Musikalisasi Puisi Sebuah Genre Berapresiasi (Bagian 1)

Oleh:  Salman Yoga S*

Salman Yoga S.(Lintas Gayo | a.ZaiZa)
Salman Yoga S.(Lintas Gayo | a.ZaiZa)

SENI, hakikinya adalah satu kesatuan ekspresi estetik manusia yang memiliki keotonominan tinggi sebagai sebuah nilai. Selanjutnya dalam perkembangan yang menuntut kebaharuan iapun kemudian menyesuaikan diri dengan eksistensi  alam berikut isinya yang terus berevolusi dari waktu kewaktu.

Setiap seni selalu berawal dari rasa keindahan, tetapi kemudian tidak semua yang indah dapat disebut dengan seni, sebagaimana indahnya alam semesta. Yang pasti, ia selalu berada dalam fungsi dan tujuan ideal, salah satu fungsi dan tujuan seni tersebut adalah sebagai pengejewantahan dari nilai estetika itu sendiri.

Musikalisasi puisi adalah sebuah genre dalam dunia seni. Merupakan jenis mutakhir dari satu kesatuan seni yang ada. Ia lahir dari akumulasi sekaligus sebagai hasil perkawinan dari beberapa bidang seni yang telah lebih dulu lahir dan menemukan jati dirinya. Bidang seni ini merupakan perpaduan dari beberapa jenis seni lainnya yang telah berkembang pesat dalam jagad ekspresi manusia. Ia hadir sebagai bentuk seni baru merangkap fakta, bahwa evolusi kesenian berjalan sebagaimana manusia juga terus mengevolusikan cita berkesenian dengan nilai keindahan yang lebih pariatif.

Awalnya, musikalisasi puisi ditafsirkan sebagai teknik pembacaan puisi dengan iringan orkestrasi musik belaka. Baik musik yang sederhana maupun orkes ansambel. Sebagai seni altenatif diantara sejumlah aliran dan jenis seni musik yang mendominasi, musikalisasi puisi muncul dengan penawaran kesederhanaan instrumen namun kaya dalam pemaknaan, tempat bermuaranya aliran tradisi-modren, awal transformasi dan dramatisasi puisi melalui media musik.

Kreativitas tidak bisa dinilai dari satu sudut atau dengan tanpa memperhatikan dimensi lainnya. Tetapi harus berimbang antara proses penciptaan dengan kebaharuan dan daya penciptaan. Meskipun antara praktis dan teori terkadang tidak menemukan sudut ukur yang sama.

Karenanya secara teoretik art actionaly in art pengertian musik dan puisi tidak dengan memisahkan antara dua kata dari penggabungan dua kata berbeda menjadi musikalisasi puisi. Melainkan lebih menitik beratkannya pada satu kesatuan dari dua unsur yang berbeda yang saling melengkapi dalam rangka penciptaan harmonisasi keseluruhan komposisi, syair dan musik.

Pengertian lain menerjemahkannya sebagai bentuk seni kosmopolitan yang memainkan sejumlah benda yang dapat melahirkan bunyi dengan penekanan pada tangga nada, seni olah vokal dengan tempo dan ritme tertentu, seni sastra yang lebih mementingkan pada aktualisasi verbalitas vokal dan vibra suara dengan syair-syair pilihan sebagai bahan baku utama.

Sederhananya, musikalisasi puisi adalah perpaduan yang harmonis antara tiga bidang seni yang diformulasikan menjadi sebuah jenis kesenian baru. Diantara unsur seni tersebut adalah seni suara, seni musik dan seni sastra berupa syair puisi. Atas kreativitas senimannyalah menjadi sebuah tampilan yang membedakannya dengan seni musik pada umumnya. Sebab pada tahap ini, pola penampilan musikalisasi puisi tidak lagi sebatas mengiringi pembacaan puisi dengan beberapa alat musik melalui rumus (musik puisi=puisi yang disajikan secara musikal, lagu puisi=puisi yang dilagukan, pembacaan puisi dengan iringan musik).

Musikalisasi Puisi. (foto: rahmadsanjaya.blogspot.com)
Musikalisasi Puisi. (foto: rahmadsanjaya.blogspot.com)

Keterlibatan unsur-unsur dalam musikalisasi puisi diantaranya adalah puisi itu sendiri. Kekuatan puisi yang bertumpu pada kata-kata dan makna tidak selamanya dapat terselami jika ia tetap berdiri sebagai sebuah seni yang terdepak dalam tekstual. Kekuatan dan asupan makna yang dimiliki layaknya dapat dikonsumsi oleh lebih banyak apresian dengan tingkat pengekangan nilai estetika yang lebih homogen, sehingga kadar kemanfaatannya sesuai dengan esensi dari tujuannya sebagai sebuah seni.

Unsur berikutnya adalah musik. Melalui permainan alat musik dengan tonasi yang tertata sedemikian rupa sehingga menciptakan warna tersendiri, baik pada musiknya sendiri maupun pada puisinya. Perpaduan dua aliran seni tersebut dapat memunculkan suatu pemaknaan yang lebih mendalam dan pariatif. Meskipun genre seni ini secara khusu tidak menciptakan syair puisi, tetapi memilih dan mengolah puisi-puisi yang ada dari karya sejumlah penyair untuk dimodifikasi sedemikian rupa menjadi sebuah lagu, syair, lirik dan musik yang utuh dalam sebuah peforment musikal.

Keterjalinan antara seni musik dan puisi dari unsur sastra kerap dihadapkan pada persoalan pengertian musik itu sendiri. Musik yang dipuisikan atau puisi yang dimusikkan. Antara kedua unsur utama ini kerap juga melahirkan pertanyaan tentang mana yang lebih dulu diawalkan, lagu atau syair puisinya. Realita teknis pengapresiasian dari beberapa kelompok musikalisasi puisi mengaku lagu yang diadaptasikan dengan isi syair puisi. Meski demikian tidak jarang juga teknik ini justru berlaku sebaliknya, isi syair diadaptasikan dengan tone-tone komposisi yang tepat untuk dimusikalisasikan.

Puisi yang ditulis oleh penyairnya yang kemudian dengan atau tanpa dipublikasikan lalu difahami melalui pembacaan, ditafsirkan, dan dihayati kemudian dilakukan persilangan melalui serangkaian pilihan kunci tone dan jenis tarikan ritme. Hal tersebut lebih didasarkan pada pertimbangan bahwa puisi juga mempunyai ritme yang alami berdasarkan struktur. Puisi memiliki dan mampu menghasilkan tata bunyi tersendiri, intonasi dan hentakan-hentakan dari makna kata.

Otoritas puisi yang didramatisasi dengan alat musik sebagai salah satu karya seni idealnya harus terjaga. Sehingga makna yang terkandung di dalamnya tetap utuh dan segi intrinsik dan otoritas puisi sebagai karya sastra tidak mengandung samar tafsir. Pola dan teknik ini pada dasarnya lebih menarik perhatian dan diminati dalam proses pengapresiasian puisi, dan tentu, selayaknya menjadi alternatif dalam pembelajaran sastra.

Pemusikan puisi atau puisi yang dimusikkan, dianalisa lebih jauh dari sejumlah literatur jenis seni ini sesungguhnya telah ada sejak berabad-abad silam. Bahkan jauh sebelum zaman keemasan Islam musikal puisi sudah berkembang sebagai bagian dari kesenian tradisi masyarakat Arab. Mereka menyanyikan syair-syair dengan alat musik dan aranger sederhana, dimainkan dalam jamuan-jamuan, melepas dan menyambut para saudagar atau prajurit perang atau dalam moment-moment tertentu. Kesenian ini berkembang secara perlahan dan meluas (tanpa khilafiah) pada abad ke-sembilan Masehi. Qasidah dan rebana adalah bagian dari perjalanan sejarah musikal tersebut dengan menyadur syair-syair Arab dan kutipan-kutipan dari ayat Alqur’an, hadist dan kearifan lokal masyarakat.

Sementara itu di belahan dunia Barat jenis musik ini muncul beriringan dengan tumbuh dan berkembangnya pengaruh agama yang disusul kemudian dengan lahirnya sejumlah pemahaman yang berkaitan langsung dengan ritual keagamaan (Nasrani). Nyanyian dalam gereja dan sejumlah kesenian tradisional lainnya yang mentransformasikan ajaran dengan menyadur ayat-ayat Injil.

Dalam sejarah musik klasik, musikalisasi puisi juga sudah menjadi lahan bagi para komponis. Sebut saja Franz Schubert (1797-1828), yang melahirkan komposisi musik dengan olah vokal berdasarkan syair-syair gubahan pujangga-pujangga besar Eropa. Atau Maurice Ravel (1875-1937), komponis yang berkarya lewat dentingan piano berjudul Gaspard de la Nuit, yang diinspirasikan dari puisi karya pujangga Perancis, Aloysius Bertrand (1807-1841).

Di Indonesia jenis seni ini mulai muncul pada tahun enam puluhan dan baru mendapat tempat pada tahun-tahun berikutnya. Awal kemunculannya kehadapan publik secara luas tidak terlepas dari peran seniman Umbu Landu Paranggi yang berkebetulan tinggal di Yogyakarta. Umbu Paranggi melalui sejumlah rekan-rekannya seperti Ebied G. Ade, Emha Ainun Najib, Ragil Suwarna Pragolapati, Deded Er Moerad yang selalu membawa puisi-puisi Umbu dengan memusikkannya.

Fase berikutnya lahir kelompok musik Bimbo, yang sangat ekspresif dan dalam menyanyikan puisi-puisi Taufiq Ismail atau Wing Kardjo, Dengan Puisi Aku ciptaan Taufiq Ismail adalah contoh dari keberhasilan senandung musikalisasi dengan tanpa mengubah makna puisi. Atau puisi Salju karya Wing Kardjo dengan iringan petikan gitar dan sedikit orkestrasi gaya khas Bimbo.

Dalam waktu yang hampir bersamaan muncul Ebiet G.Ade yang mengusung puisi-puisi ciptaannya sendiri ke dalam bentuk-bentuk melodi baladis. Seniman lainnya yang memusikkan puisinya seperti Yan Hartlan dan Rita Rubi Hartlan, juga Uli Sigar Rusady dengan tema-tema lingkungan, Komponis Ananda Sukarlan dengan karya-karya musik vokal berdasarkan puisi-puisi karya Goenawan Muhammad, WS Rendra dan lain-lain.

Di Surabaya muncul seniman lainnya dengan aliran yang nyaris sama seperti Leo Kristi, The Gembel, Gombloh dan The Lemon Tree. Sementara di kota Bandung lahir penyanyi dengan pola bertutur seperti Doel Sumbang, Harry Rusly dan lain-lain. Seniman pelaku lainnya yang kemudian bermunculan adalah Franky Sahilatua disamping lahirnya beberapa group-group musikalisasi profesional lainnya.bersambung…(salmanyoga[at]yahoo.co.id)

*Seniman nasional asal Gayo

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.