Takengon | Lintas Gayo – Lagi-lagi aktifitas proyek galian-C di kawasan Kala Ili Kecamatan Linge Aceh Tengah menuai sorotan.
Setelah pernah disegel oleh pemerintah daerah setempat karena bermasalah dengan perizinan, kali ini, warga mendatangi pihak pengelola galian-C tersebut untuk meminta pertanggung jawaban atas kerusakan pada ruas jalan kecamatan.
Kerusakan jalan terjadi akibat selama setahun terakhir dilalui oleh truck-truck bermuatan besar pengangkut bahan material, yang dihasilkan oleh aktifitas galian-C tersebut. Warga merasa kondisi itu sangat mengganggu kenyamanan dan menghambat aktifitas mereka sehari-hari.
Akibatnya, warga 5 desa se Kecamatan Linge secara bersama-sama mendatangi pihak pengelola galian-C tersebut, pada Minggu (7/12). Kedatangan warga turut didampingi aktivis Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Gayo, untuk memastikan agar pihak pengelola galian-C menghentikan sementara aktifitasnya, sampai menemui kesepakatan untuk bertanggungjawab atas kerusakan jalan yang terjadi.
Kedatangan warga diterima oleh pihak pengelola di lokasi basecamp PT Nindya Karya (NK) selaku pelaksana proyek Aceh Reconstruction Project untuk peningkatan jalan sepanjang 34 kilometer, mulai dari Sipang Kraft – Batas Aceh Tengah, yang didanai oleh Jepang.
Perusahaan ini pula yang sekarang menguasai pengelolaan galian-C di kawasan Kala Ili, yang aktifitasnya telah berimbas pada kerusakan jalan kecamatan, yang sehari-hari digunakan oleh warga setempat.
“Ada jembatan yang putus dan itu yang paling mendesak untuk segera dilakukan perbaikan. Masyarakat meminta agar perbaikan untuk jembatan ini sudah dimulai pada Senin (8/12),” kata Reje Kampung Jamat, Rijalwansyah, kepada Rakyat Aceh usai melakukan pertemuan bersama Project Manager PT NK, di kawasan Lane Kecamatan Linge, Minggu (8/12).
Kampung Jamat merupakan salah satu kampung di wilayah Kecamatan Linge, yang keseharian masyarakatnya menggunakan sarana jalan yang kini mengalami kerusakan.
Panatuan Rakyat Aceh pada pertemuan yang berlangsung antara warga dan pihak pelaksana proyek, akhirnya menyepakati bahwa kerusakan jalan sepenuhnya menjadi tanggungjawab perusahaaan.
Dalam pertemuan itu, warga yang awam dengan berbagai ketentuan dan regulasi terkait masalah yang dihadapi, sangat terbantu dengan kehadiran GeRAK-Gayo yang turut mendampingi warga dan melakukan advokasi sesuai ketentuan.
Badan Pekerja GeRAK-Gayo, Aramiko Aritonang, mengatakan tidak seharusnya truck bermuatan besar melalui jalan di kawasan tersebut, karena statusnya bukan jalan nasional ataupun jalan provinsi.
“Sebenarnya kita menginginkan agar aktifitas galian-C ini dihentikan. Karena ketentuannya bahwa truck bermuatan besar memang tidak boleh melalui jalan ini. Tapi masyarakat tidak mempermasalahkannya lagi jika pelaksana proyek bersedia untuk memperbaiki kerusakan jalan,” tuturnya.
Aramiko bersama warga tampak tegas meminta agar pihak pelaksana proyek dapat menepati janjinya dan tidak membohongi masyarakat. Aktivis Gayo ini menyebut banyak kasus serupa yang terjadi dan pada akhirnya masyarakat tetap dirugikan.
“Kita khawatir setelah pekerjaan (Proyek) mereka selesai, mereka pergi dan mengabaikan janjinya untuk perbaikkan jalan. Hal seperti ini sudah sering terjadi,” ucap Aramiko.
Project Manager PT NK, Eko Setiyo Kuncoro, dalam pertemuan itu berjanji kepada masyarakat untuk bertanggungjawab sepenuhnya atas kerusakan yang ditimbulkan oleh pekerjaannya. Dia juga tidak membantah pernyataan GeRAK-Gayo yang menyebut bahwa tidak seharusnya truck bermuatan besar melewati jalan di kecamatan tersebut.
“Memang kita akui truck besar tidak boleh lewat jalan ini, karena jalan bisa rusak. Tapi kalau kita perbaiki jalannya, saya rasa kan tidak apa-apa. Karena untuk material yang kita butuhkan cuma ada di kawasan ini,” sebut Eko.
Eko Kuncoro menyatakan pihaknya akan memulai perbaikan dengan membangun kembali jembatan Linge yang putus. Kemudian memprogramkan perbaikan seluruh jalan yang rusak dalam setiap dua kali seminggu.(Rel/LG010)