BANDA ACEH – Sekitar 43 LSM mengatasnamakan masyarakat sipil Aceh menilai situasi politik saat ini tidak memungkinkan dilanjutkannya pilkada sebelum konflik regulasi diselesaikan.
“Konflik regulasi harus ditata kembali secara bijak dan sesuai dengan hukum yang berlaku tanpa mengurangi kekhususan Aceh dan sesuai dengan UUPA,” tulis lembaga swadaya masyarakat tersebut dalam rilis yang dikirim ke The Atjeh Post, Selasa (18/10).
Penundaan pilkada, tulis masyarakat sipil, mutlak dilakukan tanpa harus menunggu kekerasan politik terjadi. “Kami memandang, pilkada tidak dapat dilanjutkan karena akan berdampak pada “pilkada ulang” sehingga merugikan anggaran yang merupakan dana rakyat Aceh.”
Masyarakat sipil menilai Komisi Independen Pemilihan melanggar hukum dengan mengacuhkan UUPA sebagai dasar hukum Pilkada Aceh. “KIP secara berani menjalankan tahapan dengan memaksakan pilkada terus berjalan tanpa koridor hukum dan sesuai dengan solusi yang diberikan oleh pihak Mendagri.”
Ditambahkan, masyarakat sipil juga menilai tahapan pilkada telah melecehkan DPRA karena tak melibatkan DPRA sebagai institusi resmi Pemerintahan Aceh yang memiliki kekuatan hukum dan politik dalam melegitimasi pemerintahan Aceh.
Masyarkat sipil menyatakan sikap akan menempuh jalur hukum untuk menggugat KIP di Pengadilan Tata Usaha Negara. Selain itu, “kami atas nama masyarakat sipil akan melakukan aksi massa apabila tahapan Pilkada tidak dihentikan dan Pemerintah Pusat tidak mengeluarkan kebijakan yang dapat memberikan solusi terbaik bagi konflik regulasi di Aceh.”
Masyarakat sipil juga meminta pihak berwajib yakni polisi memproses secara hukum tindak lanjut Pansus DPRA terhadap temuan-temuan dalam pilkada yang dilakukan oleh KIP.
Selain itu, Masyarakat Sipil Aceh menuntut Presiden SBY menerbitkan surat pembatalan tahapan Pilkada Aceh. Lalu, masyarakat sipil meminta Presiden menunjukkan penjabat Gubernur di Aceh hingga qanun dan dasar hukum diselesaikan untuk menjalankan Pilkada.
Tak hanya itu, elemen masyarakat sipil ingin menggugat Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh yang telah memaksakan pelaksanaan pilkada tanpa dasar hukum. Selain itu, masyarakat sipil juga menggugat gubernur dan wakil gubernur karena menggunakan anggaran pilkada tanda dasar hukum yang mengarahkan pada Pidana dan Korupsi.
Selain itu, kepada KIP Aceh, masyarakat sipil meminta pilkada dihentikan sampai ada dasar hukum yang jelas. Elemen masyarakat sipil juga meminta masyarakat tetap bersatu.
Elemen masyarakat sipil ini antara lain FAA, JAPPP, Putroe, Leukat, KTNA Aceh Jaya, FP2GB, HMI Cabang Langsa, KMPA, GEMPA, Siploh, Gerak Api, BAJA, Formapas, Community Simeulue, Persatuan Inong Aceh, AWCW, GEMPAR RI, LPPNRI, Kelompok Pemuda Aceh Tamiang, Yayasan Penira, Ikapeda, Yayasan leuser Antara, 3P, PPMJ, AMPESS, Mirah Pucoek, Yayasan Inong Aceh Damai, LSM Badan Kesatuan Bangsa, PUAN, API, LUAS, Lembaga Srikandi, KPP, Lembaga Cita Usaha, Yayasan Permata Hijau, dan Kopin Asoe Bumoe. (*)