Oleh: Marah Halim*
Sepertinya tidak ada urusan yang kita hadapi tanpa diatur dengan manajemen, dari urusan kerja sampai urusan keluarga memerlukan yang namanya manajemen. Semakin besar urusan yang kita hadapi maka semakin ketat pula tuntutan manajemen penyelesaian urusan itu.
Manajemen sebagai seni mengatur urusan sangat ditentukan oleh sang kepiawaian seorang manajer. Nabi Muhammad dalam satu haditsnya menyatakan bahwa setiap orang adalah manajer (pemimpin) yang akan dimintai pertanggungjawaban atas manajemen yang dikendalikannya.
Kira-kira tiga tahun lalu, dari sebuah workshop manajemen, penulis mendapat pengetahuan berharga dari seorang pemateri tentang dua model orientasi manajemen, manajement by process dan manajement by result. Manajemen by process adalah manajemen yang berorientasi pada proses, manajemen yang sangat memperhatikan langkah-langkah dan syarat-syarat menyelesaikan satu urusan. Sedangkan manajemen by result adalah orientasi manajemen yang bertumpu pada hasil. Dalam pola ini, orang-orang yang terlibat di dalamnya tidak mau berlama-lama dalam proses, yang penting adalah hasil, mereka punya prinsip untuk apa menunggu-nunggu lama kalau hasil yang diharapkan sama dengan hasil yang didapat jika taat pada proses.
Sadar atau tidak, dua model orientasi inilah yang menjadi mainstream setiap orang, baik secara individu maupun dalam organisasi. Sebagai contoh, kemajuan pembangunan adalah cita-cita semua rakyat Aceh. Pimpinan daerah, Gubernur atau Bupati/Walikota adalah manajer yang diserahi tugas dan anggaran untuk membangun daerah. Tentu saja sebagai pejabat dan teknokrat mereka diharus menerapkan pola-pola manajemen yang dijadikan acuan. Ketika mereka menjalankan manajemen, maka banyak orang yang kelihatannya tidak sabar melihat hasil kerja pemimpin mereka yang sedang bekerja, dalam benak mereka selalu berkelebat keinginan untuk melihat hasil karya pemimpin dan jajarannya dalam waktu dekat. Akibatnya adalah jika kemudian si pemimpin tampak lamban apalagi salah, maka kritikan dan hujatan mungkin akan segera berterbangan.
Para pengkritik yang tidak sabar melihat proses yang lamban sebetulnya telah dijangkiri sindrom manajement by result. Sama halnya penonton yang selalu menginginkan gol tanpa peduli pada bagaimana proses sebuah gol didapatkan. Jika gol gagal disarangkan, maka umpatan dengan mudah berloncatan dari mulutnya.
Contoh lain adalah menjadi kaya dan mapan adalah keinginan semua orang; tetapi ada banyak orang ternyata menerapkan orientasi manajemen by result. Gayus Tambunan adalah contoh orang yang ingin kaya dan mapan dengan menerapkan pola-pola manajemen by result. Tanpa pikir panjang ia langsung cari jalan pintas untuk cepat kaya.
Kedua orientasi manajemen di atas ada dalam setiap diri kita sebagai manajer, dalam semua level manajemen. Pembangunan kita yang kacau balau saat ini adalah disebabkan karena kekacauan orientasi manajemen kita yang lebih cenderung pada manajement by result. Pola pikir ini telah diidap hampir semua pelaku dan pemangku kepentingan dalam pembangunan. Praktik-praktik menyimpang seperti korupsi adalah praktik yang lahir dari orientasi manajemen by result. Bayangkan jika yang mengidap pola pikir ini adalah para pemimpin yang dipercayakan rakyat untuk memenej pembangunan seperti Gubernur, Bupati atau Walikota serta para wakil rakyat.
Menoleh ke belakang di beberapa tahun anggaran pembangunan kita di Aceh, ambil saja tahun anggaran 2008 dan 2009 dimana serapan anggaran sangat kecil; pada awalnya disebabkan ketidaksabaran dan ketidaktaatan pada manajement by process. Pembahasan anggaran yang berlarut-larut yang melenceng dari proses yang seharusnya menyebabkan realisasi program dan anggaran menjadi mepet. Ujung-ujungnya, semua pelaku pembangunan menerapkan orientasi manajement by result, yang penting hasil, caranya mau cincai terserah. Apakah hal sama akan terulang di 2011 ini, kita lihat sajalah.
Kita akui atau tidak, orientasi manajemen kita baik sebagai individu atau organisasi (formal atau non-formal), dalam semua urusan, masih berorientasi pada manajement by result. Sayangnya, yang menggiring kita pada orientasi itu adalah sistem kita sendiri yang telah membudaya. Terlalu banyak urusan yang telah dikelola dengan pendekatan manajement by result, sehingga kondisi kita di Aceh khususnya tidak pernah maju melangkah atau sekedar merangkak ke belakang, penyebabnya tidak lapin karena manajemen kita lebih berat ke manajement by result alias manajemen cincai.
*Penulis adalah Widyaiswara BKPP Aceh