Tiga mobil yang membawa putri kopi itu merapat ke Columbia menjelang pukul 9 malam, Selasa (19/4). Mereka baru mendarat seperempat jam lalu dari Jakarta. Dia datang membawa gelar, Runner Up II Putri Kopi Indonesia 2011.
Walau yang datang adalah seorang duta, jauh dari kesan istimewa. Tak ada iringan mobil yang mengikuti, apalagi penjagaan dari kepolisian, juga minim peliputan media. Malam itu, dia hanya ditemani keluarga, team event organizer.
“Pesan kopi aja lah bang, makannya sate matang satu,” ujarnya. Sebagai putri kopi, tentu dia mencoba akrab dengan minuman yang digemari kaum Adam tersebut.
Perempuan tersebut, Khairun Nisa terpilih sebagai juara terbaik 3, dalam event World Queen Of Coffe untuk pemilihan Indonesia, di Ballroom Hotel Mulia, Jakarta 18 April silam. Tapi, bagi sebagian orang Aceh tidaklah tahu, wanita ini adalah duta kopi asal Aceh. Karena, sebelumnya juga ada dua duta lain, yang mengikuti ajang yang sama, dan juga mewakili provinsi Aceh.
Khairunnisa adalah peserta termuda dalam pemilihan di Indonesia. The Atjeh Post diterima dengan tangan terbuka oleh mereka, sejak mendarat dari bandara. Tempat pertemuan di sebuah warung kopi di pinggiran kota, sekadar menceritakan pengalaman.
Malam itu, ia tampil bersahaja. Mengenakan setelan kaus abu-abu berlengan motif bunga, dibalut celana panjang, dan jilbab hijau. Tinggi sekitar 165 sentimeter, Ia kelihatan agak kurus. Tapi, parasnya berbinar dan selalu tersenyum. Tak lupa, ia menyertakan selempang bertuliskan Runner Up II, Putri Kopi Indonesia.
Keceriaannya bukan tanpa alasan. Khairunnisa berhasil menyisihkan puluhan peserta dari 11 provinsi penghasil kopi di Indonesia, dari babak penyisihan, hingga sepuluh besar. Sayang, ia gagal di tiga besar, dan harus mengakui Laskary Andaly Metal Bitticaca dari Provinsi Sulawesi Selatan, dan Ketut Niken Aprilia dari Bali sebagai juara satu, dan dua di final.
Juara Pertama akan dikirim ke Negara Columbia untuk mengikuti World Queen Of Coffe, yang merupakan acara tahunan yang diselenggarakan di negara itu.
“Saingan malahan ada yang mantan peserta Miss Indonesia, dan rata-rata usia kuliah semua. Hanya dua orang yang usia sekolah, dan saya yang paling muda,” ujarnya merendah.
Perempuan yang masa kecilnya dihabiskan di Malaysia itu akan mendapat pendidikan selama delapan bulan, terkait promosi kopi. Karena, tidak tertutup kemungkinan ia akan mewakili Indonesia untuk mengikuti kontes putri kopi internasional di Columbia.
“Tapi saya nggak mengharap sekali untuk ikut kontes tingkat internasional. Ini dapat tiga sudah Alhamdulillah sekali. Lagipula, tahun depan sudah akan ujian nasional. Jadi untuk sekarang saya mau fokus ke sekolah dulu,” jelas siswi kelas dua Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Model, Banda Aceh ini.
Khairunisa mengaku tidak terlalu menggemari kopi. Tapi, untuk mengikuti kontes Putri Kopi, tentu dia harus tahu seluk-beluk kopi, khususnya kopi Aceh. “Persiapan saya, ya dengan searching internet,” jelas dara 16 tahun ini.
Saat proses pemilihan sejak 15 – 18 April di Jakarta, Khairunnisa tidak hanya promosi kopi Aceh. Tapi, juga budaya Aceh. “Di sana saya menampilkan tarian Ratoh Jaroe,” katanya.
Keikutsertaan Indonesia dalam pemilihan duta kopi dunia tersebut, disamping untuk mempromosikan produk kopi unggulan Indonesia, juga untuk mengembangkan perdagangan, dan pariwisata Indonesia.
Ini bukanlah di Columbia, negara Ketika hari beranjak malam, musik tumbuh menjadi lebih keras dan para penari profesional akan membujuk Anda untuk terus berdansa. Tapi ini adalah Aceh. Pada sebuah warung kopi bernama ‘Columbia Khupi’. Warung kopi 24 jam, yang terletak di jalan Terminal Baru, Batoh, Lueng Bata, Banda Aceh.
Ketika waktu mendekati pukul 11 malam, Khairunnisa mulai menghabiskan sisa kopi di gelasnya. Dia melirik ke sebelah kiri, ibunya yang kemudian menghadap ke kasir, membayar kopi dan santapan sate matang si buah hati.
Walau gagal mendapat juara pertama, dan belum tentu berangkat ke Columbia sebagai duta kopi, malam itu Khairunnisa terkesan menikmati secangkir kopi di Columbia Kuphi. (Hamzah Hasballah, www.atjehpost.com)