NOTASI PUTIH
: Ratu Miftahushalihah
De, hujan dan lampu padam menampal satu persatu wajah keluarga kita. mencipta siluet manis di tembok rumah tempat dulu kau menyembunyikan tangis. dalam gelap sesuatu diam-diam menyekap, tetapi bukan dingin bukan juga pengap.
entah siapa bikin bocah bocah yang lahir dari rahim bidadari bernama ibu, gegas dewasa meningalkan percakapan tentang kekanak, di pundak pangeran berprisai kesabaran bernama abah. hingga sepi di sini menjelma notasi berseling suara batuk atas ranjang renta.
ah… perih ‘makin teruk saat rindu tiba-tiba menghimpit ingatanku padamu, de… bertahun sudah kau menghuni surga dan bertahun kukirimkan doa, sungguh tiada lagi hendak abang menawar jumpa. hanya tak tahu cara tepati janji, merenda pelangi di kamar pendulang airmata, sedang muskil membilas duka sepasang kekasih yang baka.
Kramatwatu, 2013
PEMATANG RINDU
ingatanku tertinggal di lintang pematang
antara berpasang bangau putih berlari riang
dan wangi nasi liwet, kau bawa dalam rantang
segelas teh melati menjadi penutup hidangan
juga sipu ayumu, adinda. kesiup rerumputan
kita menyaksikan ribuan capung berdendang
bawah awan teduh di pucuk padi yang kemuning
hingga hari merangkak senja, kita bergandengan
menyapa ikanikan sungai sebelum malam tutup tirai
jauh sudah akang bertualang menerjang kotakota
tetapi pada waktu gemerincingnya gelang kakimu
belum sempat melarikan diri tertangkap lebih dulu
ah… serasa kutelusuri kembali senandung sawah
dan gerai rambutmu yang membuat lembayung malu
menyeretku pelanpelan, pulang ke pematang rindu
Cilegon, 2011
TENTANG INGATAN
ingatan terkapar di hamparan sawah bongkah
setelah jutaan fitnah menyeret tualang pulang
kembali semburat langit desa hujani saraf otak
wangi nasi liwet dan segelas teh pagi. kini nyeri
apalah lagi mesti kutitimangsakan pada puisi
harihari—hurufhuruf—hasratku terkungkung
dalam kamar mencabar denyar yang memudar
“tentang suka dan duka sejatinya ia nada dasar”
dalam pesakitan ini segalanya telah terlempar
ya, aku lebih dari diam bahkan tak bergumam
erangan menjelma lembaran antologi paling bisu
sedang musik dan bebunyian semayam dalam dadaku
: abstraksi suara membongkar genderang telinga—jiwa!
PBKS, 2013
—
Muhammad Rois Rinaldi, aktif sebagai Ketua Komite Sastra Kota Cilegon-Banten juga mengisi materi di Teras Budaya Kota Cilegon, mengurus Taman Baca Bintang Al-Ihlas Kabupaten Serang-Banten. Kegemarannya di dunia sastra semenjak duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) dan telah meraih puluhan penghargaan membaca dan menulis puisi.
Karyanya-karyanya dimuat dalam Apresiasi dan Reparasi Puisi BPSM jilid 1 dan 2, Majalah Kreativa Jogjakarta, Mingguan Warta Perdana Malaysia, Sastera New Sabah Malaysia, Dampu awang-awang (PM, 2012), Jejak sajak (Jambi, 2012), Requiem Bagi Rocker (Surakarta, 2012), Membaca Indonesia (Sragen, 2012), Pertemuan Penyair Nusantara MPU (Jogjakarta, 2012),BPSM Jilid 1,2 & 3 (BPSM, 2012), Perang Puisi, (Serang-Banten, 2012), Sepasang Angsa (2012), Esai 108 Penyair Indonesia (Hamberan Sayhabana, Banjarmasin), dan lain-lain.