Takengon | Lintas Gayo – Kopi Luwak yang berasal dari kotoran Musang memang selalu saja menjadi momok pembicaraan bagi penikmat kopi, karena cita rasanya yang khas memiliki kenikmatan bagi para pecandu kopi diseluruh dunia.
Disamping itu harganya pun relatif mahal. Namun, tidak semua kopi yang katanya terbaik itu memiliki cita rasa yang khas, butuh keahlian dalam pemrosesan untuk menjadikan kopi ini selalu menjadi incaran peminum kopi.
Bahrul Efendi alias Baron, pemilik usaha Aroma Kopi kepada Lintas Gayo, Senin 6 Mei 2013 ditempat usahanya di Belang Kolak Dua Takengon mengatakan, tidak semua kopi Luwak itu memiliki rasa sebagaimana karakter Luwak sebenarnya.
“Belum tentu, semua kopi yang berasal dari kotoran Musang itu memiliki karakter rasa Luwak sebenarnya, bisa saja rasanya tidak sesuai dengan dengan karakter rasa Luwak itu sendiri”, katanya.
Berdasarkan hasil diskusinya dengan kelompok yang telah memiliki sertifikasi cupping test Kopi, Gayo Cupper Team, hal tersebut disebabkan karena pemrosesan yang salah dilakukan para pengumpul kopi termahal di dunia itu.
“Luwak juga harus diproses dengan cara yang baik, jika ingin mendapat karakter rasa Luwak sebenarnya, jika salah, maka karakter itu akan hilang, sehingga bisa saja Luwak yang tidak diproses dengan baik tidak akan ada pembelinya”, tutur Baron.
Baron menambahkan, kabanyakan masyarakat menganggap semua kopi Luwak itu mahal, sehingga banyak orang mengumpulkannya tanpa memperhatikan proses yang baik dalam pengolahannya.
“Mereka tidak bisa disalahkan, kebanyakan tidak tahu bagaimana cara memprosesnya dengan baik, ada yang datang menjualnya kepada saya setelah saya lihat Luwak yang diantar tidak sesuai cara pengolahannya sehingga saya tidak jadi membelinya, penjual itu binggung, dia menganggap semua kopi Luwak itu mahal, setelah saya jelaskan barulah dia mengerti”, ujar Baron.
Dia melanjutkan, bersedia menampung kopi Luwak jika ada yang ingin menjual kepadanya. “Saya akan membeli sesuai dengan kebutuhan saya, asalkan kopi yang dijual itu sesuai, biasanya saya membeli dengan harga Rp. 45 ribu perkilogramnya,” tutup Baron. (Darmawan Masri)