Tidak disangka, ternyata dalam keseharian bang Memen mulai pukul 06.00 Wib hingga pukul 18.00 Wib yang disibukkan dengan profesi sebagai tukang peras santan kelapa masih sempat membaca pemberitaan melalui situs berita online melalui Hanphonenya. Dan yang terfavorite situs yang dibukanya adalah Lintas Gayo.
Ditemui ditempat usahanya dikawasan jalan Peteri Ijo Takengon beberapa hari lalu dan saat dikenalkan dari Lintas Gayo Bang Memen yang bernama asli Armen Farozi langsung tau dan pembicaraanpun manjadi lancar.
“O dari Lintas Gayo, hampir setiap hari situs tersebut saya buka. Jadi anda salah seorang pengelolanya,” ujar Bang Memen sambil minta izin melayani pelanggannya, beberapa orang ibu pengelola warung makan di Takengon yang datang membeli santan kelapa.
Satu persatu buah kelapa dibuka (dibelah) bang Memen dengan sebilah parang. Rupanya ibu tersebut haus , ingin minum air kelapa. Bang Memen persilahkan ibu tersebut menampung air kelapa dan langsung meminumnya dengan penampung batok kelapa, bukan gelas. “Air kelapa bagus untuk pengganti ion tubuh,” kata Bang Memen.
Sesaat kemudian, mesin pemisah daging kelapa dengan tempurungnya (Mesin Kukur Keramil, Gayo-red) berbunyi, cekatan bang Memen menyelesaikan pekerjaannya tersebut.
Proses kelapa menjadi santanpun dimulai. Bang Memen memasukkan kelapa tanpa batoknya tersebut kemulut mesin peras santan. Tak berapa lama air santan sudah berada ditangan ibu tersebut yang ditampung dalam kantong plastic. Sebelum memberikannya kepada ibu tersebut Bang Memen terlebih dahulu menimbangnya. “22 butir kelapa menghasilkan 12 kilogram santan,” kata Bang Memen.
Dihari-hari biasa, Bang Memen berhasil menjual santan dari kelapa antara 300 – 400 butir kelapa dan jika hari Megang hari raya Idul Fitri dan Idul Adha bisa mencapai 2000 butir perhari.
Bang Memen, pria kelahiran Simpang Tiga Redelong Kabupaten Bener Meriah di tahun 1966 ini biasanya membeli kelapa seharga Rp.2.300,- perbuah dan menjualnya dalam bentuk santan Rp.3.500,-.
Memang pantas jika lambang Pramuka itu Kelapa karena semuanya dari akar hingga daunnya berguna bagi manusia. Manfaa tersebut dialami Bang Memen, air santan dijual untuk kebutuhan masak-masakan, airnya diminum orang yang melintas, ampas sisa pemerasan kelapa dimanfaatkan peternak itik atau diambil petambak ikan di sungai Pesangan dan danau Lut Tawar. Tempurungnya sudah ada yang berlangganan mengambilnya dengan harga Rp.6 ribu perkilogramnya.
Usaha Peras Santan milik bang Memen merupakan yang pertama di Aceh Tengah ditahun 2010 lalu dan kini sudah ada 2 usaha yang sama di seputaran kota Takengon.
Semasa bujangan, Bang Memen dikenal sebagai pedagang kacang rebus keliling dan pakai music. “Saat itu jika ada penjual kacang rebus pakai music dengan lagu Gayo, orang pasti tau itu saya,” kata Bang Memen yang kini sudah punya putra dan putri sebanyak 4 (empat) orang ini.
Di tahun 1992 Bang Memen bernjualan cendol dengan gerobak dorong didampingi istrinya yang merupakan gadis Gayo kelahiran Kampung Wih Lah Kecamatan Pegasing. Tahun 2003 Bang Memen membuka warung cendol diseputaran Pasar Inpres Bale Atu Takengon dan masih eksis hingga sekarang.
Kebutuhan keluarga makin tinggi seiring dengan makin tingginya jenjang pendidikan anak-anaknya. Dan ditahun 2010 lalu Bang Memen memutuskan membuka usaha jasa Peras Santan.
Baginya informasi itu penting. “Orang kaya adalah orang yang banyak kuasai informasi . Dan pemberi informasi yang baik adalah yang tidak menunggu terjadinya gempa bumi atau tsunami”, begitu pendapat bang Memen.
Pemimpin Aceh Tengah Itu harus…..
Terhadap bagaimana sosok yang memimpin Kabupaten Aceh Tengah kedepan, Bang Memen dengan tegas menyatakan agar pemimpin yang baik adalah yang memahami apa yang dibutuhkan oleh rakyatnya secara keseluruhan serta merespon kebutuhan tersebut dengan program pembangunan yang mensejahterakan.
“Siapapun yang memimpin Aceh Tengah kedepan hendaknya tidak memikirkan dan mensejahterakan salah satu kelompok atau orang perorang saja. Seorang pemimpin disatu daerah berkewajiban memimpin seluruh rakyatnya,” kata Bang Memen.
Dan untuk menjalankan program pembangunan, menurut bang Memen seseorang seorang pemimpin mestinya menempatkan orang sesuai dengan bidang yang dikuasainya, bukan karena kepentingan.
Terkait lapangan kerja, dia juga berpendapat peran pemerintah itu penting. “Pemerintah itu ada untuk mensejahterakan rakyatnya, jadi harus berpikir untuk mengurangi angka pengangguran,” imbuhnya.
Dan kepada generasi muda dia berpesan bahwa sebenarnya Tanoh Gayo itu sangat kaya Sumber Daya Alam (SDA). Agar SDA tersebut bisa dimanfaatkan maka butuh inisiatif yang kreatif dan tentunya harus diawali dengan pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas.
“Ada kemauan pasti ada jalan, sehingga para sarjana tidak lagi berpikir untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil,” pungkas Bang Memen. (Kha A Zaghlul).