Lintas Lokop-Pining: Aspal Laksana Bongkahan Emas

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Ekspedisi Lintas Gayo Bagian 2

MINGGU, (26/08/2012) tim ekspedisi Lintas Gayo melanjutkan perjalanan dari Kampung Jawa, Blangkeujeren menuju Pining. Perjalanan ini tidak menggunakan mobil tapi sepeda motor. Butuh waktu 2 jam perjalanan menuju Desa Pining, banyak cerita masyarakat tentang Pining. “Dibandingkan dulu jalan ke Pining lebih bagus sekarang, ” ungkap warga setempat. Kenyataan, sungguh berbebading terbalik, Tim ekspedisi Lintas Gayo menemukan, sepanjang mata memandang, alan menuju Pining rusak parah, hanya beberapa kilo saja yang bagus.

Pining menyapa kami dari kejauhan tampak desa yang indah, rasanya ingin segera mengebut turun dari puncak menuju desa itu, kru ekpedisi pun sampai ke desa Pining, perjalanan ini membawa amanah penting menemui bapak Abu Kari Aman  Jarum, kami sering memanggilnya Ama Jarum, namun Kru tidak mengetahui rumahnya. Jalan lain adalah bertanya kepada masyarakat setempat, masyarakat pun menunjukkan rumahnya.

Namun kami tak bertemu dengan Ama Jarum, ia telah berangkat lebih dulu ke Blangkejeren “ada urusan penting,” ungkap Ibu Inen Jarum.  Tak bertemu dengan yang dicari, kamipun langsung berpamitan untuk melanjutkan perjalanan menuju Lokop.

Di tengah-tengah desa Pining perjalanan terhenti, tim melihat bebatuan besar, kayu dan tanah menumpuk dekat jembatan di tengah Desa Pining, bekas banjir longsor tahun 2008 yang lalu belum di bersihkan sampai sekarang.

Kabut, hujan gerimis kembali menyapa kru untuk bergerak kembali menuju Lukup, perjalanan kembali terhenti di ujung desa terdapat kuburan Datu Pining. Kami sempatkan untuk berziarah ke kuburan itu tempatnya di ujung desa Pining bila datang dari Blang Kejeren.

Setelah 20 menit perjalanan hujan deras menguyur, Alhamdulillah tempat perhentian sementara sebuah gubuk kecil di tengah hutan menjadi tempat berteduh, selama 30 menit sudah kami berhenti disini hujan tak kunjung reda, mendengar cerita dari masyarakat Pining yang kami temui dijalanan butuh waktu 3 jam baru sampai ke desa Lelis.

Bila perjalanan dari Pining kampung Lelis menjadi kampung awal kita jumpai, kesimpulan demi kesimpulan menjadi keputasan berat untuk di terima, di tengah hujan deras perjalanan harus tetap kami lanjutkan.

Butuh tenaga kuat menempuh perjalanan ke Lukup karena sampai sekarang jalan belum di aspal, hujan membuat jalan kesana rusak parah, batu kerikil dan tanah bersatu menjadi penghalang perjalanan kami, 2 jam sudah di perjalanan namun belum ada tanda-tanda kami akan sampai ketujuan, tiada lagi yang kering di badan semua terasa basah, laju sepeda motor yang kami kendarai masih tatap pada posisi semula.

Nyaris Tersesat di Tengah Hutan

Kru ekpedisi 1 Lintas Gayo belum pernah sama sekali melewati lintasan ini, menurun, tanjakan, hujan, dingin, tancapan gas masih tetap pada posisinya melaju seperti niat awal, namun perjalan terhenti melihat sungai besar bersatu menjadi jalan, rintangan selanjutnya belum kami ketahui sungai itu tetap kami terobos.

Tidak jauh dari sungai besar kurang itu lebih 100 meter tampak kayu besar tumbang di tengah jalan dan jembatan putus menghalangi perjalanan kami, lemas dan tak berdaya melihat penghalang besar yang kami hadapi, petir dan gemuruh terdengar jelas tak bosan-bosannya menemani perjalanan ini, diskusi kecil menjadi keputusan bila tetap kami lalui resiko besar harus kami hadapi dengan mengangkat sepeda motor melewati kayu besar dan sungai yang deras tanpa jembatan, berat rasanya, bila tidak dilewati berarti kru mesti kembali ke desa Pining.

Tiada pilihan lain kami harus kembali, sebelum kepasrahan habis ada yang terlupakan dari perjalanan ini. “Sebelum kalian berjumpa dengan sungai besar dan satu rumah persinggahan belok kanan disitu nanti ada jembatan kecil cuman bisa dilewati sepeda motor,” ungkap masyarakat Blangkejeren.

Teringat pesan tersebut, Kru ekpedisi 1 Lintas Gayo kembali bersemangat mencari dan mencari kembali dimana jembatan itu, Alhamdulillah kami dapatkan, namun kondisi jembatan itu tidak tahan lama hanya menggunakan 2 batang kayu besar mungkin sesaat air sungai naik dan deras mungkin air sungai akan merusaknya kembali, sebelum perjalanan kami lanjutkan Kru berhenti sejenak menghilangkan lelah dirumah persinggahan di tengah hutan.

Perjalanan Terhalang Longsor

Tak lama berselang mobil berwarna putih tiba-tiba lewat di depan rumah persinggahan itu, takjub dan heran, nekat melewati sungai yang begitu deras, sang sopir menyapa Kru “Kuhi male kam, dengan segera kawan-kawan menjawab “male ku Lukup”, tah ta urum-urum” ungkap sopir mobil putih itu. Tidak pikir panjang kami segera bergegas mengikuti Mobil tap putih itu, baru berselang satu jam perjalanan kami terhalang kembali oleh longsor.

Mobil putih yang awalnya melaju kini terhenti di tengah jalan, karena perjalanan kami bersama-sama akhirnya Kru membatu memindahkan bebatuan, kayu Dan tanah dari badan jalan kurang lebih satu jam baru Mobil itu dipaksa untuk lewat.

3 Sungai Tanpa Jembatan

Perjalanan kami lanjutkan, tak berselang lama kami kembali menjumpai satu rumah di tengah hutan penghuni rumah berjualan makanan ringan, kini jam menunjukkan pukul 22.00 wib karena perut masih kosong kami memesan mie instan untuk menghilangkan lapar, sambil menikmati makanan, diskusi kembali terlontarkan, “kune ni lanjut ke atawa isien kite teduh sawah soboh”, butuh waktu 45 menit Lagi menuju Kampung Lelis Lukup Serbejadi, melewati 3 sungai tanpa jembatan.

Hujan belum reda sudah pasti sungai itu belum surut, melihat semangat yang masih membara perjalanan tetap kami lanjutkan, sungai tanpa jembatan dan air sungai yang deras, sudah jelas kenderaan kami mesti kami tolak menuju seberang sungai, saling bantu dengan tenaga maksimal akhinya sepeda motor bisa dilewatkan lebar sungai kira-kira 6-7 meter dengan kedalaman 1 meter, kini air hujan bercampur dengan keringat ada 2 sungai lagi yang mesti kami lewati baru sampai di desa Lelis Lukup Serbejadi.

Tiga sungai telah terlewatkan, laju sepeda motor masih diposisi semula, namun belum ada tanda-tanda kami akan sampai ke Lukup Serbejadi, tak berselang lama ada tanda yang membuat bahagia hati, “Alhamdulillah lagu demu mas kite nengon aspal ni” ungkap Salihin Putra mungkin begitu jauh dan melelahkan diperjalanan sampai ia melontarkan kata-kata itu kru tertawa menandakan kebahagian.

Kini jam menunjukkan pukul 23.30 wib akhirnya kru sampai di kampung Lelis Lukup Serbejadi kabupaten Aceh Timur, perhentian kami di rumah Pak Geucik Lelis namanya Pak Alamsyah Aman Ida. Kami di sambut seperti saudara dekatnya, hidangan kopi menjadi penghangat badan yang awalnya basah kuyup.

Pak Alamsyah menyuruh kami segera istirahat agar lelah di badan segera hilang, kini kru mulai rebahkan badah, perjalanan yang melelahkan sudah terlewatkan, sepanjang jalan Pining menuju lokop kesulitan yang luar biasa untuk bisa sampai ke lokop dikarenakan jalan rusak, lebih parah di bandingkan jalan Blangkejeren menuju Pining. Butuh keahlian saat melewati jalan Pining menuju Lokop kondisi jalan cukup tidak wajar untuk sebuah jalan Provinsi, sangat menyedihkan. (Muhammad Zhahri)

Baja Juga:

Ekspedisi Lintas Gayo Bagian 1

Ekspedisi Lintas Gayo Bagian 3

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

3,627 comments

  1. BISMILLAHIROHMANIRROHIM…LINTAS GAYO ni tekek ari aku geh mungkin bencana tuhen munurune ku one …jadi tahun 2009 aku pe ge ulak ari pining ..pining ni manusie pertama ari lingge ke 13 muranto ari lingge kone ..dan keturunen ari datu pining i warisni pedang bertuliskan REJE LINGGE 13 KU dato pining makamme i kampung pertama mulo demu bergeral URING..jadi keturun ni dato pininga HIJRAH ku kampung uring kec pengasing yang dulu meupakan kerjaan kecil i pegasing…pedanggg ya ge yapp walla hu a lamm…JADI si gere suka aku i kayu kulll i dekat makam datu piningga ..kayu ke ge kulll ge ara sesuatu ya ….ke sayang arwah ni almarhumma i alam kuburho gerekeh….kayu a kati isuen kati enti kona porak le makam ya…

  2. Assalamualaikum wr wb aa itulah sebernya jalan provinsi atau di kenal dengan sebutan LADIA GALASKA dan itu merupakan program gubenur sekarangyang namanya sudah di ganti dengan lintas ACEH PEDALAMAN ….tapi tah kune kahe berarti jika jalan itu di aspal lebih dekat masyarakat pining ke lukop serbejadi di banding masyarakat pining ke ibu kotanya di blangkejeren..dan jikan jalan dari jamat juga di buka tembus ke pining meran urang jamat ku lukop sebejadi belenye dari pada ku kota takengon..ike kunei ku urang jemena kene seni gere pas ne kene…cape x to LINTAS GAYO A GEH tapi gere sanah kati bteh le keadaaen sebenare…