20 Sekolah Dampingan USAID di Bener Bisa Menjadi Contoh
Redelong | Lintas Gayo – Pelayanan publik sesuai standar, belum semua intansi pemerintah dan publik mau menerapkanya. Bahkan ada intansi pemerintah yang masih alergi bila kegiatan mereka dalam memberikan pelayanan diketahui publik secara mendetil.
“Untuk itu Pers harus berperan dalam mengungkapkan bagaimana pelayanan publik. Hak publik untuk tahu apa saja yang harus mereka ketahui,” sebut Bahtiar Gayo, salah seorang tokoh wartawan di Gayo, memberikan penjelasannya, saat dilangsungkan diskusi warung kopi bersama insan Pers, Selasa (24/6/2014).
Salah satu contoh layanan publik yang Untuk Bener Meriah, sebutnya, ada 20 sekolah yang didampingi Kinerja- USAID. 20 sekolah itu sudah transparan dalam menjalankan aktifitas publik. Masyarakat mengetahui apa yang dilakukan sekolah, apa kekuarangan sekolah, apa tugas guru, kepala sekolah, dan apa kewajiban wali murid dalam memajukan sekolah.
Dari keterangan OMP Pendidikan di Bener Meriah, Gunawan Tawar, jelas Bahtiar Gayo, 20 sekolah di sana yang mereka damping sudah memiliki perubahan dalam memberikan pelayanan publik. Berbeda sebelum dilakukan pendampingan.
20 sekolah yang diharapkan menjadi percontohan itu tersebar di 3 Kecamatan; Untuk kecamatan Bukit, SDN Ponok Gajah, Karang Rejo, Bale Atu, MIN Simpang Tiga, SMP Bukit, dan SD Tingkem. Kecamatan Bandar, SD Mutiara, Blang Jorong, SDN POndok Gajah, SD Paya Ringkel, MIN Janarata dan SMP 1 Bandar. Untuk Kecamatan Wih Pesam, SD Jamur Ujung, SD Pante Raya, SD Gegerung, SD Kebun Baru, Suka Makmur, Simpang Balek, SMP2 Wih Pesan dan MtsN Wih Pesam.
SD Paya Ringkel misalnya, kepala sekolah selain menyediakan kotak layanan untuk pengaduan, juga menerima pengaduan resmi via sms di HPnya.
“Bagaimana pelayanan yang diberikan guru, apa kekurangan murid, bagaimana sebaiknya diadakan dialog antara guru, kepala sekolah dan wali murid. Ada forum resmi untuk menjembatani beragam persoalan sekolah di sana,” jelasnya.
Selama ini ada yang meributkan dana BOS, sekarang tidak lagi karena sudah dilakukan secara transparan. “Dalam dana BOS ini apakah dana itu cukup? Untuk apa saja digunakan, lantas kekurangannya bagaimana diatasi agar pelayanan memenuhi standar maksimal.”
Dengan adanya keterbukaan itu, para wali murid menyadari apa yang harus mereka lakukan untuk membantu sekolah agar anak mereka mendapatkan pelayanan dengan baik.
“Karena mengharapkan dana BOS sepenuhnya sudah pasti dana itu tidak cukup untuk opersional murid. Bila tidak cukup apa upaya. Keterbukaan ini yang dibangun, sehingga beragam kebutuhan sekolah, mulai dari proses belajar sampai memenuhi kebutuhan anak murid dapat dipenuhi,” sebutnya.
Ini salah satu contoh layanan publik yang bagus, karena warga negera berhak tahu apa yang menjadi hak mereka. Namun bagaimana dengan pelayanan publik lainnya, apakah juga transparan kepada publik. Bila belum transparan, tugas wartawan membantunya, mengangkat persoalan ini,” sebut Bahtiar. (LG 010/ Karmiadi JW)