Perkembangan Aceh semakin baik pasca perdamaian MoU Helsinki 15 Agustus 2005. Tepat pada tanggal 25 Juni 2014 lalu, Gubernur dr. Zaini Abdullah dan wakilnya Muzakkir Manaf (Zikir) genap dua tahun memimpin Aceh. Artinya tersisa tiga tahun lagi untuk menuntaskan tugas menuju Aceh damai dan sejahtera.
Masyarakat Aceh menaruh harapan besar kepada Zikir, untuk perubahan Aceh yang lebih baik. Salah satu tantangan yang saat ini terus disorot adalah gebrakan bidang ekonomi. Pemberdayaan ekonomi sangat penting demi menjaga perdamaian Aceh. Karena faktor ekonomi sangat rentan menjadi alat provokasi untuk menggerakkan masyarakat. Rakyat miskin yang apatis akan dengan mudah terpancing oleh isu-isu negatif. Bisa dikatakan kemiskinan bisa menjadi ancaman terhadap perdamaian Aceh.
Mengatasi kemiskinan di Aceh menjadi tantangan yang harus dijawab semua pihak secara bersama-sama. Dalam sejumlah kesempatan pemerintah Zikir memastikan, mengatasi kemiskinan menjadi fokus dari program pemerintahannya.
Demi mendongkrak pertumbuhan ekonomi, selama ini gubernur aktif mengundang investor dari luar. Langkah ini memang patut diberi apreasiasi. Investasi memang berperan besar. Penanaman modal memperbesar kapasitas produksi lokal dan membuka kesempatan kerja.Namun jangan lupa dengan sumber daya domestik yang kita miliki. Dalam hal ini bisa mengembangkan industri padat modal dengan anggaran yang ada, seperti menggerakkan UMKM (Usaha Mikro Kecil, dan Menengah) yang selama ini kerap terkendala pembiayaan.
Pertumbuhan ekonomi yang bertumpu pada sumber daya domestik akan lebih stabil dan bertahan lama. Itulah inti dari kemandirian ekonomi Aceh yang kita impikan bersama. Namun, kebijakan sehebat apa pun baru akan terasa dampaknya setelah beberapa tahun. Maka dari itu, jelas tak bisa ditagih sebagai ukuran kerja jangka pendek.
Setelah 2 tahun pemerintahan Zikir yang saat ini sedang berjalan, wajar saja jika buat sebagian masyarakat berpendapat belum tampak. Sisa waktu 3 tahun masih ada waktu untuk Zikir. Jika Zikir terus berlari cepat, bekerja keras saya yakin masyarakat akan dapat merasakan Aceh damai dan sejahtera seperti yang kita dambakan bersama.
Pemerintah Aceh harus benar-benar mengingat, kucuran dana otonomi khusus yang diperkirakan mencapai ratusan triliun rupiah hingga tahun terakhir, harus mampu mengangkat derajat dan harkat masyarakat Aceh. Dana berlimpah tersebut harus mampu mengubah wajah Aceh. Indikatornya adalah angka kemiskinan yang lebih rendah dibandingkan angka nasional.
Jika diamati tren anggaran untuk sektor ekonomi terutama pertanian, pekebunan dan kelautan memang terus meningkat. Tetapi kenyataan menunjukkan tidak ada korelasi positif terhadap kesejahteraan nelayan dan petani Aceh.
Sebagai daerah pertanian, tempat 50 persen lebih masyarakat menggantungkan kehidupannya, Aceh memiliki berbagai komoditi unggulan yang memiliki nilai jual tinggi. Jadi produk-produk dari hasil pertanianlah yang pantas menjadi fokus untuk dikembangkan oleh pemerintah. Selain itu juga bidang perkebunan, perikanan dan peternakan layak mendapat prioritas untuk dikembangkan.
Aceh memiliki komoditi unggulan seperti kopi, kentang, alpokat, tomat, cabe dan tebu yang dihasilkan Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah. Kemudian nilam, pala, sawit dan kacang tanah dihasilkan Kabupaten Aceh Barat dan Selatan, serta cokelat dari Pidie Jaya.
Upaya menekan angka kemiskinan masih harus terus dilakukan.Namun, tanpa diimbangi pertumbuhan ekonomi dengan memberikan kesempatan masyarakat mandiri secara ekonomi sepertinya akan terhambat.
Apalagi dalam sektor pertanian, Pemerintahan Zikir pernah mendapat penghargaan Abdi Bakti Tani dari Menteri Pertanian. Penghargaan ini diberikan karena Pemerintah Zikir dinilai berhasil melakukan pembinaan dalam pembangunan pertanian. Salah satu buktinya, produksi gabah, kedelai dan jagung Aceh terus meningkat sehingga membantu dan mengurangi ketergantungan impor jagung dan kedelai.
Sebagai masyarakat Aceh, saya tetap optimis dan yakin Zikir mampu membawa perubahan menuju Aceh lebih sejahtera. Setidaknya selama ini perdamaian masih terjaga, walau ada beberapa riak kecil di sana sini. [Noni Soraya]