Banda Aceh | Lintas Gayo – Inisiator pembangunan berbasis Kawasan wilayahTengah-Tenggara Pedalaman Aceh Nasrulzaman meminta bupati Gayo Lues mengevaluasi kepala Rumah Sakit Umum Gayo Lues terkait rujukan kepada tiga korban bakar yang megakibatkan meninggalnya Sulastri (12) di RSU Datu Beru, Takengon, Senin, 1 April 2013.
“Berpulangnya Sulastri itu memang sudah kehendak yang Kuasa, namun adalah salah kalau Rumah Sakit Umum Gayo Lues merujuk ke Takengon hanya karena alasan kehabisan obat,” kata Nasrulzaman ketika dihubungi Lintas Gayo di Banda Aceh, Senin (1/4).
Menurutnya,keterlambatan penaganan karena jarak tempuh Gayo Lues ke Takengon memakan waktu sampai 6 Jam. Seharusnya, RS Sakit terdekat ada di Kute Cane, disamping yang dirujuk juga dari keluarga yang tidak mampu.
“Ini keteledoran yang harus dicegah agar tidak terulang lagi,” lanjutnya.
Nasrul mengaku geram mendengar alasan RS Gayo Lues yang kehabisan obat, karena setiap rumah sakit ada managemen stockist, ini membuktikan pelayanan RS Gayo Lues memang buruk.
“Pelayanan buruk rumah sakit Gayo Lues, tentu hanya menjadikan korban dipihak yang miskin,” kata Nasrul yang kini sedang menempuh pendidikan S3 di Solo, Jawa Tengah.
Untuk itu, kata Dosen Universitas Muhammadiyah ini, bupati Gayo Lues Ibnu Hasyim harus segera mengevaluasi kepala Rumah Sakit Gayo Lues, agar pelayanan kesehatan di wilayah itu dapat berjalan dengan baik kedepannya.(atia)
Ini masalah yang sangat sistemik di rumah sakit umum sangir, seringnya kosong obat-obatan, sehingga banyak anggota keluarga pasien yang mengeluh, yang paling kasihan adalah pasien IGD yang masuk tengah malam, kadang untuk sekedar cairan infus saja tidak ada, mau dibeli ke kota Blangkejeren apotik sudah pada tutup semua, kalaupun masih buka banyak keluarga pasien yang miskin sehingga tidak ada kenderaan untuk membelinya ke kota Blangkejeren. Kalau ditanyakan alasannya pengadaan obat belum ditender, kalaupun sudah ditender pada akhir tahun obat pasti kurang. Padahal dalam setiap kesempatan kita selalu menganjurkan untuk pengadaan obat tidak boleh kurang, sebenarnya kalau pihak RS jeli kebutuhan obat dalam satu tahun bisa dilihat dari trend jumlah pasien yang ditangani selama 3 tahun terakhir, kalau memang kebutuhan obat cenderung meningkat maka setiap tahunnya bisa dinaikkan 10 % anggaran pembelian obat untuk tahun berikutnya. Kalau mengenai permasalahan belum tender kita sudah dimudahkan setelah keluarnya Permendagri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, dimana pada salah satu pasalnya dinas terkait dapat menganggarkan dalam bentuk tahun jamak, jadi pengadaan obat dapat dianggarkan lebih dari 1 tahun sekaligus, hal ini untuk mengantisipasi kekurangan obat diawal tahun berjalan, pengadaan tahun jamak difokuskan pada pengadaaan obat, pengadaan bibit, pengadaan pupuk, pengadaan saprodi pertanian… seperti pengadaan saprodi pertanian kalau kita tunggu dulu tender dilakukan, masyarakat sudah panen baru datang pupuk, karena rata-rata tender baru dilakukan pertengahan tahun berjalan, sementara kebutuhan petani awal tahun, sehingga bantuan pemerintah tidak jadi efektif.