Aneka Ibadah Ramadhan dan Pasca Ramadhan

Oleh : Ghazali Abbas Adan *)

Ghazali Abbas Adan
Ghazali Abbas Adan

“Aku ciptakan jin dan manusia hanyalah agar mereka beribadah kepada Aku. Aku sedikitpun tidak menginginkan rizki dari jin dan manusia. Aku sedikitpun tidak menginginkan mereka memberi makan kepada-Ku”. (Adz-Dzaariyaat, ayat 56-57).

Teks dan makna ayat ini sangat jelas ihwal tujuan Allah menciptakan jin dan manusia, dalam waktu yang bersamaan Allah Jalla Jalaaluh tidak menginginkan dalam bentuk apapun dari makhluk-Nya itu selain semata-mata hanya untuk beribadah kepada-Nya.

Yang menjadi pertanyaan bagaimana perilaku yang harus dilakoni sehingga ia dapat dikategorikan sebagai ibadah kepada Allah Khaaliqu kulli syaik (Maha Pencipta segalanya), sekaligus bukti telah menunaikan kewajiban sesuai tuntutan Allah dari penciptaannya itu.

Sebagai jawaban sekaligus penjelasan dari pertanyaan demikian, berdasarkan beberapa referensi bernash dan mu’tamad, dalam tulisan ini ulontuan mendeskripsikan pengertian/definisi ibadah, syarat-syarat perkataan dan/atau perbuatan bernilai ibadah, serta ibadah-ibadah yang lazim dan sudah ma’ruf diiringingkan bersama ibadah puasa Ramadhan, dan ulontuan menyebutnya aneka ibadah Ramadhan.

Pengertian Ibadah

“Ibadat berasal berasal dari kata ‘abd, artinya adalah “pelayan” dan “budak”. Jadi ibadat berarti “penghambaan” dan “perbudakan”. Bila seseorang yang menjadi budak dari orang lain, melayani tuannya sebagaimana halnya seorang budak, dan bersikap terhadap orang itu sebagaimana terhadap seorang tuan atau majikan, maka perbuatan seperti itu disebut penghambaan dan ibadat. Berlawanan dengan ini, apabila seseorang yang menjadi budak dari orang lain dan juga memperoleh gaji daripadanya, tetapi tidak mau melayaninya sebagaimana seorang budak terhadap tuannya, maka ia dikatakan tidak patuh dan membangkang, atau lebih tepat lagi, hal itu dapat dikatakan sebagai pengkhianatan…

Ibadat itu sebagai penghambaan seumur hidup, untuk tujuan mana anda diciptakan, dan yang telah diperintahkan-Nya kepada anda agar dilaksanakan. Ialah juga bahwa anda mengikuti aturan dan hukum Tuhan dalam hidup anda, dalam setiap langkah dan setiap kondisi, dan melepaskan diri anda dari ikatan setiap hukum yang bertentangan dengan hukum Allah. Setiap gerakan yang anda lakukan haruslah selaras dengan garis-garis yang telah ditentukan Allah bagi anda. Setiap tindakan anda harus sesuai dengan cara yang telah ditentukan Allah. Dengan demikian, maka hidup anda yang anda tempuh dengan cara demikiah inilah yang disebut ibadat”(Abul ‘Ala Maududi, Dasar-dasar Islam, 1984).

Dengan substansi yang sama, dalam redaksi yang lain; “Secara etimologi ibadah itu berarti merendahkah diri serta tunduk. Sedangkan menurut syara’, pertama, taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya sebagaimana  yang digariskan melalui lisan para Rasul-Nya. Kedua, ialah menundukkan diri kepada Allah, yaitu tingkat ketundukan yang paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi. Ketiga, sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah, baik berupa ucapan (aqwaal) atau perbuatan (af-‘aal) yang dlahir maupun yang bathin.

Adalah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah dengan terinci menyatakan, bahwa ibadah itu adalah segala sesuatu yang mancakup semua hal yang dicintai dan diridlai Allah ‘Azza wa Jalla, baik berupa ucapan dan amalan yang tampak dan yang tersembunyi. Maka shalat, zakat, puasa, hajji, berkata benar, menyampaikan amanah, berbakti kepada orang tua, silaturahmi, menepati janji, amar ma’ruf nahi munkar, jihad menghadapi kekafiran, kemunafikan dan kedlaliman, berbuat baik kepada tetangga, anak yatim, orang miskin, ibnu sabil, budak, binatang piaraan, berdoa, berzikir, membaca Al-Quran, dan semisalnya termasuk dalam ibadah”(Google, Definisi, Makna, Pengertian “Ibadah” yang Benar Dalam Islam. Dr Yusuf Al-Qardhawi, Al-‘Ibaadatu fil Islam).

Definisi, makna dan pengertian ibadah seperti ini sekaligus jawaban dan penjelasan terhadap keyakinan dan propaganda yang terkesan sudah dianggap benar dan melambaga selama ini, bahwa yang dikatakan ibadah itu hanya sebatas urusan spiritual dan ritual personal, atau ditambah sedikit dengan urusan sosial kemasyarakatan terbatas (berhad), yang agak sinonim dengan doktrin Islam ala “mufti” kolonialisme Belanda Snouck Hurgronje yang pernah dengan konsisten dilaksanakan rezim orde lama (orla) dan orde baru (orba), dimana Islam ritual personal didukung dan difasilitasi sepenuhnya. Islam sosial kemasyarakatan terbatas dikendali dan diarahakan. Islam politik diberangus dan ditindas habis. Waktu dan ruang dalam kehidupan personal dan publik hanya boleh dibicarakan dan dipraktikkan berkaitan dengan dua hal saja, yakni ritual personal dan sosial kemasyarakatan terbatas.

Syarat-syarat Perbuatan Menjadi Ibadah

Adapun suatu perbuatan, aktifitas dan profesi menjadi ibadah minimal memenuhi syarat-syarat sebagai berikut;pertama, pelakunya merupakan orang-orang beriman, sesuai pernyataan Allah dalam salah satu ayat Quran; ” Siapa saja yang melakukan perbuatan baik dalam statusnya sebagai orang mukmin, baik laki-laki maupun perempuan, Kami pasti memberikan kehidupan yang baik kepadanya. Kami akan memberi balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik daripada amal shalih mereka”(An-Nahl, ayat 97). Kedua, dilakukan karena dan mengharap ridha Allah serta dalam ketaqwaan; “Adapun orang-orang yang merelakan dirinya untuk mencari keridhaan Allah, maka Allah Maha Pemurah kepada-Nya”(Al-Baqarah, ayat 207).”Kebanyakan pembicaraan orang-orang tidak beriman itu tidak ada manfaatnya. Adapun pembicaraan yang bermanfaat yaitu pembicaraan orang yang menyuruh berderma atau menyuruh berbuat ma’ruf atau mendamaikan orang-orang yang berselisih. Siapa saja yang melakukan perbuatan demikian demi mencari keridhaan Allah, Kami akan memberi pahala yang sangat besar kepadanya”(An-Nisa’, ayat 114).”Tolong menolonglah (besatu dan saling mendukung) kalian untuk berbuat kebajikan dan ketaatan (taqwa). Janganlah kalian tolong menolong untuk berbuat dosa (perbuatan tercela) dan permusuhan. Taatlah kepada Allah. Sungguh siksa Allah itu sangat berat”(Al-Maa-idah, ayat 2). Ketiga, dilakukan sesuai ketentuan (sistem) Allah, sekaligus merupakan konsekuensi bagi setiap mukmin;”Tidaklah bagi seorang mukmin laki-laki dan perempuan mengutamakan kemauan sendiri dan meninggalkan keputusan (ketentuan) Allah dan Rasul-Nya dalam menyelesaikan suatu perkara. Siapa saja yang membangkang kepada (sistem) Allah dan Rasul-Nya, sungguh dia sudah jauh tersesat dari sistem Allah”(Al-Ahzaab, ayat 36).”Wahai Muhammad, demi Tuhanmu, orang-orang yang mengaku beriman itu tidak begitu saja dikatakan beriman sehingga mereka mau mengikuti syari’at (sistem) kamu dalam menyelesaikan perselisihan (urusan hidup) di antara mereka, mereka mau dan rela menerima keputusanmu dengan sepenuh hati”(An-Nisa’, ayat 65). Keempat, dilakukan berdasarkan ilmu;”Allah akan melebihkan orang-orang mukmin dan orang-orang yang berilmu di antara kalian beberapa derajat. Allah mengetahui semua perbuatan kalian”(Al-Mujaadilah, ayat 11).

Ibadah-ibadah Ramadhan

Mengacu pada beberapa referensi, rupa-rupa ibadah terdapat dalam bulan Ramadhan, sehingga sesuai konteks ibadah-ibadah itu, Ramadhan diberikan/disebut dengan beberapa nama, selain syahrus shiyam, yakni bulan berpuasa dalam  bentuk menahan diri dari makan dan minum serta hubungan suami isteri sejak terbit fajar sampai terbenam matahari. Diantaranya; pertama, syahrus shabr (bulan kesabaran), ialah sabar dalam ketaatan, menjauhi kemaksiatan. Sabar ketika ditimpa musibah. Kedua, syahrut tarbiyyah (bulan pendidikan), ialah mendidik disiplin waktu dan menepati janji dalam melakoni berbagai profesi di panggung kehidupan. Ketiga, syahrul jihad (bulan jihad). Pada masa Rasulullah beberapa peperangan terjadi pada bulan Ramadhan, dan semua peperangan itu dimenangi kaum muslimin, seperti perang Badr Kubra, Futuh Makkah, perang Tabuk. Demikian pula perang-perang pasca kehidupan Rasulullah, seperti, perang penaklukan Persia (Qadisiyah), penaklukan Andalusia oleh Thariq bin Ziad dan pasukannya. Pasukan kaum muslimin dibawah pimpinan Shalahuddin Al-Ayyubi mengalahkan tentara shalib. Dalam konteks yang permanen di segala ruang dan waktu adalah jihad melawan hawa nafsu hedonistik, rakus, arogan, angkuh yang selalu menyuruh kepada kejahatan dan kedlaliman (annafsul ammaaratu bissuu’) yang ada dalam diri sendiri dan/atau dalam diri siapapun di sekitarnya. Keempat, syahrul Quran, yakni bulan turunnya Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan rinci tentang petunjuk itu. Al-Quran menjadi pembeda antara yang hak dengan yang batil, ma’ruf dan munkar, halal dan haram, ihsan dan fasad. Bagi kaum muslimin dalam segala ruang dan waktu wajib menjadikannya sebagai way of life. Kelima, syahrul ukhuwwah (bulan persaudaraan dan kebersamaan), yakni membuhulkan persaudaraan dan kebersamaan dalam hal buka puasa bersama (ifthar jama-‘i), shalat berjamaah,  juga  dengan berani, tegas dan transparan bersama-sama, bersatu padu serta saling mendukung  melakukan amar ma’ruf nahi munkar, menegakkan kebenaran dan keadilan, menentang segala bentuk kemunafikan dan kedlaliman. Keenam, syharur rahmah (bulan kasih sayang), yakni menebar rasa kasih sayang antara sesama manusia (al-aadamiyyin), juga kepada alam raya. Ketujuh syahrul futuh (bulan kemenangan), yakni memenangkan kebaikan atas keburukan, haq atas batil, menang menjadi muhsinin, penebar kabajikan dan kemaslahatan, serta menang melawan mufsidin, perusak dan pengacau (tukang peukacho ie) dan bikin ulah dalam kehidupan masyarakat. Kedelapan, syahrus salam (bulan keamanan dan kedamaian), ialah bulan dimana keamanan dan kedamaian harus diwujudkan dalam diri, keluarga dan masyarakat. Dan apabila ia sudah terwujud dalam teritori dengan skala apapun , maka teritori yang demikian disebut “darussalam”.

Dalam Al-Quran terdapat kata “darussalam”, yakni negeri akhirat yang penuh keamanan dan kedamaian, tempat tinggal orang-orang beriman yang selama hidup dunia konsisten di atas sistem Islam (Al-An’am, ayat 126-127).

Adalah Dr Muhammad Sulaiaman Al-Asyqar dalam Tafsirnya Zubdah At-Tafsir min Fath Al-Qadir menafsirkan “darussalam” sebagai kondisi dan suasana penuh keamanan dan kedamaian, tidak ada kedlaliman dan kebencian (aaminiina min kulli dlulmin wa kulli makruuh). Apabila kita menyebut Aceh Darussalam, berarti Aceh yang aman, damai, tidak ada kedlaliman dan kebencian.

Berdasarkan nama-nama tersebut jelas belaka, sesungguhnya ibadah dalam bulan Ramadhan itu tidak hanya didakwah dan dipraktikkan sebatas spiritual, ritual personal dan sosial kemasyarakatan terbatas, tetapi dalam bulan Ramadhan juga sesuai dengan tuntutan kondisi dan situasi aktual, sejatinya harus didakwah, dianjurkan dan dilaksanakan ibadah-ibadah sebagaimana nama-nama tersebut.

Ibadah Pasca Ramadhan

Mengacu pada definisinya, apa itu ibadah sudah jelas (wadhih) belaka, dan ibadah kita sebagai hamba kepada Allah tidak boleh dilakukan sesuka hati, termasuk dalam kaitannya dengan ruang dan waktu. Tetapi sepanjang hidup sampai dijemput maut, sebagaimana perintah Allah ‘Azza wa Jalla; “Beribadahlah kepada Tuhanmu sampai ajal datang kepadamu” (Al-Hijr, ayat 99).

Adalah aneka ibadah Ramadhan dengan nama-nama tersebut merupakan bagian integral dari ibadah sesuai definisi sebagaimana ulontuan deskripsikan di bagian awal tulisan ini. Berdasarkan pemahaman dan keyakinan seperti ini, maka kewajiban beribadah kepada Allah, termasuk aneka ibadah dengan nama-nama tersebut, dilakukan tidak hanya dalam bulan Ramadhan saja, tetapi juga pasca Ramadhan, seumur hidup (long life ibadah) dalam segala ruang dan waktu. Dengan demikian kita sudah melaksanakan fungsi makhluk/hamba Allah sebagaimana tujuan penciptaannya, yakni hanya untuk beribadah kepada Sang Maha Pencipta, Allah ‘Azza wa Jalla. Wallaahu ‘alamu bashshawaab.

Mantan Anggota DPR-RI, Anggota Majlis Syura Dewan Dakwah Aceh, Ketua Majelis Dakwah Komite Penguatan Aqidah dan Peningkatan Amalan Islam (KPA-PAI) Pemko Banda Aceh. *)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.