Jakarta | Lintas Gayo : Gayo khususnya dan Aceh umumnya kembali dirundung duka, kembali kehilangan putra terbaiknya setelah Mohd. Kasim A.S (Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong Republik Indonesia, 1967-1971), kini Kolonel Polisi Drs. H. Abdullah Muda menghembuskan napas terakhirnya, Minggu (10/7), jam 16.00 di Depok, Jawa Barat
Almarhum adalah seorang Mantan Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Daerah Istimewa Aceh (1986 – 1988) dan sempat menjabat sebagai Ketua DPRD Aceh tahun 1992-1999.
Kabar berpulangnya Abdullah Muda diterima dari H. Hasan Daling, Ketua Umum Ikatan Musara Gayo Jabodetabek dan meneruskannya melalui pesan singkat kepada Lintas Gayo di Jakarta.
Jenazah sendiri akan dimakamkan hari ini, Senin (11/7) di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Depok Utara. Saat ini, pelbagai tokoh Aceh dan Gayo kelihatan sedang melayat di rumah duka, Depok Mulia 1 Blok D No. 11-12 RT 04/015, Kelurahan Beji, Kecamatan Beji, Depok
Berikut sebuah tulisan yang diterbitkan di harian-aceh.com edisi 1 Februari 2010
Akankah Sosok “Abdullah Muda” Kembali ?
Melihat polah dan tingkah pejabat—baik eksekutif maupun legislatif—sekarang, kita terpaksa mengurut dada. Dalam hati hanya berharap, kapan Aceh bisa kembali memiliki pejabat publik yang bisa dijadikan tauladan, seperti sosok Abdullah Muda, mantan Kapolda dan Ketua DPRD Aceh? Akankah lahir lagi pemimpin Aceh sekelas beliau?
Para pejabat yang kini memimpin Aceh hanya terbuai menikmati kursi empuk yang amat menyenangkan. Tak pernah peka terhadap nasib rakyat. Lihat saja dalam pembahasan RAPBA, yang menjadi perdebatan sengit para legislatif dan eksekutif hanya terkait jumlah dana aspirasi dewan dan dana taktis pejabat. Kalau kedua pos anggaran itu belum sesuai dengan keinginan mereka, jangan harap APBA disahkan meski semua pos anggaran lainnya telah disepakati.
Ini menandakan bahwa para pejabat eksekutif dan legislatif (sekarang) hanya memanfaatkan jabatan dan kursi empuknya untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya. Makanya, kursi empuk menjadi anggota dewan dan pejabat diminati banyak orang di negeri ini. Mulai politikus, wartawan, hingga artis berebut menjadi anggota legislatif atau eksekutif.
Modal tampang dan omong doang, beres perkara. Rakyat pun gampang dikibuli, atau sekedar dibagi segepok uang, mereka akan lupa pada “masa lalu” seseorang. Dan negeri ini akan berjalan terus, seperti ini saja. Kritik media pun, akan ada ketergantungan kepentingan, akan diam setelah kepentingan media atau pemilik media terpenuhi. Apalagi bila di dalam media ada wartawan atau pimpinan yang memang merintis jalan menuju kursi dewan atau pejabat. Herannya, bahkan hal itu terjadi hingga sekarang, setelah anggota dewan dan kepala daerah dipilih melalui suara rakyat secara langsung.
Kita selalu membaca berita anggota dewan dan pejabat melancong ke ibukota negara, atau bahkan ke luar negara dengan uang rakyat. Dengan alasan koordinasi pembangunan, sebentar bentar berkunjung ke Jakarta. Atau studi banding ke luar negeri. Entah hasilnya bagaimana. Yang jelas sistem politik bernegara dan pembangunan di negeri ini begini begini saja. Penuh kelicikan dan kepura-puraan. Licik dan menghalalkan segala cara untuk kepentingan diri sendiri dan kelompok, dan terus berpura pura alim dan baik, padahal “mengampuni” dosa sendiri yang terus mengeruk uang rakyat untuk kesenangan pribadi dan keluarganya.
Bayangkanlah mereka yang tertawa tawa ha ha hi hi di kamar hotel berbintang lima, walau misinya gagal. Siapa yang tahu malu pulang ke Aceh, dan untuk apa malu toh tetap naik Innova atau mobil mewah dengan jok empuk dan dingin oleh mesin penyejuk ruangan?
Pejabat, media bahkan hingga rakyat sama sama tahu itu. Sudah biasalah. Dan memang begitulah yang lazim seolah olah yang harus dilakukan oleh pejabat dan anggota dewan.
Begitu sulit mencari tauladan yang menghargai dan bertanggungjawab terhadap pekerjaan, yang membela kepentingan bagi semakin majunya negeri ini. Walau tidak mau berfikir panjang bagi pembangunan negeri, tidak adakah lagi yang punya malu dan mengukur setiap langkah berdasarkan perasaan kepatutan? Duh buruknya moral anak negeri ini sudah!
Kita jadi teringat manusia yang mampu bekerja dengan penuh tanggungjawab dan punya malu. Ingat saja sosok Abdullah Muda, mantan Kapolda dan Ketua DPRD, yang bahkan menolak kamar hotel melati dibayar oleh Pemda tingkat II bila beliau berkunjung ke daerah. Usai menjabat Kapolda beliau dengan bangga pulang ke rumah dinas karena tidak mampu membuat rumah sendiri. Menolak segala dana apresiasi atau apapun namanya, yang bahkan kita yakin akan sulit dilakukan seorang ulama sekalipun.
Kita memimpikan sosok seperti itu, ditambah dengan segala kesempurnaan kekinian dengan zaman berteknologi tinggi. Berhati suci, tidak munafik, jujur, idealis, menenteng laptop, humanis, dan hanya berfikir bagi kemajuan negara. Adakah kita punya 10 saja sosok seperti itu? Maka majulah negeri ini. Bila tidak, ya akan begini-begini sajalah kita. Hingga bencana menerkam lagi, dan kita kembali nafsi nafsi, atau tergantung pada belaskasihan orang. Lalu sombong lagi, lalu berfoya foya lagi, menipu rakyat dan hati nurani sendiri lagi, lalu ada yang berkelahi lagi. Hingga dunia kiamat, negeri ini tidak pernah akan maju. Tidakkah anda tergerak untuk berbuat kebajikan, merevolusi diri dan gaya memimpin dengan mengubah perilaku buruk, wahai pemimpin rakyat?[]
(Win Kin Tawar/Khalis).