Takengen| LINTASGAYO. COM – Masyarakat Aceh sontak bagai sedang bermimpi. Mereka terkejut bahkan nyaris tak percaya mendengar kabar “sang pilot” yang Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf, terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK.
Irwandi Yusuf yang pada setiap kesempatan berpidato selalu menyuarakan “mazhab Hana Fee” (tiada fee) – maksudnya haram menerima fee untuk segala proyek APBA maupun APBN, ternyata berbeda dari kenyataan.
Setahun lalu, tepatnya Senin (2/7/2017), ketika melantik pasangan Bupati/Wakil Bupati Aceh Tenggara periode 2017 – 2022, Raidin Pinim dan Bukhari di gedung DPRK di Kutacane, Gubernur Irwandi Yusuf dengan suara tegas menekankan agar para pejabat di Aceh menghindari prilaku korupsi.
“Jangan sampai terjadi OTT (Operasi Tangkap Tangan – red) oleh KPK seperti yang sering kita baca di surat kabar. Ini saya ingatkan untuk diri saya pribadi, serta seluruh bupati dan wakil bupati di Aceh. Kita memakai mazhab hana fee. Artinya tidak ada fee proyek dan hindari nepotisme dengan pengusaha,” kata Irwandi Yusuf dengan suara tegas.
Ucapan yang sama juga diulangi kembali oleh Gubernur Aceh ini saat melantik Bupati/Wakil Bupati Gayo Lues, Muhammad Amru dan Said Sani, di gedung DPRK di Blangkejeren, keesokan harinya, Selasa (3/7/2017). “Saya ingatkan kembali, jangan ada fee – fee proyek. Jangan takut kalau ada yang melakukan intimidasi untuk minta proyek. Lapor kepada saya,” ujar Irwandi ketika itu.
Hanna Fee sebuah Ironi
Pada Selasa malam (2/7/2018) sekira pukul 19.30 Wib, di Pendopo Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf – “ penggagas faham hana fee” itu dijemput oleh sejumlah penyidik KPK dan langsung dibawa ke Mapolda Aceh.
Informasi itu dengan cepat tersebar luas di media sosial facebook maupun jejaring sosial group Whatsapp. Awalnya tentu saja informasi ini dikira hoax atau kabar bohong. Serasa bagai tak mungkin seorang figur yang tampak begitu lantang menyuarakan “hana fee” itu tersangkut kasus dengan KPK, yang sudah tentu kalau sudah urusan KPK, muaranya tentu ke masalah korupsi.
Namun tidak lama kemudian informasi ini semakin menyebar dan dikuatkan dengan pemberitaan di media-media lokal Aceh dan media nasional dengan tampilan foto Irwandi Yusuf sedang berada di salah satu ruangan penyidik Ditreskrimsus Polda Aceh.
Bersamaan dengan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf, KPK juga menangkap Bupati Bener Meriah Ahmadi atas perkara yang sama. Menurut KPK, dua kepala daerah ini terkena OTT kasus fee proyek dana Otsus di Bener Meriah. KPK juga menangkap 8 orang lainnya. Kini Irwandi Yusuf dan Ahmadi sudah resmi menjadi tahanan KPK paska ditetapkan sebagai tersangka.
Belum setahun Irwandi Yusuf menjabat Gubernur Aceh. Namun selama kepemimpinannya, “sang pilot” ini mengeluarkan beberapa kebijakan controversial, diantaranya Qanun pemindahan hukum jinayat ke Lembaga Pemasyarakat dan kebijakan tentang Pergub APBA Aceh 2018.
Di masa kepemimpinan Irwandi yang masih baru di periode ini, hubungan eksekutif dan legislatif (DPRA) tidak harmonis. Gubernur yang hobi menerbangkan pesawat kecil berkapasitas 2 orang ini, lebih memilik mengeluarkan Pergub APBA 2018 ketimbang bernegosiasi dengan DPRA.
Inilah benang merah yang menjadi dasar hubungan Irwandi Yusuf dengan DPRA tidak harmonis. Bahkan DPRA saat ini mulai menggunakan haknya, yaitu hak interpelasi untuk menentang kebijakan yang telah diambil Gubernur Aceh tersebut.
Tapi begitulah “sang pilot” Irwandi Yusuf. Dia memilih untuk menerbangkan “pesawat”nya sendiran meski kemudian pesawatnya tersbut rusak dan membutuhkan perbaikan para teknisi. Keberanian Irwandi ini pula yang justeru membawanya “jatuh” ke dasar laut yang begitu dalam, yaitu ruang tahanan KPK. Hanna Fee kiranya hanyalah sebuah ironi atau kedustaan belaka. (aldin nl/gito r/waspadaaceh.com)