat Nabi SAW, Abu Dzarr, meminta suatu jabatan, Nabi saw bersabda: “Kamu lemah, dan ini adalah amanah sekaligus dapat menjadi sebab kenistaan dan penyesalan di hari kemudian (bila disia-siakan)”.(H. R. Muslim). Sikap yang sama juga ditunjukkan Nabi saw ketika seseorang meminta jabatan kepada beliau, dimana orang itu berkata: “Ya Rasulullah, berilah kepada kami jabatan pada salah satu bagian yang diberikan Allah kepadamu. “Maka jawab Rasulullah saw: “Demi Allah Kami tidak mengangkat seseorang pada suatu jabatan kepada orang yang menginginkan atau ambisi pada jabatan itu”.(H. R. Bukhari Muslim).
Kedua, kepemimpinan menuntut keadilan. Keadilan adalah lawan dari penganiayaan, penindasan dan pilih kasih. Keadilan harus dirasakan oleh semua pihak dan golongan. Diantara bentuknya adalah dengan mengambil keputusan yang adil antara dua pihak yang berselisih, mengurus dan melayani semua lapisan masyarakat tanpa memandang agama, etnis, budaya, dan latar belakang. Lihat Q. S. Shad (38): 22, “Wahai Daud, Kami telah menjadikan kamu khalifah di bumi, maka berilah putusan antara manusia dengan hak (adil) dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu”.
Hal senada dikemukakan oleh Hafidhuddin (2003). Menurutnya ada dua pengertian pemimpin menurut Islam yang harus dipahami. Pertama, pemimpin berarti umara yang sering disebut juga dengan ulul amri. Lihat Q. S. An-Nisaâ 4): 5, “Hai orang-orang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri diantara kamu”. Dalam ayat tersebut dikatakan bahwa ulil amri, umara atau penguasa adalah orang yang mendapat amanah untuk mengurus urusan orang lain. Dengan kata lain, pemimpin itu adalah orang yang mendapat amanah untuk mengurus urusan rakyat. Jika ada pemimpin yang tidak mau mengurus kepentingan rakyat, maka ia bukanlah pemimpin (yang sesungguhnya).
Kedua, pemimpin sering juga disebut khadimul ummah (pelayan umat). Menurut istilah itu, seorang pemimpin harus menempatkan diri pada posisi sebagai pelayan masyarakat, bukan minta dilayani. Dengan demikian, hakikat pemimpin sejati adalah seorang pemimpin yang sanggup dan bersedia menjalankan amanat Allah swt untuk mengurus dan melayani umat/masyarakat.
Kriteria pemimpin
Para pakar telah lama menelusuri Al-Quran dan Hadits dan menyimpulkan minimal ada empat kriteria yang harus dimiliki oleh seseorang sebagai syarat untuk menjadi pemimpin. Semuanya terkumpul di dalam empat sifat yang dimiliki oleh para nabi/rasul sebagai pemimpin umatnya, yaitu: (1). Shidq, yaitu kebenaran dan kesungguhan dalam bersikap, berucap dan bertindak di dalam melaksanakan tugasnya. Lawannya adalah bohong. (2). Amanah, yaitu kepercayaan yang menjadikan dia memelihara dan menjaga sebaik-baiknya apa yang diamanahkan kepadanya, baik dari orang-orang yang dipimpinnya, terlebih lagi dari Allah swt. Lawannya adalah khianat. (3) Fathonah, yaitu kecerdasan, cakap, dan handal yang melahirkan kemampuan menghadapi dan menanggulangi persoalan yang muncul. Lawannya adalah bodoh. (4). Tabligh, yaitu penyampaian secara jujur dan bertanggung jawab atas segala tindakan yang diambilnya (akuntabilitas dan transparansi). Lawannya adalah menutup-nutupi (kekurangan) dan melindungi (kesalahan).
Di dalam Al-Quran juga dijumpai beberapa ayat yang berhubungan dengan sifat-sifat pokok yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin, diantaranya terdapat dalam surat As-Sajdah (32): 24 dan Al-Anbiyaâ (21): 73. Sifat-sifat dimaksud adalah: (1). Kesabaran dan ketabahan. “Kami jadikan mereka pemimpin ketika mereka sabar/tabah”. Lihat Q. S. As-Sajdah (32): 24. Kesabaran dan ketabahan dijadikan pertimbangan dalam mengangkat seorang pemimpin. Sifat ini merupakan syarat pokok yang harus ada dalam diri seorang pemimpin. Sedangkan yang lain adalah sifat-sifat yang lahir kemudian akibat adanya sifat (kesabaran) tersebut. (2). Mampu menunjukkan jalan kebahagiaan kepada umatnya sesuai dengan petunjuk Allah swt. Lihat Q. S. Al-Anbiyaâ (21): 73, “Mereka memberi petunjuk dengan perintah Kami”. Pemimpin dituntut tidak hanya menunjukkan tetapi mengantar rakyat ke pintu gerbang kebahagiaan. Atau dengan kata lain tidak sekedar mengucapkan dan menganjurkan, tetapi hendaknya mampu mempraktekkan pada diri pribadi kemudian mensosialisasikannya di tengah masyarakat. Pemimpin sejati harus mempunyai kepekaan yang tinggi (sense of crisis), yaitu apabila rakyat menderita dia yang pertama sekali merasakan pedihnya dan apabila rakyat sejahtera cukup dia yang terakhir sekali menikmatinya. (3). Telah membudaya pada diri mereka kebajikan. Lihat Q. S. Al-Anbiyaâ (21): 73, “Dan Kami wahyukan kepada mereka (pemimpin) untuk mengerjakan perbuatan-perbuatan baik dan menegakkan sholat serta menunaikan zakat”. Hal ini dapat tercapai (mengantarkan umat kepada kebahagiaan) apabila kebajikan telah mendarah daging dalam diri para pemimpin yang timbul dari keyakinan ilahiyah dan akidah yang mantap tertanam di dalam dada mereka.
Sifat-sifat pokok seorang pemimpin tersebut sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Al-Mubarak seperti dikutip Hafidhuddin (2002), yakni ada empat syarat untuk menjadi pemimpin: Pertama, memiliki aqidah yang benar (aqidah salimah). Kedua, memiliki ilmu pengetahuan dan wawasan yang luas (`ilmun wasi`un). Ketiga, memiliki akhlak yang mulia (akhlaqulkarimah). Keempat, memiliki kecakapan manajerial dan administratif dalam mengatur urusan-urusan duniawi.
Memilih pemimpin
Dengan mengetahui hakikat kepemimpinan di dalam Islam serta kriteria dan sifat-sifat apa saja yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin, maka kita wajib untuk memilih pemimpin sesuai dengan petunjuk Al-Quran dan Hadits.
Kaum muslimin yang benar-benar beriman kepada Allah dan beriman kepada Rasulullah saw dilarang keras untuk memilih pemimpin yang tidak memiliki kepedulian dengan urusan-urusan agama (akidahnya lemah) atau seseorang yang menjadikan agama sebagai bahan permainan/kepentingan tertentu. Sebab pertanggungjawaban atas pengangkatan seseorang pemimpin akan dikembalikan kepada siapa yang mengangkatnya (masyarakat tersebut). Dengan kata lain masyarakat harus selektif dalam memilih pemimpin dan hasil pilihan mereka adalah “cerminâ” siapa mereka. Hal ini sesuai dengan hadits Nabi saw yang berbunyi: “Sebagaimana keadaan kalian, demikian terangkat pemimpin kalian”.
Sikap rakyat terhadap pemimpin
Dalam proses pengangkatan seseorang sebagai pemimpin terdapat keterlibatan pihak lain selain Allah, yaitu masyarakat. Karena yang memilih pemimpin adalah masyarakat. Konsekwensinya masyarakat harus mentaati pemimpin mereka, mencintai, menyenangi, atau sekurangnya tidak membenci. Sabda Rasulullah saw: “Barang siapa yang mengimami (memimpin) sekelompok manusia (walau) dalam sholat, sedangkan mereka tidak menyenanginya, maka sholatnya tidak melampaui kedua telinganya (tidak diterima Allah)”.
Di lain pihak pemimpin dituntut untuk memahami kehendak dan memperhatikan penderitaan rakyat. Sebab dalam sejarahnya para rasul tidak diutus kecuali yang mampu memahami bahasa (kehendak) kaumnya serta mengerti (kesusahan) mereka. Lihat Q. S. Ibrahim (14): 4, “Kami tidak pernah mengutus seorang Rasul kecuali dengan bahasa kaumnya”. dan Q. S. At-Taubah (9): 129, “Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, terasa berat baginya penderitaanmu lagi sangat mengharapkan kebaikan bagi kamu, sangat penyantun dan penyayang kepada kaum mukmin.
Demikianlah Al-Quran dan Hadits menekankan bagaimana seharusnya kita memilih dan menjadi pemimpin. Sebab memilih pemimpin dengan baik dan benar adalah sama pentingnya dengan menjadi pemimpin yang baik dan benar.(*)
” Anggota DPR Dan Lebah Madu ”
Jika seseorang bertanya kepada Anda demikian, apakah perbedaan yang sangat mendasar antara anggota DPR dan Lebah? Kira-kira apa jawaban yang akan Anda kemukakan? Saya kira setiap orang pasti mengemukakan jawaban yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Termasuk saya sendiri. Sebelum menjawab pertanyaan di atas, maka ada baiknya saya menjelaskan terlebih dahulu mengenai kehidupan Lebah.
Lebah merupakan sekelompok besar serangga yang dikenal karena hidupnya berkelompok meskipun sebenarnya tidak semua Lebah bersifat demikian. Semua Lebah masuk dalam suku atau familia Apidae (ordo Hymenoptera: serangga bersayap selaput). Meskipun demikian, ada banyak sifat unggul yang diperlihatkan oleh mereka, yang mungkin tanpa mereka sadari bahwa hal itu telah dan sedang diamati oleh manusia. Sangat menagjubkan. Manusia yang menganggap dirinya jauh lebih bijak, cerdik, genius/ cerdas, dan berilmu tidak mampu menandingi mereka. Jika dilihat dari sudut pandang teologis, salah satu makna yang dapat kita petik adalah mengakui dengan jujur, bahwa segala hikmat, ilmu pengetahuan, keunggulan, dan perilaku yang luar biasa lainnya bukanlah dari mereka sendiri. Melainkan diberikan oleh Sang Pencipta yang jauh melebihi semuanya. Namun tidak semua orang dapat mengetahi dan melihatnya?
Lebah adalah salah satu makhluk ciptaan Tuhan yang berbadan mungil, mereka tidak bisa berpikir sebagaimana layaknya yang dilakukan oleh manusia. Namun mereka dapat memperlihatkan sifat-sifat unggul yang jarang, dan bahkan tidak terpikirkan oleh banyak orang. Setiap insinyur, manajer, manajer pelaksana, dan bahkan seorang karyawan sekalipun menempuh pendidikan, berbagai pelatihan atau keterampilan lainnya dalam jangka waktu tertentu sebelum ditempatkan pada posisi masing-masing. Bahkan setelah setiap orang menempati masing-masing posisinya, mereka tetap tidak semuanya bisa menandingi kemampuan cara kerja Lebah. Berikut adalah beberapa hal yang diperlihatkan secara alami oleh Lebah, yang tanpa mereka sadari bahwa mereka sedang, akan, dan terus akan diawasi dan dipelajari oleh sebagian kecil manusia (tidak semua orang).
1. Kerja sama yang ikhlas atau tulus.
Bekerja sama merupakan ciri-ciri makhluk Tuhan yang menyadari sepenuhnya akan keterbatasannya. Setiap makhluk ciptaan-Nya tidak bisa dipisahkan dari makhluk atau benda ciptaan Tuhan yang lainnya. Karena itu dibutuhkan kerja sama. Kerja sama tidak berarti semuanya harus melakukan tugas yang sama, melainkan melakukan semua jenis pekerjaan berdasarkan keahlian, kemampuan dan talenta yang Tuhan berikan. Tidak cukup hanya itu, tetapi ketulusan atau keikhlasan juga sangat dibutuhkan dalam kerja sama. Hal itulah salah satu keunggulan yang diperlihatkan oleh kehidupan Lebah. Mereka mengisi kantong-kantong madu dengan sangat hati-hati, teliti dan penuh perhitungan. Mereka sadar betul akan keterbatasan sebagai makhluk ciptaan, karena itu dibutuhkan kerja sama. Pertanyaannya, apakah manusia semuanya bisa bekerja sama? Bisa, tetapi tidak semuanya bisa. Karena setiap orang cenderung bekerja sendiri-sendiri, dan dari situlah kesombongan dihasilkan, yaitu di mana setiap orang berusaha untuk menonjolkan, bahwa diri-lah yang paling hebat. Kesombongan adalah awal dari kehancuran, dan kesombongan juga adalah tahap awal penolakan manusia terhadap Tuhan, dan bahkan melupakan-Nya.
2. Fokus pada kualitas terbaik (tujuan utama)
Untuk mendapatkan hasil atau kualitas terbaik, adalah tidak cukup hanya dengan bekerja sama, kemudian mengabaikan kualitas. Koloni Lebah tidak hanya mampu bekerja sama dengan Lebah yang lainnya (kelompoknya), tetapi juga mampu memberikan hasil atau kualitas terbaik mereka. Saya kira itulah salah satu prioritas utama mereka. Bagaimana dengan manusia? Sebagian kecil iya, tetapi lebih dari itu tidak. Karena kecenderungan manusia adalah suka bekerja asal-asalan, yaitu asal dapat gaji dan dapat bekerja, asal sibuk, asal bayar kontrakan atau membiayai kehidupan keluarga, sudah cukup. Bekerja tidak maksimal pasti mendapatkan hasil yang tidak maksimal juga. Hasil yang tidak maksimal hanya bisa merugikan. Orang-orang yang demikian adalah orang-orang yang suka mengabaikan kualitas terbaik. Sehingga akibatnya, mereka kehilangan kepercayaan dari yang lainnya.
3. Tanggung jawab dan tahu diri (bertanggung jawab penuh)
Selanjutnya, tanggung jawab dan tahu diri juga dijunjung tinggi oleh setiap Lebah. Umumnya, koloni Lebah madu terdiri dari Lebah pekerja, pejantan, dan ratu, dan masing-masing dari mereka bekerja sama dengan sangat tertib, tanpa ada dengki, iri hati, cemburu, apalagi mengambil alih yang bukan bagiannya. Tetapi mereka menyadari betul (tahu diri), bahwa mereka telah melakukan semuanya dengan penuh tanggung jawab, dan sesuai dengan keahlian masing-masing di bidangnya. Harun Yahya adalah seorang cendekiawan asal Turkey menggambarkan dengan sangat detail, cara kerja Lebah madu. Dia mengatakan, bahwa Lebah pekerja bertanggung jawab penuh untuk memeriksa sel-sel tempat penyimpan makanan, sel-sel yang akan digunakan Lebah ratu. Lebih jauh lagi, Lebah-lebah tersebut juga mengatur temperatur atau kelembaban di dalam sarang. Bahkan jika diperlukan mereka menggunakan kipasan sayapnya.
4. Teliti dan Inisiatif tinggi
Hal mengagumkan lainnya yang diperlihatkan oleh Lebah madu adalah mereka membangun kantong-kantong madu dengan sangat rapi, mereka membangunnya dari titik-titik yang berbeda-beda. Ratusan dan bahkan ribuan Lebah membangun dan menyusun rumahnya dengan sangat teliti, yaitu mulai dari tiga atau empat titik awal yang berbeda-beda hingga semuanya bertemu di tengah atau menghasilkan sarang yang utuh. Karena begitu telitinya, setikit pun kesalahan tidak tampak. Dengan hikmat, kecerdasan, kepintaran yang diberikan oleh Sang Pencipta, merea dapat memperhitungkan besar sudut antara rongga yang satu dengan yang lainnya. Bahkan Harun Yahya mengatakan, satu rongga dengan rongga dibelakangnya selalu dibangun dengan kemiringan 13 derajat dari bidang datar. Dengan demikian, kedua sisi rongga berada pada posisi miring ke atas yang bisa mencegah agar madu tidak mengalir dan tumpah. Tidak hanya teliti, mereka juga memiliki inisiatif yang tinggi dalam bekerja, yaitu tanpa harus diperintah atau disuruh-suruh mereka melakukan semua pekerjaan sesuai kesadaran tanggung jawab pribadi. Sungguh menakjubkan.
5. Kebersihan
Kebersihan sarang sangatlah penting bagi kesehatan para Lebah, terutama ratu dan larva dalam koloni. Lebah pekerja membuang seluruh bahan yang sudah tidak berguna atau berlebih yang ada dalam sarang. Ini memperlihatkan dengan gamblang, bahwa setap saat (siang dan malam) mereka selalu mengontrol keadaan sarang. Bahkan jika ada serangga penyusup yang tidak mampu mereka keluarkan dari sarang harus dibunuh terlebih dahulu, setelah mereka membungkus dan mengawetkannya dengan Propolis (menyerupai pembalseman mayat). Propolis adalah suatu bahan istimewa yang sifatnya anti bakteri sehingga sangat baik digunakan sebagai pengawet. Padahal Propolis adalah bahan yang hanya dapat dihasilkan dalam kondisi laboratorium dengan teknologi dan tingkat pengetahuan ilmu kimia yang cukup tinggi. Tetapi Lebah sama sekali tidak mempunyai pengetahuan tentang ini, apalagi laboratorium dalam tubuhnya. Lalu dari mana mereka bisa tahu bahwa itu Propolis yang fungsinya untuk mengawetkan? Silahkan jawab sendiri! Saya hanya berusaha mencari jawab mengenai siapa yang ada di balik kehidupan mereka.
6. Komunikasi yang baik
Proses mengisi kantong-kantong madu yang telah tersedia pasti sangat melelahkan, yaitu di mana para Lebah pekerja harus mengumpulkan cairan manis dari bunga-bunga. Ini bukanlah suatu tugas ringan yang harus mereka kerjakan, hasil penilitian ilmiah terkini mengatakan, banhwa untuk memproduksi setengan (½) kilogram madu, para Lebah pekerja harus mengunjungi sekitar 4 juta kuntum bunga! Bagaimana mereka dapat menemukan bunga-bunga di dalam ruangan dunia yang sangat luas? Mengapa mereka tidak pernah tersesat saat kembali ke sarang? Bagaimana mereka datap membedakan bunga yang beracun dan yang tidak? Bagaimana teman-temannya yang lain bisa mengetahui bahwa di sana ada sumber bunga?
Hasil penelitian ilmiah membuktikan, bahwa ketika seekor Lebah menemukan sumber bunga, maka tugas berikutnya adalah kembali ke sarang dan memberi tahu Lebah-lebah lain di mana lokasi bunga yang lainnya. Selanjutnya, setiap Lebah harus membiarkan teman-temannya menguji kualitas sari bunga dengan cara mencicipinya terlebih dahulu sebelum dibawa ke sarang. Selanjutnya, Lebah juga menunjukan arah atau sumber bunga yang baik dan berkualitas dengan cara menari dan mengoyangkan badannya di tengah sarang. Sungguh cara yang sangat unik dan sulit untuk dipercaya. Hasil sebuah penelitian di California yang telah teruji mengatakan, bahwa setiap gerakan, yaitu lama dan jumlah gerakan dalam tarian tersebut memberikan makna atau informasi yang sangat penting dan berharga bagi Lebah yang lainnya. Bahkan dikatakan, bahwa Lebah pemandu tidak hanya menunjukkan arah sumber bunga, tetapi juga memberi tahu jarak tempat di mana bunga itu ada. Sungguh cara berkomunikasi yang unik, mencengangkan, meskipun sulit dipercaya!
Kembali pada pertanyaan awal di atas, yaitu apakah perbedaan antara anggota DPR dan Lebah madu? Paling tidak ada beberapa perbedaan mendasar yang harus kita akui secara jujur:
Lebah madu pasti menghasilkan madu, sedangkan anggota DPR menghasilkan racun untuk membunuh rakyat lemah (lemah secara ekonomi maupun hukum) secara perlahan-lahan.
Lebah madu bekerja sama untuk tujuan mulia, demi kepentingan bersama untuk menuju masa depan yang lebih baik. Sedangkan anggota DPR bekerja sama untuk tujuan yang bobrok, yaitu berusaha menjarah dan menindas rakyat jelata. Semaksimal mungkin mereka bekerja sama untuk sebuah tujuan, yaitu korupsi. Mereka menuntut kewajiban rakyat, tetapi mengabaikan tanggung jawab.
Fokus utama Lebah madu adalah bekerja untuk menghasilkan kualitas terbaik. Sedangkan anggota DPR berfokus pada cara-cara korupsi, memperkaya diri, menipulasi masyarakat, menghabiskan uang masyarakat untuk pembangunan gedung DPR, tidur saat siding soal rakyat, menonton film porno dan seterusnya.
Lebah madu bekerja dengan penuh tanggung jawab dan mereka sadar betul apa yang harus mereka kerjakan (tahu diri). Sedangkan anggota DPR bekerja “harus menunggu perintah”, tidak bertanggung jawab sepenuhnya, dan bahkan tidak tahu diri.
Demi menghasilkan kualitas terbaik, Lebah madu bekerja keras, secara hati-hati dan teliti. Sedangkan anggota DPR bekerja asal-asalan. Lihat saja kasus Century, korupsi dan sebagainya. Opsi-opsi yang ditawarkan pada pembahasan kasus Century adalah cara terbodoh yang pernah saya saksikan di negara saya sendiri (Indonesia).
Lebah madu merasa bangga dengan hasil terbaik yang mereka kerjakan. Sedangkan anggota DPR bangga jika korupsi. Lihat saja di layar telivisi, sambil tersenyum dan tertawa-tawa saat disorot kamera.
Lebah melindungi larva-larva yang bakal menjadi anak-anaknya. Sedangkan anggota DPR melindungi partainya dan membiarkan rakyatnya hidup menderita.
Dst. Apa itu? Sebutkan saja sendiri dalam hati Anda.
Sungguh kasus politik di Indonesia menguras tenaga, pikiran, dan perasaan (perasaan prihatin, emosi dan sebagainya). Kasus korupsi menyeret negara Indonesia ke ambang pintu kehancuran. Kasus korupsi telah meruntuhkan hakikat dan martabat bangsa Indonesia. Selain itu, kasus ketidakadilan juga menjadi pelengkap dan atas masalah-masalah korupsi. Kebohongan telah merobek dan menghianati hati nurani. Hati nuran adalah tempat ketulusan, suara kebenaran, dan belas kasihan. Tetapi kini ditempati oleh kebencian, sakit hati, dendam, kebohongan, dan sifat-sifat kebinatangan lainnya. Tanpa merasa bersalah mereka merampok kekayaan negara untuk kepentingan pribadi. Tidak perduli rakyat mati kelaparan, kurang gizi, menjadi pengamen, gelandanmgan dan melarat, tidak memiliki tempat tinggal karena digusur dan diusir di mana-mana, tidak bisa menikmati pendidikan selayaknya, gedung sekolah pun masih banyak yang tidak diperhatikan.
Selanjutnya, kinerja mereka juga cenderung asal-asalan, sehingga hasilnya pun tidak maksimal. Mereka lupa, bahwa kualitas terbaik itulah yang dapat memperbanjang umur dan membawa mereka menemukan kehidupan yang bermakna, sekalipun mereka telah tiada di kemudian hari. Saya kira itulah yang dijunjung tinggi oleh para pahlawan sebelum tahun 1945 saat itu, tetapi diabaikan saat ini (abad ke-21). Negara Indonesia adalah ibu yang telah melahirkan saya, anda dan semua orang yang hidup di Indonesia. Saya mencintai ibu (bangsa Indonesia), tetapi saya benci dengan sifat-sifat ibu yang suka menindas, korupsi, menelantarkan kami sebagai anak-anakmu. Ibu kandung seharusnya melindungi anak-anaknya, tetapi yang terjadi justru sebaliknya.