Sejarah Even PKA Dulu dan PKA Kini

Catatan Jauhari Samalanga*
03

PERSOALAN pelaksanaan Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) ke- 6 tampaknya perlu dikaji serius, mengingat kondisi zaman sudah beralih dan sudah tidak sesuai lagi dengan awal penggagasannya dulu.

Gencarnya promosi pariwisata Aceh melalui Visit Aceh 2013 begitu tampak programnya harus menyebar keseluruh wilayah Aceh, sehingga masing-masing kabupaten dipaksa untuk membuat strategi promosi guna menjaring wisatawan mancanegara dan wisatawan lokal berkunjung.

Dan jelas, even PKA merupakan salah satu mementum yang tepat untuk mengundang wisatawan datang ke Aceh, dan sepatutnya semua daerah bergerak merangsang itu, agar seluruh wilayah Aceh dapat dijangkau, tanpa usaha itu, layak program pariwisata Aceh dihilangkan saja.

Ada beberapa cara yang pantas dilakukan untuk mengembangkan pariwisata serta menaikan pendapatan asli daerah (PAD), salah satunya dengan memfungsikan even PKA dititik-titik strategis, semisal membagi event pada empat wilayah sesuai pembagian wilayah anggaran provinsi, yakni pantai timur Aceh yang menghubungkan Aceh pesisir dari Sigli,Pidie Jaya, Bireuen, Aceh Utara, Kota Lhokseumawe, Aceh Timur, Aceh tamiang, dan Kota Langsa. Wilayah Tengah-Tenggara Pedalaman Aceh yang mewakili Bener Meriah, Aceh Tengah, Gayo Lues, Aceh Tenggara, Aceh Singkil, dan Subulussalam. pantai Barat Selatan yang menggabungkan Aceh Barat,Aceh Jaya, nagan Raya, Aceh barat Daya, Aceh Jaya, Aceh Selatan, Blang Pidie, dan Tapak Tuan. Terakhir Aceh Raya yang merupakan sinergi tiga Kabupaten yakni Aceh Besar, Kot Banda Aceh, dan Kota Sabang.

Kalaulah pembagian itu dilakukan, maka cukup jelas bagaimana penyebaran pariwisatanya, apalagi pelaksanaan PKA sekarang sudah berbeda dengan awal penggagasannya untuk penyatuan masyarakat, karena akses komunikasi satu daerah dengan daerah lainnya sulit. Berbeda dengan situasi kekinian semua informasi dapat didapat dengan cepat, apalagi jalur komunikasi, transportasi, dan akomodasi bukan persoalan lagi.

Maka sepatutnya kepala daerah di kabupaten untuk memikirkan kembali kesertaannya pada PKA-6 di Banda Aceh karena sangat merugikan daerah, apalagi anggaran yang disiapkan untuk PKA tidak sedikit. Yang secara logika bila dilakukan dikawasan sendiri jauh lebih mengangkat seni daerah dan sekaligus bisa menjadi tujuan alternatif turis juga.

Tugas provinsi cukup menjadwal dan membantu penyebaran promosi, dan tentu peristiwa budaya pun menjadi sejarah hebat dengan keberagaman yang dimiliki. Tidak seperti pelaksaan PKA sebelumnya yang sentralistik, lalu hilang begitu saja, padahal seperti pelaksanaan PKA-5 2009 lalu, total anggaran yang dihabiskan untuk PKA mencapai Rp.40.000.000.000,- (empat puluh miliar rupiah)

Sejarah PKA

Tulisan saya yang dimuat harian Serambi Indonesia pada 31 Mei 2009 silam tentang sejarah event Pekan kebudayaan Aceh (PKA), sudah menjelaskan mengapa pertemuan seni seluruh Kabupaten di provinsi Aceh dilakukan. Alasannya 1 saja, yakni sebagai tindak lanjut rehabilitasi Aceh pasca DI/TII tahun 1950-an, dan PKA-1 berlangsung tahun 1958.

Perhelatan itu yang menandai kespakatan mewujudkan keamanan dan pembangunan Aceh. Dan lazim, keberadaan kesenian diperlukan saat situasi politik buruk. Dan Aceh adalah daerah yang paling banyak meninggalkan sejarah ‘politik’ pahit. sehingga PKA I menjadi momentum pemersatu masyarakat. Moment mengangkat kembali budaya yang tercabik-cabik oleh perang. Karenanya, perjalanan PKA-1 menjadi gerakan moral lewat kesenian.

Kembali pada sejarah PKA, gagasan pertama berasal dari Nyak Yusda, kepala SMEA 2 Kutaraja tahun 1958. Gagasan itu lahir setelah keluarpemberitaan ‘pekan kebudayaan Minangkabau’. Setelah itu baru menyebar dan sampai kepada sahabat Tubasya (Pegawai Departemen Penerangan), Said Mucktar (pengusaha), dan Muhammad Z (sahabat Aly Hasyimi). Sejak itulah gagasan tentang PKA tersebar di kalangan tokoh-tokoh Aceh lainnya seperti TA. Talsya, Hamidi AS, Said Abubakar, dan Aly Achmadi. Dan disitulah gagasan ini disampaikan kepada Mayor Teuku Hamzah Bendahara (ketika itu ia Kastaf Peguasa Perang Daerah) dan Teuku Hamzah lantas ditunjuk menjadi ketua umum PKA pertama. Acara berlangsung dua minggu (12-23 Agustus 1958) di Gedung Balai Teuku Umar, Kutaradja, dan dibuka langsung oleh T Hamzah Bendahara dan ditutup oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Prof. Dr. Prijono.

14 tahun kemudian baru digelar PKA-2 pada tanggal 20 Agustus-2 September 1972. Moment itu dibuka Menteri Penerangan H. Bidiardjo, dan ditutup oleh Ibu Tien Soeharto. PKA-3 tahun 1988 di Belang padang, Banda Aceh, PK-4 Desember 2004 di taman Ratu Safiatuddin, dan PKA-5 Agustus 2009 di Tamanratu safiatuddin, dan Insya Allah, September 2013 digelar kembali PKA-6 di Ratu Safiatuddin, Banda Aceh.

Perjalanan Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) dari waktu ke waktu menjadi tidak gereget lagi, lantaran tidak memiliki misi yang sama dengan awal pelaksanaannya, bahkan sejak PKA-4 dan seterusnya yang muncul adalah konflik-konflik baru, semisal pada PKA-4 terkesan dipaksa pemberian anugerah, dan PKA-5 menurun dan tidak profesional, bahkan kontingen Aceh Selatan mengundurkan diri sebagai peserta PKA-5, dan terakhir, jelang PKA-6 ada kesan ikut memicu hubungan kabupaten–terutama yang berada di wilayah Aceh bagian tengah menyangkut kesepakatan para Kadis kebudayaan dan Pariwisata se-Aceh yang meniadakan tari dan musik tradisional, kecuali perlombaan Tari ranup Lampuan, yang kemudian dirubah menjadi festival tari persembahan, serta musik tetap tidak ada.

Sebelumnya, terangkatlah wacana untuk memindahkan lokasi PKAke adaerah secara bergilir, sama seperti event milik provinsi lainnya, namun itu tidak ditanggapi dan tetapi memilih Banda Aceh sebagai tempat yang layak.

*Pemerhati seni budaya, tinggal di Banda Aceh

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

3,627 comments

  1. budayape nge i politik en te sanahmi ngere i politik ni manusieni geh hanade nge isi ni ulu ni manusie ni model e pe nge lagu oya ibebeta mien. Lintas Gayo ni pe kenak e enti olok bermaen orom politik ni si real2 orom prestasi a di kenak e.”harapan orang awam”.