Sekilas Tentang Program Jaminan Kesehatan Aceh

Oleh: Rizki Wan Okta Bina*

“Everyone, as a member of a society, has the right to social security” (Article 22, Universal Declaration of Human Rights, 1948)

KESEHATAN merupakan hak asasi  manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana  dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental,  spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang  untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

Undang-Undang Dasar Pasal 28H ayat 1 menjelaskan bahwa setiap warga negara Indonesia memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan tersebut dirumuskan lebih lanjut dalam pasal 34 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945 yang memerintahkan negara untuk mengembangan Sistem Jaminan Sosial untuk seluruh rakyat indonesia. Amanat Undang-Undang Dasar 1945 ini kemudian dijabarkan lebih rinci lagi dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).

Upaya pemerintah menjamin penduduk miskin dan kurang mampu melalui program Jamkesmas yang mencapai 61 persen penduduk masih terbatas pada fasilitas kesehatan publik. Terbatasnya obat-obatan dan layanan yang dijamin oleh pemerintah lewat program Jamkesmas mengakibatkan penduduk muskin dan kurang mampu masih belum sepenuhnya terbebas dari pengeluaran biaya.

Menurut data Dinas Kesehatan Provinsi  Aceh pada tahun 2010, terdapat sekitar 29% Penduduk Aceh tidak memiliki jaminanan kesehatan, meskipun sebagian dari mereka mampu membayar biaya berobat, namun sebagian besar tidak mampu membayat biaya rawat inap.

Setelah konflik selama 30 tahun lebih dan bencana tsunami, pada tanggal 15 Agustus 2005 Gerakan Aceh Merdeka (GAM) menandatangani Memorandum Of Understanding (MoU) dengan Pemerintah Indonesia. MoU yang ditandantangani di Kota Helsinki Finlandia ini merupakan kabar baik bagi seluruh rakyat Aceh.

Penandatanganan nota kesepahaman ini menjadi titik balik dari seluruh rangkaian konflik  dan kekerasan yang terjadi di Aceh. Dalam nota kesepahaman tersebut setidaknya disepakati enam point perdamaian, yaitu  menyangkut:

(1) Penyelenggaraan pemerintahan di Aceh;

(2) Hak Asasi Manusia;

(3) Amnesti  dan reintegrasi ke dalam masyarakat;

(4) Pengaturan keamanan;

(5) Pembentukan misi  monitoring di Aceh; dan

(6) Penyelesaian perselesihan.

Sebagai tindak lanjut dari MOU Helsinki tersebut, pada tahun 2006 Pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-Undang No. 11 tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh. Pada pasal 224, pasal 225 dan pasal 226 Undang-Undang No. 11 tahun 2006 tersebut tertuang kewajiban Pemerintah Aceh untuk memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh kepada penduduk Aceh terutama penduduk miskin, fakir miskin, anak yatim dan terlantar.

Pasal-pasal tersebut memberikan otonomi yang luas kepada Pemerintah Aceh untuk mensejahterakan rakyat Aceh khusunya di bidang kesehatan. Salah satu program unggulan yang disiapkan oleh Pemerintah Aceh adalah Jaminan Kesehatan Aceh (JKA).

Program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) mengasuransikan kesehatan semua penduduk Aceh (Universal health coverage) yang preminya ditanggung oleh Pemerintah Aceh. Dengan demikian uang bukan lagi hambatan bagi penduduk Aceh untuk mengakses fasilitas pelayanan kesehatan. Mereka cukup hanya menunjukkan identitas sebagai peserta JKA untuk memperoleh pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan medisnya.

JKA bertujuan untuk mewujudkan jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk Aceh yang berkeadilan, tanpa membedakan status sosial, ekonomi, agama, jenis kelamin, dan usia, dalam rangka meningkatkan produktifitas dan kesejahteraan masyarakat. Sasarannya adalah seluruh penduduk yang memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) Aceh dan atau yang namanya tercantum dalam Kartu Keluarga (KK) Aceh (universal health coverage).

Tanggal 1 Juni 2010 adalah hari berserjarah dalam perjalan Program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA). Pada tanggal tersebut Irwandi Yusuf atasnama Pemerintah Aceh menandatangani MoU dengan PT ASKES (Persero) tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Aceh.

Dana JKA yang wajib dibayar Pemerintah Aceh  kepada PT ASKES  untuk pelayanan JKA pada tahun 2010 (jangka waktu 7 bulan)  adalah  sebesar Rp. 241.965.073.000,- (dua ratus empat puluh satu milyar sembilan ratus  enam puluh lima juta tujuh puluh tiga ribu rupiah). Kemudian pada tahun 2011 anggaran yang dialokasikan Pemerintah Aceh meningkat menjadi Rp. 261.000.000,- (Dua Ratus Enam Puluh Satu Milyar Rupiah) dan meningkat lagi pada tahun 2012 menjadi Rp. 419.000.000.000,- (Empat Ratus Sembilan Belas Milyar Rupiah).(reloeboy@gmail.com)

*Mahasiswa Semester 6 Fakultas Kedokteran Gigi Unsyiah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.