Oleh : Drs. Jamhuri, MA*
Menarik untuk dikaji apa yang ditulis saudara Marah Halim dalam lovegayo (07) tentang 5 W + 1 H bagi pemimpin Gayo, tulisan ini selalnjutnya di tanggapi oleh saudara Ihwan ussufa, bahwa kepemimpinan itu tidak memerlukan adanya kajian akademisi atau pertanyaan pada diri sendiri karena banyak jalan untuk menuju kekuasaan, seperti yang dilakukan oleh saudara MH. Karena menurut IU kepemimpinan itu ada di telunjuk seseorang, artinya apa yang ditunjuk oleh pemimpin itulah yang harus dijalankan dan siapapun mesti mematuhinya.
Sedang menurut saudara MH 5 W + 1 H, merupakan hal yang penting dalam mencapai keberhasilan , tapi kalau hal tersebut tidak dimiliki sebaiknya maka tidak perlu maju.
Berangkat dari dua metode berpikir dalam menyikapi kepemimpinan di suatu daerah, termasuk didalamnya wilayah Gayo, saya teringat dengan pemahaman ulama terhadap firman Allah “yad Allah fauqa aidihim” terjemahan kalimat ini secara literlek adalah “tangan tuhan di atas tangan mereka (al-Fath : 10)”. Dalam banyak kitab tafsir diterjemahkan dengan “al-Qudrah” dalam arti khusus kekuasaan, dan arti lebih umumnya termasuk “al-Mahabbah” artinya kasih sayah (Al-Karami al-Maqdisi, Aqawil as-Saqqat, I : 149).
Karena ayat ini berhubungan dengan makna mutasyabih, maka walaupun bagaimana ulama memahaminya tetaplah tidak sampai kepada makna yang sebenarnya seperti yang dikehendaki Allah, Dr. Muhammad bin Abdurrahman al-Khamis (I’tiqad al-Aimmah al-‘Arba’ah 1 : 6), memahami bahwa makna “al-yad” tidaklah sama dengan “al-yad” yang ada pada makhluq.
Pemahaman terhadap kata ini dalam kaitannya dengan peran manusia sebagai penafsir firman Tuhan, maka kata “al-yad” yang berarti kekuasaan identik dengan kekuatan yang ada pada fisik seseorang dan lebih khusus disimbulkan dengan tangan. Dalam sejarah kehidupan manusia kita lihat bahwa orang yang berkuasa adalah orang yang dapat menguasai orang lain dengan menggunakan tangannya.
Kemegahan Negara super Power adalah karena dengan kemampuan senjatanya dapat menaklukan Negara-negara lain yang ada di dunia dengan senjatanya.
Umar bin Khattab adalah penguasa Islam yang digolongkan kepada 100 tokoh dunia, dalam riwayatnya banyak ditulis oleh sejarawan banwa ia adalah orang yang gagah perkasa, yang sebelum masuk Islam pernah membunuh anaknya sendiri. Hitler adalah penguasa Jerman yang kejam dan dapat membunuh orang banyak, sehingga ia dikenang. Suharto pada masa orde baru dapat berkuasa selama 30 tahun, karena ia sanggup membuat orang Indonesia tidak bisa berbicara bebas.
Kekuatan untuk berkuasa dapat dikelompokkan kepada dua, pertama kekuatan individual penguasa itu sendiri. Kedua adalah kekuatan organisasi atau kekuatan system pada masa berkuasa.
Tapi wujud pemahaman terhadap kekuasaan dari fisik berubah menjadi kekuasaan materi, mereka yang mempunyai kekuatan fisik dijadikan sebagai alat oleh mereka yang mempunyai materi untuk mendapatkan kekuasaan. Orang yang mempunyai kekuatan fisik dapat memaksa orang lain, dan malah lebih jauh dari situ orang yang hanya mengandalkan kekuatan fisik dimaknai sebagai orang yang berharap materi dan tidak mempunyai pertimbangan intlektual.
Pola pemikiran kekuasaan materiil bukan hanya merasuki mereka yang memiliki material tapi merambah kepada masyarakat awam, sehingga orang yang hendak berkuasa mengeluarkan biaya yang banyak untuk mendapatkan kekuasaan, dan mereka berharap dari kekuasaan yang ada di tangannya nanti akan menghasilkan materi. Orang awam juga demikian, ketika ada mereka yang datang dan menyebutkan maksudnya untuk menjadi pemimpin dalam pikiran dan ucapan mereka langsung tersebutkan, bantuan apa yang dapat anda berikan kepada kami ?
Semua orang mengakui bahwa kekuasaan dengan materiil akan mengarah pada pengembalian materiil itu tidak baik, namun belum semua orang sanggup meninggal tradisi yang salah tersebut. Ketidak sanggupan tersebut boleh jadi karena memang pola berpikir materiil yang ada pada pada diri mereka masing-masing, juga boleh jadi disebabkan karena lingkungan atau lawan politik yang memaksa mereka juga harus berbuat demikian, atau juga karena pola masyarakat yang belum berubah.
Arah pemikiran yang dikembangkan adalah pemikiran yang berorietasi kepada Visi dan Misi, setiap orang yang ingin berkuasa menyebutkan apa yang menjadi tujuan mereka berkuasa, langkah-langkan apa yang harus dilakukan sehingga tujuan tersebut dapat dicapai. Dari visi dan misi ini sesorang akan tahu menjadi apa daerah dia nanti.
Pembentukan pola pikir terakhir ini memerlukan proses dan waktu yang lama, kecerdasan semua pihak menjadi modal dasar terwujudnya pola ini. Apabila masih banyak diantara mereka yang akan menjadi pemimpin menganut pola kekuatan untuk berkuasa, maka terjadilah seperti apa yang kita lihat pada proses Qanun Pilkada Aceh dan sangat mungkin akan terjadinya intimidasi dalam Pemilu yang akan diadakan.
Apabila masih ada diantara calon pemimpin yang menjadikan uang (kekayaan) untuk mencari kekuasaan dan akan mengembalikan uang mereka maka sangat sulit menghidari adanya jual beli suara dan juga apa yang sering disebut dengan serangan fajar.
Terakhir, kalau kita melihat kepada Nabi Muhammad sebagai orang yang memiliki otoritas pertama dalam memahami Al-Qu’an tentang kata “yad Allah”, maka ia tidak menggunakan kekuatan fisinya dalam berkuasa. Belum ada satu orangpun yang menakuti dia sepanjang hidupnya, beliau juga tidak menggunakan hartanya untuk mengatur Negara, dia juga tidak pernah berbicara bagaimana mengumpulkan harta dari jabatan yang dia duduki. Orang-orang yang berada di sampingnya juga tidak pernah berharap adanya imbalan materiil berupa proyek kendati bertarung nyawa membela Rasul. Bahkan Abu Bakar menghabiskan hartanya untuk perjuangan agama, Usman juga tidak berbeda dan masih banyak lagi sahabat-sahabat lain.
* Dosen Ushul Fiqh pada Fakultas Syari’ah IAIN Ar-Raniry.