Tidak Ada Rumus : Siapa Yang Memelihara Orang Tua

Drs. Jamhuri, MA*

Banyak ayat al-Qur’an dan hadis Nabi yang memerintahkan manusia untuk berkata dan berbuat baik kepada orang tua, bukan hanya karena mereka yang melahirkan dan membesarkan kita tapi karena mereka adalah orang tua kita.

Ada diantara orang tua yang hanya sempat melahirkan anaknya tetapi tidak sempat membesarkan dan mendidiknya, karena keterbatasan usia yang diberikan Tuhan kepadanya atau juga karena kondisi orang tua yang tidak menghendaki kelahiran anak beliau, juga ketidak beruntungan dari kondisi ekonomi mereka, sehingga tidak memungkinkan membesarkan dan mendidik anaknya sesuai dengan kebutuhan sianak.

Dalam al-Qur’an Tuhan memerintahkan berbuat baik kepada orang tua setelah mengabdi kepada-Nya, dilarang kepada anak-anak untuk mengatakan ah (up) kepada orang tua mereka dan juga tidak boleh menghardiknya, dan hendaknya selalu bersikap sopan, santun dan selalu berturur dengan lemah lembut yang tidak menyinggung perasaannya. Dan jangan sampai lupa mendo’akannya, karena mereka adalah orang tua sebagai perantara adanya kita.

Kata ah (up), mungkin bukanlah menghendaki makna lafazh, dimana ketika orang tua menyuruh kita untuk melakukan sesuatu dan kita merasa keberatan lalu menjawab  dengan perkataan ah (up). Tapi makna yang diharapkan adalah makna sikap yang ditampilkan dan tidak menimbulkan ketersinggungan perasaan orang tua.

Kalau kita baca buku-buku klasik, banyak berbicara pada ketidak bolehan mengucapkan kata ah (up) kepada orang tua, karena ketersinggungan bisa muncul dengan ungkapan tersebut. Dan mereka yang mengatakan ah (up) juga hanya mampu meluapkan ketidak mauan dan ketidak senangan dengan kata tersebut. Tetapi waktu berjalan, kematangan perasaan, pembentukan sikap sangat erat hubungannya dengan situasi dan kondisi dimana dan kapan ia berada.

Hubungan antara anak dan orang tua adalah hubungan rasa (perasaan), Tuhan dalam dalam al-Qur’an membuat standar perasaan sikap ketidak baikan anak kepada orang tua dengan perkataan ah (up), tetapi standar ini bisa tetap dan bisa saja berubah sesuai dengan budaya. Dahulu ketika kita disuruh orang tua untuk menutup jendela, kita jawab ah (up) orang tua akan katakan kita adalan anak durhaka yang tidak mau disuruh oleh orang tua atau dengan istilah lain adalah anak yang tidak patuh.

Namun pada saat ini kita sudah menjadi orang tua, dan ketika menyuruh anak untuk mengerjakan sesuatu, sangat sering terdengar kata “ah tidak mau, sebentar” atau kata lain dalam bentuk penolakan. Semua ungkapan yang kita dengar terkadang menjadi hal yang biasa, dan kita akan marah dan merasa tersinggung ketika ia mengerjakan sesuatu perintah tetapi memunculkan respon tidak senang. Jadi respon ketidak senangan itulah yang kita jadikan standar ketersinggungan.

Orang tua memberi kesempatan dan berusaha sekuat tenaga untuk menyekolahkan anaknya,  bahkan setelah kuliah masih dilindungi dan dibantunya. Tapi banyak sekali anak-anak yang membuat orang tuanya tersinggung, biaya yang dikirim/diadakan tidak digunakan semestinya, pergaulan yang diharapkan orang tua dari anaknya tidak menyalahi agama dan adat, namun entah kerena lupa dan menganggap itu bukan amanah sehingga semua diabaikan dan terlanggar. Hidup hura-hura juga tidak diinginkan, karena orang tua sangat meresahkan tentang masa depan anaknya.

Lalu bagaimana sikap berbuat baik anak ketika orang tua sudah mulai renta, Prof. Dr. Al Yasa Abubakar mengatakan dalam hal pemeliharaan orang tua oleh anak tidak ada rumus dan tidak ada logika yang harus, yang jelas dimana orang tua itu merasa senang.  Apakah pada anak yang ekonominya susah, pada anak yang setiap harinya sibuk dengan kegiatan rutinitas sehari-hari, atau juga pada keluarga yang anaknya banyak.

Kalau logika itu kita pasang, maka seharusnya orang tua dipelihara oleh anak yang punya ekonomi lebih baik atau pada anak yang punya kesempatan, tapi logika itu tidak berjalan, karena memang tidak ada rumus.

Harus diingat apa yang pernah dikatakan oleh Dr. Djakiah Darajat (ketika Al Yasa menjadi mahasiswa beliau), kalau ada orang tua dalam rumah berarti seseorang telah mendidik anaknya untuk merawatnya pada masa tua, karena seseorang tidak sanggup mendidik anaknya bagaimana merawat orang tua kalau tidak pernah ada orang tua dalam rumah.

Terkadang orang tua tidak betah di dalam rumah yang telalu banyak aturan, semua serba tidak boleh, semua makanan dijadikan pantangan, semua pekerjaan dilarang. Walaupun terkadang semua itu karena kasih sayang anak dan demi kebaikan orang tua, karenanya kita harus memahami itu semua, bila ia mau masak siapkan pasilitasnya, bila ia mau membersikan rumah berikan alat-alatnya. Ketika anak kita marah kepada nenek atau kakeknya berikan pengertian kepada anak tersebut bahwa kita nanti suatu  saat akan menjadi tua seperti itu.

Jadi semua harus ingat bahwa ketersinggungan orang tua dalam kehidupan seorang anak sangat tidak diharapkan oleh agama, ketika beliau merasa tersinggung bersegeralah minta maaf. Bukan hanya kata ah (up) yang membuat orang tua tersinggung, tapi juga sikap dan prilaku dalam berkomunikasi dengan mereka.



* Dosen Fakultas Syari’ah IAIN Ar-Raniry Banda Aceh

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.