Peluang Besar Berdirinya Propinsi ALA

Oleh Zam Zam Mubarak*

Sudah setengah abad bergulirnya gagasan pemekaran Provinsi Daerah Istimewa Aceh yang kini disebut dengan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, tahun 1945-1950 pembentukan Provinsi di kawasan pedalaman Aceh telah ada sejak awal kemerdekaan Indonesia. Saat DI/ TII, Prof. Bhaihaqi AK sempat bicara dengan Tgk Daud Beureueh tentang rencana pembentukan lima provinsi di Aceh. Namun tak sempat terwujud karena Jakarta memberikan status Daerah Istimewa untuk Aceh setelah dipisahkan dari Provinsi Sumatera Utara.

Ide pembentukan Provinsi ALA di mulai sejak tanggal 10 Oktober 1945 di Takengon ibu kota Kabupaten Aceh Tengah berkumpul para pemimpin untuk memilih Bupati maupun Wedana ditingkat kabupaten. Sebelum rapat dimulai ada dua tokoh Kolonel Muhammadin dengan Raja Abdul Wahab berdialog berdua bahwa karena luas dan kekayaan alamnya sudah waktunya tidak menyatu dengan Keresidenan Aceh.

Gejolak desakan pembentukan Provinsi ALA yang kian deras pasca MoU RI-GAM mengambarkan kalangan masyarakat yang berada di kawasan Aceh Pedalaman yang tergabung dalam ALA tidak terwakili dalam perjanjian tersebut, Masyarakat Aceh yang Plural di pedalaman seperti etnik Gayo, Alas, Batak, Mandailing, Pakpak, Dairi, Aneuk Jame dan Jawa, merasa perjanjian itu lebih ditujukan bagi sebagian rakyat Aceh di pesisir yang merupakan kelompok Sparatis GAM.

Tanggal 16 Juni 2008 Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) yang di tanda tangani H.R. Agung Laksono menyurati Presiden Republik Indonesia dengan nomor: LG.01.01/ 4483/DPR-RI/VI/ 2008 tentang penyampaian 17 Paket Rancangan Undang Undang (RUU) Pembentukan Kabupaten/ Kota/ Provinsi, diantaranya termuat Rancangan Undang Undang Pembentukan Provinsi Aceh Leuser Antara, dalam surat tersebut Ketua DPR meminta Presiden untuk membahas secara bersama sama guna mendapatkan persetujuan bersama.

Menanggapi surat pimpinan DPR tersebut Presiden Republik Indonesia menyampaikan bahwa kelengkapan persyaratan administrative, teknis, dan fisik wilayah ke 17 RUU tersebut masih berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 129 Tahun 2000. sehubungan dengan telah dicabut dan digantikannya Peraturan Pemerintah Nomor 129 Tahun 2000 dengan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 tentang tata cara pembentukan, Penghapusan, dan pengabungan Daerah, maka persyaratan administrative, teknis dan fisik kewilayahan terhadap ke 17 RUU tersebut seyogyanya harus di sesuaikan dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007.

Selanjutnya Presiden Republik Indonesia menyampaikan mengingat kelengkapan data 17 calon daerah otonom baru dimaksud sebagian besar belum dipenuhi dan pembentukan Provinsi/ Kabupaten/ Kota berimplikasi pada tahapan penyelenggaraan Pemilu 2009 yang telah berjalan khususnya perubahan yang berkenaan dengan daerah pemilihan, data kependudukan dan data pemilih, maka dalam rangka mendukung kelancaran penyelenggaraan Pemilu 2009 Presiden Republik Indonesia menyampaikan agar usulan pembentukan daerah otonom baru tersebut di usulkan kembali setelah Pemilu 2009. hal tersebut di sampaikan Presiden Republik Indonesia  DR. H. Susilo  Bambang Yudhoyono pada tanggal 12 Agustus 2008 dengan nomor Surat R-501/ Pres/ 8/ 2008.

Dengan diberlakukanya Undang Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) No.11 Tahun 2006, tidak ada ketentuan secara spesifik yang berbeda dengan pembentukan daerah sebagaimana dimaksud dalam UU 32 tahun 2004. Pasal 5 UU 11/2006 menyebutkan: “ Pembentukan, penghapusan, dan penggabungan daerah dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. Hanya saja perlu diperhatikan ketentuan konsultasi/pertimbangan oleh DPR yakni Pasal 8 ayat (2): “ Rencana pembentukan Undang Undang oleh Dewan Perwakilan Rakyat yang berkaitan lansung dengan Pemerintah Aceh dilakukan dengan konsultasi dan pertimbangan DPRA”.

Tidak Perlu Persetujuan Gubernur dan DPRA

Ketentuan konsultasi/pertimbangan oleh Pemerintah yakni Pasal 8 ayat (3): “Kebijakan administrative yang berkaitan lansung dengan Pemerintah Aceh yang akan dibuat oleh Pemerintah dilakukan dengan konsultasi dan pertimbangan Gubernur”, penjelasan pasal tersebut: “Kebijakan administratif yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah yang berkaitan lansung dengan Pemerintah Aceh, misalnya, hal-hal yang ditentukan dalam undang undang ini seperti pemekaran wilayah, pembentukan kawasan khusus, perencanaan pembuatan dan perubahan peraturan perundang undangan yang berkaitan langsung dengan daerah Aceh”).

UU 11/2006 telah memberikan peluang Pemekaran Provinsi, yang merupakan kebijakan administratif pemerintah Pusat, peluang tersebut terlihat dalam Pasal 8 ayat 2,3 UUPA yang tidak selaras dengan butir MoU Helsinki poin 1.1.2 huruf b,c, dan d.

Dalam MoU Helsinki butir poin 1.1.2 huruf b,c, dan tertulis  secara jelas bahwa untuk berbagai keputusan yang diambil pemerintah pusat terkait dengan Aceh, harus ada konsultasi dan ‘persetujuan’ dari DPRA terlebih dahulu. Namun dalam UUPA seperti yang tertuang dalam Pasal 8 ayat 1,2 dan 3 kata ‘persetujuan’ diganti dengan ‘pertimbangan’. Artinya, meskipun DPRA keberatan, pusat tetap memiliki kewenangan untuk membuat kebijakan mengenai Aceh, termasuk kebijakan administratif.

materi dalam penjelasan Pasal 8 ayat (3) UUPA joncto Pasal 1 angka 10 Perpres No.75/2008 disebutkan, kebijakan administratif pemerintah pusat antara lain, pemekaran wilayah, harus melalui konsultasi dan pertimbangan Gubernur. Sedangkan, bagi daerah lainnya harus melalui persetujuan Gubernur dan DPRD provinsi yang bersangkutan (Pasal 5 UU No.32/2004)

Pembentukan Provinsi ALA dapat dilanjutkan oleh pemerintah pusat tanpa melalui persetujuan Gubernur dan DPRA, mengingat dengan adanya Perpres No.75/2008 yang hanya memberikan jangka waktu 30 hari dan masa perpanjangan paling lama 15 hari, dan diperjelas dalam pasal 8 ayat 4: “Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau dalam jangka waktu perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Gubernur tidak memberikan pertimbangan, Pimpinan Departemen/Lembaga Pemerintah  Non Departemen pemrakarsa dapat melanjutkan proses pembuatan kebijakan administrati.kini pemekaran Provinsi Aceh masuk dalam Grand Desaing pembentukan daerah otonom baru.

*Penulis adalah Pengurus KP3ALA Pusat

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

3,627 comments