Drs. Jamhuri, MA*
Sebuah foto terpampang di media online www.lovegayo.com, tanggal 1/7/2011 ada selembar kertas, di atasnya bertuliskan “KOMISI INDEPENDEN PEMILU” pada baris keduanya bertulis “Kabupaten Aceh Tengah”, disebelah kiri atas terlihat lambang burung Garuda dengan campuran warna merah putih. Tulisan selanjutnya menunjukkan banyaknya jumlah calon Bupati dan calon wakil Bupati yang akan maju dalam Pemilukada yang tidak lama lagi akan diadakan.
Koran Serambi Indonesia juga menyebut nama-nama calon Bupati dan calon Wakil Bupati untuk Kabupaten Bener Meriah, yang jumlahnya tidak sebanyak calon yang ada di Aceh Tengah.
Dari nama-nama yang tertulis ada beberapa orang yang saya kenal, mereka adalah kawan saya di dalam forum diskusi “Kunul Murum” di Banda Aceh, narasumber dalam acara “Keberni Gayo” di Aceh TV, kami banyak bercerita tentang Gayo bukan hanya Aceh Tengah, Bener Meriah, Gayo Lues, Aceh Tenggara. Tapi juga Gayo Serbe Jadi dan Gayo Kalul.
Semua mereka ketika ingin maju menjadi calon Bupati dan Wakil berdiskusi dalam satu forum, terkadang berdiskusi secara terpisah dengan saya. Dari situ saya tahu bahwa mereka semua berniat memperbaiki Aceh Tengan dan Bener Meriah kearah yang lebih baik, ada yang mempunyai program untuk memajukan pendidikan, ada yang ingin memperbaiki kehidupan masyarakat khususnya dalam bidang pertanian, sebagian lagi akan berupaya memanfaatkan keindahan alam Gayo sebagai pusat wisata. Dalam diskusi diantara kami juga berkembang bagaimana budaya Gayo yang selama ini sudah mulai hilang akan digali kembali. Kepada semua mereka selalu saya katakan kalau nanti Tuhan mengizinkan, diantara mereka ada yang terpilih jangan lupa setiap program pembangunan Gayo untuk melibatkan akademisi.
Diantara nama-nama yang tertulis masih ada yang belum nampak, apakah mereka tidak jadi mendaftar atau belum karena memang masih ada waktu dan ada juga yang secara tiba-tiba muncul namanya di media massa.
Karena banyaknya mereka yang saya kenal, terkadang muncul pikiran untung saya tidak mempunyai KTP di tanah kelahiran saya, karena kalau saya harus memilih satu, khawatir aspek yang diperlukan daerah Gayo tidak terjawab, karena program mereka semua baik. Tapi kalau saya pilih semua, orang akan katakan kepada saya tidak ada yang nama dua, tiga atau lebih raja dalam suatu wilayah. Sampai sekarang saya masih yakin bahwa apa saya pikirkan relative sama dengan apa yang ada di benak masyarakat Aceh Tengah dan Bener Meriah ketika melihat banyaknya calon yang maju, dengan berbagai program yang semuanya baik.
Sebagai orang Gayo yang tinggal di luar Gayo dan setiap saat berpikir dan berbicara tentang Gayo berhayal, bahwa pemimpin Gayo adalah orang yang berbadan besar dan berpenampilan gagah, suaranya lantang, berwibaya, punya kharisma. Ciri-ciri itu muncul dari dalam dirinya sebagai seorang pemimpin, bukan pantulan dari siapa-siapa yang melatari dan mengitari mereka. Tapi masih banyak pemimpin yang berbadan mungil, penampilan tidak meyakinkan berhasil memimpin, karena mungkin hayalan itu terlalu ideal, tentu sangat sulit mendapatkannya. Namun saya akan melihatnya dari sisi lain yang juga penting yaitu prilaku, bagaimana selama ini mereka bergaul dengan saya dan dengan orang lain sebagai masyarakat Gayo, memelihara adat Gayo, bertutur sebagaimana layaknya orang Gayo. Melihat prilaku orang tidaklah cukup dalam waktu seminggu, sebulan bahkan setahun. Tapi harus dalam waktu yang lama dan proses panjang.
Masyarakat yang bergaul lama dengan seorang calon tentu jumlahnya tidak banyak, boleh jadi karena luasnya daerah, tidak terbangunnya komunikasi, tidak adanya hubungan kekerabatan dan kekeluargaan atau malah tidak adanya hubungan emosional. Karena itu penilaian prilaku juga walaupun penting tapi tidak mudah.
Tetapi kita yakin, bahwa mereka punya masa lalu. Baik kita lihat sendiri atau kita dengar dari orang lain, yang bisa kita jadikan alasan untuk memilih dan tidak memilih mereka. Pendekatan melalui priklaku bukanlah perbuatan yang ringan, karena itu masih perlu kepada pendekatan dari keadaan wilayah, dalam hal ini adalah daerah Aceh Tengah dan Bener Meriah.
Kondisi Daerah Gayo yang spesifik dahulunya masih beruadara dingin sekarang sudah panas, kopi yang dahulunya belum berpenyakit sekarang sudah ada ulat yang mengancam kehidupan petani, masyarakat yang tinggal di Gayo sudah kehilangan adat dan budaya sebagai identitas diri, tidak lagi memahami syari’at sehingga ketika di tempat lain semua orang berpakaian islami di Gayo tidak, beragama secara ikut-ikutan karena lembaga pendidikan dasar tidak kuat, pergaulan mulai tanpa batas, perceraian menduduki angka yang tinggi disbanding dengan kabupaten lain, minat sekolah sudah mulai berkurang jika dibanding dengan pendahulu mereka. Orientasi kehidupan yang hanya selalu sederhana (apa adanya), dan segudang masalah lagi yang dihadapi Gayo saat ini. Lalu siapa yang cocok diantara mereka yang tertulis namanya di lembaran kertas berlogo KIP dan koran yang selalu di baca orang tersebut mampu memikulnya dan membawanya kepada perubahan.
Ketika kharisma, bentuk badan, suara dan kewibawaan yang dimilki semua calon dalam kategori standar, demikian juga dengan prilaku yang relative sama dengan kebanyakan orang dan tidak mempunyai kelebihan yang bisa dibanggakan. Sedangkan kondisi gayo seperti telah digambarkan sepertinya tidak ada yang mampu membawa kearah perubahan yang lebih baik. Baik ketidak mampuan disebabkan karena keterbatas pendidikan, pengalaman, pengetahuan tentang Gayo. Sehingga ada diantara mereka yang berkata : “saya kan raja, saya punya menteri, punya tenaga ahli, punya masyarakat yang mengatahui apa yang ia butuhkan”.
Para Raja harus ingat banyak sekali perdana menteri dari seorang raja atau kepala Dinas dari seorang bupati ketika kita ajak berbicara pembangunan harus mendapat izin dan persetujuan terlebih dahulu, bukankah semua aliran darah dan denyut nadi dari pemerintahan bermuara pada pencapaian visi dan misai, tapi kenapa ada diantara mereka yang takut mengatakan kebenaran hanya karena menunggu izin. Bukankah kepercayaan untuk mengangkatnya sebagai perpanjangan tangan itu merupakan izin.
Pada hal sebenarnya sang raja boleh jadi menghendaki kemajuan dengan tidak perlu semua harus dikonsultasikan. Namun tidak dinapikan ada juga pembantu raja yang tidak mampu menciptakan pekerjaan dalam mencapai visi dan misi.
Namun untuk mengantisipasi permasalahan itu pasti sudah disiapkan jawabannya dengar berkata : Aceh tengah, Bener Meriah, dan daerah Gayo lain bukan satu-satunya Kabupaten di Indonesia, karena itu kita bisa mengambil contoh dari daerah lain yang lebih baik. Seperti Qanun tentang kesehatan, kebersihan, pengelolaan lingkungan dan lain-lain, karena itu tidak perlu khawatir ungkap sang calon raja.
Itulah beberapa pendekatan yang ditawarkan untuk memilih siapa yang menjadi Reje di tanah warisan Reje Linge.
*Dosen Fak. Syari’ah dan Presenter acara Keberni Gayo di Aceh TV Banda Aceh.