Oleh: Ghazali Abbas Adan*
BOLEH jadi di DPRA ada anasir yang kiprahnya berdasarkan ideologi aji mumpung, kuet pade reudouk, hak pawang, baik terhadap tampouk (kekuasaan/jabatan) maupun tumpouk (fasilitas dan uang). Mungkin ada juga dari anasir itu yang berpendidikan minimalis.
Adalah termaktub dalam konstitusi dan dielaborasi melalui Tata Tertib sebagai platform (panduan/patron) sekaitan dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) baku parlemen di semua tingkatan, yakni, pertama, bersama eksekutif menyusun rencana anggaran pendapatan dan belanja (budgeting) dalam rangka mewujudkan kemaslahatan rakyat. Kedua membuat undang-undang/qanun (legislasi). Ketiga, mengontrol eksekutif/yudikatif, baik berkaitan dengan kebijakan dan kinerja maupun pengelelolaan anggaran (controling).
Tetapi ketika menjalankan tupoksinya itu bagi anasir penganut ideologi sesat tersebut, senantiasa atas dasar pertimbangan untung-rugi. Bahwa sudah ada mekanisme yang sejatinya harus ditempuh, bagi mereka tidak ada urusan. Yang penting bagaimana tampouk dan tumpouk harus tetap dalam genggaman dan kangkangannya.
Bukti nyata apa saya deskripsikan ini amat terang benderang belaka. Ialah berdasarkan rekam jejak (track record) berkaitan dengan beberapa hal yang sempat saya rekam belakangan ini. Dalam pembuatan qanun misalnya. Betapa apabila qanun itu dalam upaya mendapatkan tampouk dan tumpouk, kendati tidak diminta oleh rakyat, bahkan menuai kritikan dan penolakan massif, tetapi masa bodoh, apit-apit awe, toup mata dan toup geulinyueng, hana jideunge tut, sim salabim, lam siklep siklap sudah jadi. Qanun Lembaga Wali Nanggroe (QLWN) dan anggaran operasional untuk lembaga illegal dan liar ini misalnya.
Berbeda dengan Raqan Jinayah, setelah sekian lama berlarut-larut dan kaum muslimin Aceh tidak pernah berhenti menuntut, sebagaimana diberitkan media massa (Kamis, 28/02/2013), dengan mencabut pasal rajam di dalamnya, Gubernur Aceh sudah bersedia memasukkannya dalam agenda Prolegda. Namun tidak ada kabar berita ihwal nasib Raqan KKR.
Terhadap Raqan KKR ini mungkin ada kekhawatiran, apabila ia terwujud di Aceh, ada anasir yang memahami sama halnya menyiapkan “pak” (jerat) yang akan menjerat diri sendiri. Karena merasa pada salah satu penggalan episode pernah terlibat dengan tindakan yang menjadi alasan bagi KKR memanggilnya untuk diminta pertanggungjawaban, dan tidak terpikir dengan lembaga KKR para korban konflik di Aceh akan ada rehabilitasi dan mendapat kompensasi. Demikian pula Raqan Pengadilan HAM, mungkin juga ada anasir yang khawatir, apabila instrumen ini ada di Aceh, dia akan menjadi pesakitan di dalamnya. Wallahu’alam.
Rekam jejak yang lain, ketika menyusun dan mansahkan APBA, juga orientasinya tampouk dan tumpouk. Mereka tidak peduli konstitusi dan mekanisme baku yang harus ditempuh dalam proses penyusunannya, sehingga setelah dievaluasi, Mendagri harus meluruskan dan melarang beberapa mata anggaran yang disusun bedasarkan hawa nafsu tampouk dan tumpouk itu .
Setelah ada ketegasan sikap Mendagri itu, baru terjaga dan sadar anggota DPRA dengan nama Badan Anggaran (Banggar) seraya meminta Tim Anggaran Pemerintah Aceh (TAPA) memisahkan mata anggaran yang dibolehkan dengan yang dilarang Mendagri, demi menghindari timbulnya persoalan hukum di kemudian hari (Selasa, 26/02/2013).
Amboi, apakah dalam proses penyusunan APBA 2013 sampai disahkakan mereka tidak diikutsertakan, atau meskipun ikut serta, namun dalam pembahasan itu le teungeut ngen jaga (banyak tidur daripada melek), atau juga pura-pura tidak tahu bahwa mata anggaran dan jumlah anggaran yang dimasukkan dalam RAPBA itu berpotensi melanggar hukum dan tidak rasional. Atau boleh jadi permintaan itu berbasa-basi dengan rakyat, sehingga menjadi fakta bahwa suaranya itu merupakan manifestasi suara rakyat, kami benar-benar bekerja profesional, bersih dan peduli serta rupa-rupa jargon politik lainnya.
Atau boleh jadi juga mata anggaran yang di dalamnya itu ada tumpouk untuknya, sehingga dalam upaya menyelamatkan tumpouk itu bersikap toleran saja terhadap mata anggaran yang lain kendati tidak rasional dan bertentangan dengan konstitusi. Apabila kelak ditolak Mendagri, maka itu bukan karena dia. Dengan sikap toleran seperti ini, maka ia tetap menjadi sahabat sejati dari anasir penganut ideologi yang saya sebut di atas, dan tumpouknya-pun selamat. Bahwa dampak dari toleransinya merugikan rakyat, tidak ada urusan, masa bodoh. Inilah yang saya sebut sebagai toleransi sesat dan menyesatkah.
Memang faktanya rakyat sudah nyata-nyata dirugikan karena ulah anasir penganut ideologi batil dan adanya toleransi sesat di DPRA, sebagaimana diberitakan media massa (Kamis, 28/02/2013); “APBA hambat layanan medis. Keterlambatan penyelesaian APBA 2013 telah berdampak terhadap pelayanan RSUZA kepada pasiennya. Untuk 350 pegawai kontrkak-pun sudah dua bulan belum dibayar, kata Syahrul Direktur RSUZA Banda Aceh. Pihak RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh, Aceh Barat, kini kewalahan menangani pasien dan menyediakan obat, karena dana Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) untuk pasien yang dirawat di rumah sakit itu belum juga cair. Ketika diklaim, PT Askes berdalih bahwa klaim belum bisa dilayani, karena dana belum disalurkan oleh Pemerintah Aceh menyusul belum bisanya dana APBA 2013 dicairkan untuk membiayai Program JKA”.
Benar belaka pernyataan banyak pihak, bahwa kelambanan (meukeuli-ep) proses pembahasan dan keterlambatan pengesahan APBA disebabkan adanya politik anggaran transaksional, baik antara eksekutif dan legislatif, maupun internal kedua lembaga ini. Terhadap peukateuen (fenomena) ini saya ikut memakai istilah “politik bagi-bagi tampouk dan tumpouk“.
Berkaitan dengan fakta ini, saya tidak ada urusan dengan anasir penganut paham ideologi untuk tampouk dan tumpouk tersebut.
Anehnya, sekaligus tanda tanya besar, di mana sosok dan peran anasir lain yang kerap meneriakkan dan menabalkan dirinya sebagai penyalur suara rakyat, bekerja profesional, bersih dan peduli dan lain-lain. Tatapi berdasarkan beberapa fakta tersebut, saya harus katakan semua anasir di DPRA nyaris setali tiga uang, seperti “cina saboh geudong” belaka.
Karena sikap Mendagri itu, mereka kembali membahas dan menyisir mata anggaran yang terlarang dan melanggar hukum. Apakah ada yang dicoret atau sekedar rasionalisasi. Dengan ini kembali rakyat harus menunggu untuk limit waktu yang tidak jelas kapan APBA disahkan dan dicairkan. Apalagi jika mekanisme harus dikembalikan lagi ke Mendagri untuk dievaluasi.
Dalam kaitannya dengan responsibilitas terhadap hasil evaluasi Mendagri dan belum diketahui limit waktu pembahasan dan pengesahannya, bagi paduka yang mulia, almukarramun walmuhtaramun DPRA tidak ada masalah. Sebab tumpouk untuk dirinya sudah jelas dan tidak akan ada penundaan apalagi terlambat pencairannya. Tetapi berbanding terbalik dengan kami rakyat jelata, keterlambatan pengesahan dan pancairan APBA, berarti kesengsaraan dan penderitaan.
Namun di tengah-tengah penantian itu, saya kira rakyat Aceh sepakat dengan usulan kepada Banggar DPRA, ketika sudah mencoret mata anggaran yang melanggar hukum dan merasionalisir angka anggaran yang tidak rasional/realistis, hendaklah memasukkan mata anggaran Rp1 juta/kk/bulan, anggran naik haji gratis dengan kapal pesiar untuk setiap anak muslim Aceh yang sudah akil balig, anggaran pendidikan untuk menunjang program pendidikan gratis dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Juga anggaran untuk mendatangkan dokter spesialis dari luar negeri.
Terhadap usulan ini, apabila rezim yang sedang berkuasa di Aceh saat ini berpikiran tidak labil dan masih ingat serta konsisten dengan janji yang pernah diumbar ketika memburu kekuasaan dalam kampanye pilkada lalu, saya yakin ia akan diterima dan dimasukkan dalam APBA 2013 dan tahun-tahun yang akan datang.
Sekaitan dengan itu pula, kendati paduka yang mulia, almukarramun walmuhtaramun sudah mafhum dan alim, dengan segala hormat dan ta’dziim saya ingatkan kembali firman Allah; “Wahai kaum mukmin, Allah menyuruh kalian supaya menunaikan semua amanah kepada yang berhak menerimanya. Jika kalian memutuskan satu perkara antara sesama manusia, hendaklah kalian memutuskan dengan adil. Allah adalah sebaik-baik pemberi nasehat kepada kalian. Allah Maha Mendengar pembicaraan kalian dan Maha Mengetahui keputusan yang kalian tetapkan dalam mengadili (menyelesaikan) satu perkara” (QS, An-Nisaa’, ayat 58).
“Dan sempurnakan (tepati) lah janji-janji kalian. Sungguh janji kalian itu kelak akan diminta pertanggungjawaban” (QS, Al-Israa’, ayat 34). (ghazali.adan@gmail.com)
*Mantan anggota DPR-RI
awak nyan hai tengku…
Cit ureung hantom jiekaloen peng…jinoe baro i tepeu mangat…maka jih tuwoe ngoen janji janji bak oroe kampanye….
Nyoe rakyat preh mate bak petheun saket…
Gopnyan mangat eh sajan kelompok jih…
betoi nyan pak…
Janji tinggai janji…
Rakyat saket preh mate…
Yang penteng ka seunang gop nyan ile…