Filosofi cerutu, menurut pak guru Sri Waluyo adalah simbol kesuksesan, kekuasaan dan persahabatan.
Cerutu itu, dibuat dengan tiga lapis. Fillet, bagian dalam cerutu. Lalu diikat atau dibungkus Binder. Kemudian dibungkus paling luar, disebut Wrapper.
Pak guru Sri Waluyo, kini sibuk dan banyak mendapat kunjungan. Setelah memperkenalkan cerutu buatannya .
Sekitar tiga ton panen tembakaunya, semuanya dijadikan cerutu dan dibagikan secara gratis. Kepada siapa saja yang datang ke rumahnya.
Atau saat pak Guru mengunjungi kenalannya. Bahkan saat menunggu kopi gayonya diroasting di roastery, seputaran Takengon.
Pak guru Sri Waluyo, selalu membawa cerutunya dalam.kotak exlusif. Promosi.
Begitulah kebiasaan pak guru matematika jebolan UGM ini. Meski mengajar matematika, pak guru juga seorang penulis handal. Jadi, pak guru menabalkan paduan Satra dan matematis itu. Menjadi Sastra Matematika.
Di Banda Aceh, dalam satu rapat koordinasi tingkat provinsi NAD, cerutu pak guru diperkenalkan. Banyak yang antusias. Tentu saja para pihak yang terkait .
Seperti Dinas perdagangan, bea cukai , pertanian , dan lain lain. Respon positif. Bahkan, setelah ekspos itu , diikuti oleh kunjungan.
Dan pak guru, menyambut baik semua itu. Melayani sepenuh hati dan memberi olah -oleh cerutu.
Apakah pak guru Sri Waluyo nanti akan menjual cerutu nya?
Pak guru menjawab iya. Kini , sedang mengurus semua ijin yang disyaratkan oleh negara.
Seperti tempat produksi, merek, cukai dan tetek bengek lainnya. Bahkan , jika untuk industri lainnya, mengurus ijin harus mendatangi kantor terkait.
Untuk pak guru, petugas dari dinas bersangkutan yang datang kerumah pak guru di Paya Tumpi Baru.
Memberitahu syarat yang diperlukan, lalu pulangnya diberi cerutu. Soal pemberian cerutu gratis,.pak guru memang boros.
Cerutu tanpa merek pak guru sudah populer di Takengon dan sekitar provinsi Aceh. Apalagi masih gratis.
Pak guru sedang mempersiapkan cerutunya menjadi industri skala kecil dahulu. Skala industri rumah tangga.
Ijinnyapun sedang diproses. Saat kutanya, bagaimana dengan modal usaha untuk semua itu. Apakah ada pihak yang terkait bermurah hati. Meminjamkan modal ?
Pak guru Sri Waluyo, hanya menjawab pelan. Bahkan nyaris tak terdengar. Sambil melihat ke tanah. Meletakkan kedua tangannya di kepala. Berucap, ” saya sedang menunggu Belas Kasihan Tuhan….!”. (Win Ruhdi Batin)
Comments are closed.