Bincang Seni PKKG, BPNB Aceh-Sumut: “Aspek Kelisanan Yang Jadi Kekuatan Utama Didong Rentan Terbawa Arus Perkembangen Media”

Jakarta| Lintasgayo.com – Bincang Seri #2 Minggu (29/5) telah memantik romantisme sekaligus menampilkan situasi terkini perkembangan didong Gayo. Cerita tentang didong dan aksi Djamaluddin Meri (Udin Musara), Ceh Didong Kelop Musara Bintang, salah satu kelompok didong terkemuka dari tanah Gayo melantunkan syair didong secara daring turut memancing hadirin untuk mengiringi dengan tepukan tangan. Syair atau lagu didong lama yang tidak lagi terdengar mengemuka dari perbincangan ini.

Seri Bincang Seni yang dihelat Pusat Kajian Kebudayaan Gayo (PKKG) ini menunjukkan bahwa didong berubah signifikan di tengah kesinambungan kompleks seni pertunjukan kelompok etnik Gayo ini. Kaderisasi yang melambat ditambah persaingan antarkelop yang sudah berlangsung sejak lampau secara signifikan mempengaruhi perkembangan didong. Hal ini mengemuka dari bincang yang dipandu Yusradi Usman al-Gayoni, Ketua PKKG.

Perubahan di tengah kesinambungan didong yang telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Nasional (2015) ditanggapi Kodrat Adami dan Nasrul Hamdani, Pamong Budaya Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Aceh. Adami berpandangan masyarakat Gayo harus menentukan arah perkembangan didong sebagai karya kebudayaan yang mengemban fungsi komunikasi, transformasi dan literasi nilai-nilai luhur kebudayaan Gayo, selain sebagai kesenian rakyat yang menghibur.

“Status Didong sebagai Warbudnas juga mewajibkan pemerintah daerah untuk melembagakan regulasi pelestarian, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan agar didong bertumbuh secara sehat dan memberi dampak ekonomi,” sebut Kodrat.

Dihubungi terpisah, Hamdani yang tengah berada di Barus, Tapanuli Tengah menyampaikan bahwa aspek kelisanan yang menjadi kekuatan utama didong rentan terbawa oleh arus perkembangan media. Oleh sebab itu, penting untuk mendokumentasikan saer-saer dan segala hal tentang dan pada didong dalam media baru. Termasuk, mendokumentasikan kisah hidup para Ceh, kelop atau peristiwa monumental yang mempengaruhi perkembangan didong Gayo hingga kini.

“(Pendokumentasian didong) ini jadi cara untuk menunjukkan kesinambungan didong dari masa lalu, apa saja yang berubah serta apa saja yang bertahan dapat ditelusuri untuk diketahui, dipelajari, dikembangkan, dimanfaatkan, agar nilai, pengetahuan maupun pesan yang dibawa didong dapat memberi dampak luas kepada masyarakat sebagai media kebudayaan yang berkembang selaras dengan perkembangan zaman,” kata Hamdani. (LG04)

Comments are closed.