Bener Meriah sudah berdiri sejak 16 tahun yang lalu. Banyak tokoh pejuang pemekaran yang sudah diberikan penghargaan atas jasanya, seperti tokoh sentral almarhum Mustafa M. Tamy ketika itu menjabat sebagai bupati. M. Din A Wahab, ketika itu menjabat ketua DPRK dan Basrah Hakim (wakil ketua DPRK).
Kelompok Tgk Harun Rasyid, Misriadi, Tgk Budiman dan rekan rekanya pejuang lainya. Namun masih ada tokoh dibelakang layar, yang menyiapkan kebutuhan untuk pemekaran, namanya tidak pernah disebut, bahkan diberikan penghargaan.
Baru pada seminar RTRW Bener Meriah, 2 September 2019, mereka diundang sebagai tokoh pendiri pemekaran Bener Meriah. Tgk. Syarkawi mengundang mereka untuk diminta masukanya dalam review RTRW.
Mereka yang baru diundang dan “diakui” sebagai bagian pendiri Bener Meriah ini, selama ini tidak pernah protes. Mengapa mereka tidak dimasukan dalam daftar sebagai pejuang Bener Meriah. Sebenarnya memiliki kekuatan untuk protes, apalagi di dalamnya ada wartawan senior di sana.
Namun mereka tidak melakukanya. Mereka ihlas berjuang demi Bener Meriah, walau “tidak” diakui, apalagi diberikan penghargaan. Tokoh lapangan, pendiri Bener Meriah, seperti Tgk. Harun Rasyid dan Misriadi (Adijan) mengetahui siapa mereka, namun luput dari perhatian.
Mereka yang selama ini terlupakan itu; Hasanuddin Brueh (mantan Bupati Aceh Tenggara) Karimansyah Idris (kini Sekda Aceh Tengah), Suarman (kini asisten Pemerintahan Bener Meriah), Muhammad Syukri (kepala Inspektur Aceh Tengah), Bahtiar Gayo (wartawan senior di Gayo Lut) dan Zulfikar Ahmad (kini salah satu Kabid Infokom Aceh Tengah).
Baru pada 2 September 2019 mereka diakui keberadaanya dan diundang sebagai tokoh pejuang pemekaran Bener Meriah, saat dilangsungkan seminar RTRW.
“Kami meminta maaf, selama ini terlupakan. Bukan kami sengaja, memang kami tidak dapatkan data untuk nama nama ini,” sebut Irmansyah, Kadis Infokom Bener Meriah.
Kadis Infokom Bener Meriah mengetahui nama itu, ketika Bahtiar Gayo, wartawan senior di sana memberikan materi pelatihan Jurnalistik untuk pengelola Web kampung se- Bener Meriah. Saat itu Irman sedang mendata tokoh pemekaran yang diundang dalam seminar.
“Kenapa abang selama ini diam. Kami kan tidak tahu semuanya sejarah Bener Meriah,” tanya kadis Infokom, kepada Bahtiar Gayo, saat media ini menanyakan kronologis beberapa tokoh yang terlupakan ini dimasukan dalam daftar undangan tokoh pemekeran.
Mendapat pertanyaan Kadis Infokom ini, seperti penjelasan Bahtiar Gayo, kepada media ini, mereka yang terlupakan itu adalah orang orang ihlas berjuang untuk Bener Meriah. Mereka tidak mengharapkan penghargaan, tanda jasa. Ketika mereka luput disebutkan, mereka tidak melakukan protes.
“Ketika terlupakan atau dilupakan, biasa itu dalam hidup. Mereka yang berjuang ini ihlas, biarlah Allah yang mencatatnya. Ketika diprotes, nantinya ada yang mengatakan, karena tidak dimasukan dalam tokoh pejuang Bener Meriah muncul protes,” sebut Bahtiar Gayo, kepada media ini.
Namun setelah 16 tahun Bener Meriah dilahirkan, ahirnya pejuang yang selama ini terlupakan itu, diundang secara resmi oleh Bupati Bener Meriah, Tgk. Syarkawi, untuk mengikuti seminar RTRW.
Mereka yang terlupakan itu; Hasanuddin Brueh, ketika itu menjabat sebagai Kadis PU Aceh Tengah (mantan Bupati Aceh Tenggara), adalah orang yang dibawah kendali Mustafa M. Tamy banyak mengeluarkan biaya untuk perjuangan lahirnya Bener Meriah.
Sanu panggilanya merupakan orang kepercayaan Bupati Mustafa M. Tamy. Dia juga ikut berjuang bersama tim pemekaran Bener Meriah.
Karimansyah Idris dan Suarman adalah pemain belakang layar, yang menyiapkan administrasi pemekaran. Mereka bekerja siang dan malam, saat negeri Gayo dalam bulatan konflik. Tantanganya berat. Demikian dengan Muhammad Syukri dan Zulfikar Ahmad.
Muhammad Syukri dan Zulfikar Ahmad, juga orang kepercayaan Mustafa M. Tamy, yang mendapat tugas khusus. Banyak pekerjaan yang mereka lakukan, diluar kafasitas jabatanya sebagai PNS. Dalam melaksanakan tugasnya, Syukri dan Fikar, sangat sering meminta bantuan Bahtiar Gayo, wartawan Waspada.
Sementara Bahtiar Gayo, merupakan satu satunya wartawan di Gayo Lut ketika itu yang aktif meliput di lapangan, saat negeri ini dibalut konflik. Dia mendapat julukan wartawan perang. Wartawan yang paling sering terperangkap antara GAM dan TNI-Polri.
Selain mengekpos persoalan pemekaran Bener Meriah, wartawan yang kini sudah beruban ini, sering juga diminta Bupati Aceh Tengah Mustafa M. Tamy dan tokoh pemekaran untuk membantu pemekaran.
Adijan (Misriadi) dan Tgk. Harun Rasyid, misalnya, ketika akan melakukan gerakan, baik penggalangan masa dan kegiatan lainya, sebelum mereka bergerak, terlebih dahulu mengontek Bahtiar Gayo untuk siap di lapangan meliput berita.
“Saat itu komunikasi susah, hanya ada telepon rumah. Ketika kita di lapangan, orang tidak akan tahu dimana keberadaan kita. Suasana tegang, kontak senjata sering terjadi, aksi kekerasan, pembakaran, sudah menjadi berita keseharian,” sebut Bahtiar Gayo, mengenang kembali pengalamanya.
Ketika Tgk. Syarkawi, Bupati Bener Meriah mempersoalkan peta tapal batas dalam seminar itu, Zulfikar Ahmad, pembuat peta Bener Meriah, mengakui saat itu keadaan tidak memungkinkan pembuatan peta secara mendetail.
“Pak Bupati saat itu meminta agar peta Bener Meriah dibuat secepatnya. Ahirnya jadilah peta yang saat ini ada beberapa wilayah Bener Meriah jadi sengketa. Namun, kita masih punya peta wilayah Gayo pada jaman dahulu yang bisa kita jadikan pedoman,” sebut Fikar dalam seminar itu.
“Peta itu ada dengan saya dan akan saya serahkan kepada Pak Bupati Bener Meriah, kiranya bisa dijadikan pedoman,” sebut Fikar. Namun semula pernyataan Fikar itu dibantah Tgk. Harun Rasyid, tokoh pemekaran ini tidak mengakui kalau Fikar yang buat peta.
Namun, ketika Bahtiar Gayo dalam seminar itu meluruskanya, bahwa peta itu dibuat Fikar, karena ketika itu dia menjadi sekretaris kepercayaan Pak Tamy, baru kemudian Tgk. Harun Rasyid mengiyakanya. Ketua komite pemakaran ini ahirnya dia ingat siapa Fikar Ahmad.
Demikian dengan Muhammad Syukri, yang mendapat tugas dari Tamy, untuk membuat laporan bagaimana nasip Bener Meriah bila nanti dimekarkan. Resume yang disampaikan Syukri, dengan jelas menyebutkan, bahwa Bener Meriah kelak akan lebih maju dari Aceh Tengah.
Bener Meriah memiliki sentral kota perekonomian mulai dari Tertirit, Simpang Balik, Lampahan, Reronga. Simpang Tiga, Bandar. Sementara Aceh Tengah hanya Angkup. Bener Meriah sentralnya pertanian, serta sejumlah potensi lainya.
Dalam seminar yang dihiasi dengan dialog penuh kekeluargaan itu, telah mengurai kembali sejarah Bener Meriah, dimana ada pejuang pemekaran yang selama ini terlupakan. (LG 01)