Takengon | Lintasgayo.com– Kalau para wisatawan sudah pernah datang ke Dataran Tinggi Gayo, Kabupaten Aceh Tengah, pasti destinasi pertama adalah Wisata Danau Lut Tawar, Bur Telenge (Bur Gayo), cafe kopi, Arung Jeram dan wahana-wahana wisata lainnya.
Oleh-oleh yang dibawa pulang untuk saudara, teman, dan keluarga tentu Kopi Arabica Gayo dan Depik (ikan khas Danau Lut Tawar). Kali ini saya merekomendasikan para wisatawan semua untuk mencicipi Buah Jeruk Asli Gayo bernama Jeruk Keprok.
Sebagai bahan tambahan informasi Jeruk ini adalah Jeruk dengan Varian Terbaik se-Indonesia karena pernah menjadi Raja Kontes Buah Nasional pada tahun 1995, bahkan Pemerintah Indonesia melalu Kementrian Pertanian telah menerbitkan surat keasliannya sebagai buah-buahan Asli Gayo.
Jeruk Keprok Gayo, tak bisa lepas dari sosok Maestro petani jeruk keprok Wiknyo (65), warga Kampung Paya Tumpi, Kecamatan Kebayakan, Kabupaten Aceh Tengah. Meski hanya lulusan STM Pertanian, tetapi pengetahuannya tentang Jeruk Keprok Gayo tak perlu diragukan lagi.
Mengikuti jejak sang ayah, Wignyo mulai belajar dan menggeluti budidaya jeruk Keprok Gayo sejak tahun 1960. Puluhan tahun bergelut dengan salah satu komoditas unggulan di dataran tinggi Gayo itu, membuat sebagian orang menjulukinya dengan gelar Sang ‘Maestro’ Jeruk Keprok Gayo.
Julukan itu cukup berasalan, karena Wignyo memang memahami betul tentang Jeruk Keprok Gayo mulai dari hulu hingga hilir. Selain fokus terhadap pengembangan Jeruk Keprok Gayo, Wignyo juga konsen terhadap pengembangan beberapa jenis tanaman lain.
Dijumpai lintas lintasgayo.com di rumahnya, kediamannya yang berada di kawasan Kampung Paya Tumpi induk, Kecamatan Kebayakan, minggu 12/7/2020, Wignyo memaparkan berbagai hal tentang Jeruk Keprok Gayo.
Mulai dari sejarah, hingga perkembangan terkini tentang keberadaan Jeruk Keprok yang menjadi kebanggaan warga Gayo itu. Wignyo menyambut lintasgayo.com dan wisatawan dari luar daerah di rumahnya yang sederhana pada Minggu,(12/7/20).
Ia juga mengajak lintasgayo.com mengelilingi kebun kopi yang diselingi pohon Jeruk Keprok setinggi hampir dua meter.
Buah Jeruk Keprok Gayo berukuran hampir sebesar kepalan tangan orang dewasa tampak bergantungan dan mengayun di antara cabang-cabangnya dan daun jeruk. Sebagian kulit buahnya sudah mulai menguning. Ranting-rantingnya melengkung, seakan tak kuasa menahan untukmemetik buah jeruk keprok yang bergelantungan.
“Enti mulo i poto ku uken mulo doran kanti gure motoe (saya buka dulu jaringnya, biar enak difoto,) ujar Wignyo lintasgayo.com dan wisatawan membuka pelindung buah jeruk.” Katanya.
Meski hanya beberapa batang jeruk keprok, namun Jeruk Keprok Gayo milik Wignyo, memang memiliki kualitas super. Melihatnya bergantungan memancing selera ingin memetik dan mencicipi buah Jeruk keprok langsung.
Setelah beberapa saat ‘berwisata’ di kebun Jeruk Keprok Gayo, dengan sederet penjelasan dari Sang ‘maestro’ Wignyo, cerita berlanjut ke beranda jamur empus (gubuk kebun).
Berdasarkan penuturan para orang tuanya, Jeruk Keprok ini ditanam pertama kali pada awal tahun 1920. Selanjutnya di tahun 1924, pengusaha kebun kopi Arabika Belanda membawa bibit Jeruk Keprok untuk di tanaman di pekarangan rumah di kawasan Desa Bergendal, dan Redines.
Diceritakan Wignyo, Jeruk Keprok yang awalnya hanya untuk tanaman pekarangan, akhirnya mulai berkembang. Bahkan di tahun-tahun selanjutnya, jeruk tersebut dikembangkan di kawasan Desa Blang Kolak I dan Blang Kolak II, Kota Takengon. Pada awal 1940, mulailah dibuat semacam pembibitan di Komplek SMPN 1 Takengon.
Namun proses pembibitan sempat terbengkalai di tahun 1942-1945 seiring dengan hengkangnya Belanda dari Tanah Gayo. Pengembangan Jeruk Keprok kembali terpuruk pada masa konflik DI TII di tahun 1954, karena pembibitan telantar dan tidak terurus.
“Pada saat itu, ada warga yang sudah menanam di pekarangan rumah-rumah mereka. Makanya Jeruk Keprok ini, bisa terus berkembang,” kenang Wignyo.
Untuk diketahui, di tahun 1960 budidaya jeruk keprok kembali berkembang. Bahkan pada tahun 1976 masuk program unggulan pada Dinas Pertanian Rakyat masa itu. (Irwan Yoga/FG)