“Lut Tawar” Setetes Berkah di Tanoh Gayo

Oleh : Munawardi*

Munawardi
Munawardi dikedalaman danau Lut Tawar

Lut Tawar merupakan sebuah nama yang diberikan kepada sebuah Danau sekaligus merupakan sebutan agung karena danau tersebut memiliki pesona keindahan panorama alam yang luar biasa. Sehingga karena sedemikian indahnya danau tersebut diberi nama “Lut Tawar” yang berarti “Laut Pesejuk” (Gayo : Lut = Laut, Tawar=Pesejuk), atau dengan terjemahan lain, air yang diberkahi untuk kehidupan manusia di dataran tinggi Tanoh Gayo. Sebutan agung ini diberikan oleh para leluhur bangsa Gayo karena rasa syukur dan terima kasih mereka kepada Sang Pencipta karena telah memberikan anugrah kekayaan alam yang luar biasa kepada mereka.

Betapa tidak Lut Tawar merupakan air yang diberkahi, karena selain keindahan dan eksotis pemandangannya yang membuat mata menjadi sejuk, damai dan tentram ketika memandangnya, Lut Tawar juga memberikan kekayaan lain yang dapat menjadi “tawar” (berkah) kepada masyarakat disekitarnya. Seperti ikan Depik, yang merupakan kekayaan alam yang tidak dimiliki oleh danau di tempat lain, dan ikan-ikan lainnya yang merupakan penghuni asli danau Lut Tawar. Sehingga dengan berbagai kekayaan yang terkandung dibalik keindahan dan eksotisnya danau Lut Tawar, manusia setempat hidup dan sangat tergantung kepada keberadaan danau Lut Tawar dan turut menghiasinya dengan corak kekayaan budaya yang khas.

Sejak zaman dahulu sebelum masa penjajahan di wilayah Negara kesatuan Republik Indonesia dimulai, khususnya di daerah dataran tinggi Tanoh Gayo dan ketika manusia belum tersentuh oleh berbagai bentuk teknologi modern, danau Lut Tawar sudah mengalami eksploitasi sumberdaya alamnya. Eksploitasi yang utama dilakukan adalah terhadap sumberdaya ikannya, terutama ikan Depik (Rasbora tawarensis). Sebagai bukti untuk saat ini dapat kita lihat disepanjang pantai atau pinggiran danau banyak kita jumpai fondasi bangunan bagan tancap (Gayo : Penayangkulen) yaitu sebuah kontruksi bangunan yang berfungsi sebagai alat tangkap ikan, dan sekarang jenis dan metoda penangkapan ikan ini sudah tidak kita temui lagi, dan karena biasanya fondasi dasarnya adalah tumpukan dari susunan bebatuan (Gayo : Batur), hanya ini yang tersisa dan dapat kita tau bahwa “penyangkulen” adalah sebuah pabrik penghasil ikan Depik pada zamannya.

Dari dahulu hingga kini kegiatan eksploitasi terus berlangsung terhadap Danau Lut Tawar dan ekosistemnya, sehingga pola kehidupan masyarakat disekitar danau yang sangat tergantung kepada keberadaan danau Lut Tawar dan sangat mempengaruhi tata sosial ekonomi masyarakatnya. Sejalan dengan perubahan zaman kebutuhan manusiapun mulai berubah mengikuti irama dinamika kehidupan sosial ekonomi masyarakat modern. Sehingga pergeseran demi pergeseran terus terjadi diberbagai segi dan sendi kebiasaan masyarakat, sehingga meminta tumbal sebagai konsekuensi untuk setiap perubahan yang terjadi. Dan itulah yang terjadi pada Danau Lut Tawar, banyak kalangan yang prihatin terhadap keadaan tersebut dan berpendapat akankah kelestarian danau Lut Tawar tetap terjaga…?, atau sebaliknya danau Lut Tawar akan mengalami suksesi yang akan menjelma menjadi sesuatu yang baru, ataupun hilang ditelan bumi…?

Keprihatinan tersebut muncul, karena adanya rasa sayang dan cinta terhadap anugrah yang besar yang telah diberikan Sang Pencipta kepada Tanoh Gayo, berupa air bersih yang biru dan elok dipandang sehingga memberikan kesejukan hati ketika memandangnya. Namun beberapa indikator dan signal mengisyaratkan lain….bahwa danau Lut Tawar sekarang “merintih” meminta belaian kasih sayang dari kita semua.

Kendatipun banyak pihak yang telah mengungkapkan “rasa kesakitan” yang diderita oleh Danau Lut Tawar, tetapi…. secara sadar ataupun tidak, kita selalu menutup mata dan terus melakukan pengrusakan dan pembantaian terhadap ekosistem danau Lut Tawar, kita tidak peduli terhadap jeritan  sakitnya, yang kita tahu adalah perut kita bisa kenyang, kita tidak peduli akan kehilangan “Tawar Sejuk” yang selalu kita bangga-banggakan, bahkan dunia tau bahwa itu adalah harta yang sangat berharga.

Banyak pengrusakan yang sudah kita lakukan, dan rasa sakit sangat dirasa oleh “Lut Tawar”. Turunnya debit air danau merupakan tanda bahwa suplai air ke danau sudah mulai berkurang karena daerah tangkapan air sudah menyempit, semakin dangkal dan berlumpurnya perairan danau itu merupakan signal bahwa laju sedimentasi sudah tinggi, berubahnya warna air merupakan indikator bahwa pencemaran sudah intensif dan eutrofikasi sudah mulai meningkat, berkurangnya hasil tangkapan ikan endemis (depik, kawan, dll), merupakan indikasi telah terjadinya kelebihan tangkap (over fishing), meningkatnya atau bahkan terjadi “Blooming” berbagai jenis biota-biota air tertentu yang bukan natif danau Lut Tawar dan merupakan hasil “introduksi yang tidak bertanggung jawab” terhadap Danau Lut Tawar merupakan tanda ketidak pedulian kita. Dan banyak lagi yang terjadi di balik “Rasa Bangga” kita Terhadap Danau Lut Tawar.

Apakah kita sadar tentang itu semua telah terjadi…?, menimpa Danau kita yang selalu kita banggakan…?, pertanyaan yang mungkin kita jawab “ya…” ataupun “tidak”, yang jelas itu semua terjadi karena ulah tangan kita semua.., benar dikatakan di dalam Al-Qur’an bahwa kerusakan yang terjadi di darat dan dilaut adalah akibat perbuatan tangan manusia. Manusia yang tidak bertanggung jawab terhadap lingkungannya, manusia yang suka menebangi pohon yang berfungsi sebagai penampung air untuk danau Lut Tawar, manusia yang bertani dan berkebun dan tidak sadar membuang bahan beracun ke dalam air danau, manusia yang menangkap ikan dan membiarkan sampahnya tertinggal didalam perairan, manusia yang suka membakar hutan demi kepentingan tertentu hingga merusak vegetasi dan hutan di kawasan danau, manusia yang membudidayakan ikan dan terus menambah jumlah unit wadah budidayanya tanpa peduli akan imbas yang ditimbulkannya, manusia yang berwisata dan membuang sampah dan limbah seenaknya tanpa peduli terhadap tangisan sang danau, manusia yang membangun sarana dan prasarana infrastruktur tanpa mempertimbangkan kelestarian danau Lut Tawar, dana banyak lagi jenis manusia tidak bertanggung jawab yang terus melakukan pengrusakan dan penyiksaan terhadap ekosistem danau Lut Tawar.

Tentu kita tidak mau danau Lut Tawar mengalami kejadian yang dialami oleh beberapa danau yang terindikasi rusak parah bahkan menghilang dari muka bumi ini, seperti yang dialami beberapa danau di Afrika, Erofa dan tempat lainnya yang menghilang karena masyarakatnya tidak bijak terhadap lingkungannya.

Itulah segelintir cerita tentang kekayaan dan eksotisnya danau Lut Tawar dimata orang Gayo dan dimata dunia. Akankah eksistensi danau Lut Tawar tetap lestari dengan keadaan ekspansi kepentingan ekonomi yang sedemikian gencarnya dilaksanakan oleh kita?. Semoga ini menjadi sedikit bahan renungan kita bersama…

(Takengon, 31 Juli 2009 )

*Seorang penyelam yang tergabung di Gayo Diving Club (GDC)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *