Dengan tidak merujuk pada UU No.8 Tahun 2015 tentu proses pemilukada di Aceh dan dan Kabupaten/kota lebih demokratis. Hal itu dikuatkan dengan perbedaan persyaratan pasangan calon,seperti halnya telah diuraikan diatas. Praktis bahwa, bila merujuk hal itu bisa saja akan merubah konstelasi politik di level provinsi dan juga pada kab/kota,pada pemilukada Aceh 2017. Dengan merujuk UUPA, secara teknis Calon Independen akan lebih banyak muncul,karena cukup dengan 3%. Juga calon dari parpol pun akan lebih banyak.
Untuk Aceh Tengah, yang 30 Kursi DPRK, dengan merujuk UUPA, bisa saja muncul lebih dari 4 Calon…karena cukup 15 % kursi atau 15 % akumulasi suara syah. Artinya dengan kondisi itu cukup 5 kursi sudah dapat mencalonkan pasangan calon. Minsalkan partai PA;2 Kursi, Gerindra 3 kursi; sudah dapat mengusung 1 pasangan Calon. Bahkan Partai Golkar Bisa saja mengajukan satu pasangan tanpa berkoalisi dengan partai lainnya, karena pada pileg 2014 yang lalu mampu meraup lebih dari 15 % akumulasi suara syah.
Dengan adanya “kemudahan” dalam persyaratan paslon dalam UUPA dipastikan Pemerintah Aceh dan legislator di Aceh akan cenderung lebih merujuk pada UUPA. Karena secara politis jauh lebih mudah dan menguntungkan. Tentu selain itu,UUPA lebih demokratis dan Partisipatif. Lebih dikuatkan lagi, bahwa Perpu No 1 Tahun 2014 pasal 199 juga menguatkan bahwa, UUPA adalah rujukan pemilukada di Aceh, juga di amanah kan lebih lanjut dalam pasal 205A UU No.1 tahun 2015. Perlu diketahui bahwa pasal-pasal dalam UU No.8 Tahun 2015, juga masih mengakomodir beberapa pasal dalam Perpu No.1 Tahun 2014 juga UU No.1 Tahun 2015, dan hal itu semakin menguatkan banyak fihak,secara de’jure Pilkada Aceh adalah Merujuk UUPA…walau mungkin dalam beberapa pasal juga mengakomodir UU No 8 Tahun 2015. Bila tetap ingin memastikan Pemilukada serentak Tahap kedua nasional juga berlaku di Aceh,paling tidak selain mendasarkan pada UUPA, pemilukada di Aceh minimal harus mengakomodir pasal 201 UU No.8 Tahun 2015. Bila sepenuhnya mengacu pada UUPA, maka dipastikan Aceh tidak melaksanakan pilkada serentak seperti halnya jadwal pilkada serentak Tahap Dua nasional.
Guna menghindari kebingunan (yang seharusnya tidak perlu dibingungkan), telah selayaknya fihak-fihak yang berkewenangan dalam pemilukada di Aceh, yaitu Gubernur, DPRA,Bupati dan DPRK di semua wilayah beserta KIP Aceh dan KIP Kabupaten/kota untuk sesegera mungkin mulai melakukan sosialisasi-sosialisasi yang sederhana terkait hal itu. Paling tidak mulai dilakukan penyamaan persepsi terkait hal itu. Karena salahsatu azas Penyelenggaraan Pemilu dalam UU No.15 Tahun 2011 adalah adanya Kepastian Hukum dan Keterbukaan serta terjaminyanya kepentingan rakyat banyak.
Kita semua berharap, proses pilkada Aceh 2017 dapat berlangsung sesuai jadwal, atau bila pun tertunda tidaklah terlalu lama,sehingga proses transisi kepemimpinan baik di level provinsi dan kabupaten/kota dapat berlangsung menjadi lebih baik.
Penulis;Yunadi HR,SIP(Sarjana Ilmu Politik)