Registrasi Nasional : Saatnya Penetapan Cagar Budaya

Jakarta | Lintas Gayo : Sejak Undang Undang No 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya disahkan, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (Kemenbudpar) melalui Direktorat Sejarah dan Purbakala bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia, membuka Registrasi Nasional Cagar Budaya. Masyarakat dapat mendaftarkan benda cagar budaya yang dimiliki ke Pemerintah Kabupaten/Kota setempat, tanpa dipungut biaya.

“Tiap benda cagar budaya adalah sumber sejarah. Agar nilai sejarahnya tetap melekat pada benda tersebut, dibutuhkan sistem registrasi untuk memberikan perlindungan atas benda, situs, maupun kawasan cagar budaya, kata Junus Satrio Atmodjo, Direktur Peninggalan Purbakala Ditjen Sejarah dan Purbakala Kemenbudpar,” beberapa waktu lalu.

Berdasarkan definisinya, Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.

Cagar Budaya dapat dikategorikan sebagai barang antik, barang kuno, barang purbakala, dan sesuatu yang dibuat oleh orang terdahulu. Setelah melakukan registrasi, cagar budaya akan diuji kelayakannya sebagai cagar budaya atau bukan cagar budaya, oleh Tim Ahli yang sudah disertifikasi. “Tidak semua benda bisa disebut sebagai cagar budaya. Jangan mentang-mentang ditemukan sebuah keramik di dasar laut, lalu disebut sebagai benda cagar budaya,” ujar Junus.

Jika demikian, Tim Ahli dapat memberi rekomendasi Pemerintah Daerah untuk menghapus daftar benda yang telah dinyatakan bukan Cagar Budaya. Namun, jika benda yang didaftarkan termasuk dalam cagar budaya, Pemerintah akan mengeluarkan Surat Kepemilikan bagi perorangan yang telah meregistrasi cagar budaya. Masyarakat tak perlu khawatir benda cagar budaya yang dimilikinya akan pindah tangan ke pemerintah. Justru, registrasi nasional cagar budaya bertujuan melindungi si pemilik dan melestarikan cagar budaya.

Berdasarkan Pasal 5, sebuah benda, bangunan, atau struktur dapat diusulkan sebagai Cagar Budaya jika berusia 50 tahun atau lebih; mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun; memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, atau kebudayaan; dan memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.

Menurut Tony Djubiantono, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional Ditjen Sejarah Purbakala, undang-undang juga membolehkan penetapan objek atau ruang yang belum berusia 50 tahun sebagai cagar budaya, asalkan memiliki nilai penting bagi negara Indonesia yang menjadi simbol pemersatu, kebanggaan jati diri bangsa, dan merupakan peristiwa luar biasa berskala nasional atau dunia.

“Setelah cagar budaya dikaji, Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat melakukan pemeringkatan Cagar Budaya berdasarkan kepentingannya menjadi peringkat nasional, peringkat provinsi, dan peringkat kabupaten/kota berdasarkan rekomendasi Tim Ahli Cagar Budaya,” kata Tony dalam seminar Sosialisasi MP3EI di Balairung Soesilo Soedarman gedung Sapta Pesona Jakarta, Selasa (7/6). Setelah itu, Pemerintah Kabupaten/Kota akan mentransfer data registrasi cagar budaya tersebut ke tingkat propinsi, kemudian ditransfer lagi ke tingkat nasional, untuk dimasukkan dalam sebuah database, yang rencananya bisa diakses oleh masyarakat.

Tony melanjutkan, berdasarkan pasal 44, Cagar Budaya dapat ditetapkan menjadi Cagar Budaya peringkat kabupaten/kota apabila memenuhi syarat: Cagar Budaya yang diutamakan untuk dilestarikan dalam wilayah kabupaten/kota; mewakili masa gaya yang khas; tingkat keterancamannya tinggi; jenisnya sedikit; dan jumlahnya terbatas.

Selanjutnya, berdasarkan pasal 43, Cagar Budaya dapat ditetapkan menjadi Cagar Budaya peringkat provinsi apabila memenuhi syarat: mewakili kepentingan pelestarian Kawasan Cagar Budaya lintas kabupaten/kota; mewakili karya kreatif yang khas dalam wilayah provinsi; langka jenisnya, unik rancangannya, dan sedikit jumlahnya di provinsi; sebagai bukti evolusi peradaban bangsa dan pertukaran budaya lintas wilayah kabupaten/kota, baik yang telah punah maupun yang masih hidup di masyarakat; dan berasosiasi dengan tradisi yang masih berlangsung.

Dan peringkat terakhir, berdasarkan pasal 42, Cagar Budaya dapat ditetapkan menjadi Cagar Budaya peringkat nasional apabila memenuhi syarat sebagai: wujud kesatuan dan persatuan bangsa; karya adiluhung yang mencerminkan kekhasan kebudayaan bangsa Indonesia; Cagar Budaya yang sangat langka jenisnya, unik rancangannya, dan sedikit jumlahnya di Indonesia; bukti evolusi peradaban bangsa serta pertukaran budaya lintas negara dan lintas daerah, baik yang telah punah maupun yang masih hidup di masyarakat; dan contoh penting kawasan permukiman tradisional, lanskap budaya, dan/atau pemanfaatan ruang bersifat khas yang terancam punah.

Pemeringkatan Cagar Budaya tingkat kabupaten/kota akan ditetapkan dengan Keputusan Bupati/Wali Kota, tingkat provinsi dengan Keputusan Gubernur, dan tingkat nasional dengan Keputusan Menteri.

Namun, sifat pemeringkatan dan penetapan ini tidaklah tetap. Cagar Budaya yang tak lagi memenuhi syarat untuk ditetapkan sebagai peringkat nasional, peringkat provinsi, atau peringkat kabupaten/kota dapat dikoreksi peringkatnya berdasarkan rekomendasi Tim Ahli Cagar Budaya di setiap tingkatan. (Pusformas)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.