Takengon | Lintas Gayo – Aceh Tengah yang juga merupakan bagian dari kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) seharusnya memiliki masyarakat yang lebih peduli dan peka dengan isu pelestarian lingkungan. Hutan serta daerah tangkapan air (cacthment area) yang yang ditetapkan sebagai daerah hijau seringkali diabaikan kelestariannya, hingga akhirnya timbul pengerusakan dan kebakaran hutan.
Aceh Tengah yang merupakan pilot project Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat – Lingkungan Mandiri Perdesaaan (PNPM-LMP) sejak 2010 lalu sudah dibina dengan berbagai kegiatan kemasyarakatan yang berpihak pada pelestarian lingkungan tanpa mengabaikan kesejahteraan kelompok masyarakat tersebut.
Namun program yang lebih kepada penyadartahuan, pelatihan kemandirian dan pengadaan energi terbarukan yang akan usai pada Desember 2012 ini diharapkan tidaklah lantas akan berakhir begitu saja. Kelompok masyarakat yang telah menjadi binaan PNPM-LMP melalui Civil Sosiety Organization (CSO) harus tetap menjalankan kegiatan-kegiatan yang berpihak pada pelestarian lingkungan tersebut secara berkelanjutan.
Rudi Prabudi selaku koordinator CSO Aceh Tengah menjelaskan, di kabupaten Aceh Tengah sebelumnya juga telah didirikan Demontration Plot (Demplot) yakni di desa Paya Srengi dan desa Uring. Demplot tersebut berupa pengadaan reaktor biogas, penggunaan biosellurry dan pertanian Organik yang ditujukan untuk merangsang kemauan masyarakat untuk mengembangkan pertanian tanpa menggunakan bahan kimia yang dapat merusak lingkungan.
“Dalam pertanian organik, baru-baru ini masyarakat telah sukses panen kentang dengan lahan seluas lebih kurang satu hektar. Mengingat masyarakat binaan ini pada umumnya berprofesi sebagai bertani dan berkebun maka konsep pertanian organik dinilai sangat tepat sebagai pembelajaran sekaligus awal penyadartahuan kepada masyarakat akan pentingnya melaksanakan kegiatan yang berpihak pada pelestarian lingkungan,” jelas Rudi Parbudi, kepada wartawan di Takengon, Senin (3/9/2012).
Sementara itu, masyarakat kelompok binaan PNPM-LMP ini pun kian bangga dengan usaha-usaha pemberdayaan masyarakat yang mereka dapatkan dari CSO. “Kami dari Kelompok Karang Taruna Indah Miko sendiri yang memiliki sekitar dua puluh anggota sudah menjalankan berbagai kegiatan yang berpihak pada pelestarian lingkungan, seperti pertanian organik tanpa bahan kimia, mempelajari cara pembuatan dan penggunaan pupuk kompos secara tepat serta telah mempersiapkan beberapa narasumber lokal untuk komposting, belajar kerajinan dari bahan bambu serta telah ikut dalam simulasi Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kampung (RPJMK),” ujar Ketua Karang Taruna Indah Miko, Mawardi.
Selain memberikan pelatihan-pelatihan (training) dan penyadartahuan (awareness) kepada masyarakat, peningkatan kepedulian masyarakat juga dibina, agar tetap berperan aktif langsung dalam penghijauan. “Kita juga akan membangun hutan desa yang diharapkan bisa menjadi daerah tangkapan air di desa Uring,” ujar Kepala Desa Uring, Azwar MD menambahkan.(SP/Darmawan Masri/red.04)