Urang Gayo Harus Banyak Anak

Oleh Marah Halim*

Tulisan ini tidak bermaksud diskriminatif terhadap saudara-saudara selain suku Gayo yang ada di Gayo. Tidak ada niat sedikitpun untuk mengecilkan makna keberadaan mereka di Gayo, namun mohon dimaklumi bahwa sebagai etnis tempatan etnis Gayo perlu memikirkan langkah-langkah untuk melestarikan dirinya.

Urang Gayo sekarang dihadapkan pada kenyataan secara kuantitas tikik dan secara kualitas lemik. Di lima kabupaten; Aceh Tengah, Aceh Tenggara, Aceh Timur, Bener Meriah, dan Gayo Lues, jumlah etnis asli Gayo bersaing dengan etnis pendatang, bahkan di beberapa kabupaten tersebut jumlah etnis pendatang hampir menyamai etnis Gayo asli. Saking banyaknya mereka bahkan banyak nama kampung yang sudah dinamai dengan bahasa ibu mereka, bukan lagi dengan nama Gayo. Kondisi ini tentu memprihatinkan.

Nama-nama kampung di Bener Meriah seperti Karang Rejo, Suka Ramai, Suka Jadi, Wonosari, Panji, dan lain-lain adalah nama-nama bukan Gayo, sehingga daerah-daerah tersebut telah hilang identitas Gayo-nya. Demikian halnya dengan beberapa tempat di Aceh Tengah.

Suatu bangsa kuat dan disegani oleh bangsa lain karena jumlah yang banyak dan kemampuan yang tinggi. Cina saat ini menjadi super power baru yang ditakuti Amerika sekalipun tidak lain karena jumlahnya yang sangat membanggakan. Dimana-mana di dunia ini ada etnis Cina, yang walaupun berbeda bahasa tapi wajahnya tidak jauh beda.

Karena itulah, melalui rubrik ini, penulis menghimbau semua urang Gayo asli agar jangan membatasi jumlah anak, tidak usah terlalu ketat dengan anjuran BKKBN agar punya anak dua saja. Slogan BKKBN itu tidak ada logikanya, bukan jaminan anak dua akan berkualitas, bahkan anak yang banyaklah yang memberikan kualitas yang banyak pula.

Gara-gara urang Gayo termakan dengan seruan BKKBN, maka jumlah urang Gayo saat ini merosot tajam. Bayangkan, rata-rata keluarga Gayo angkatan 90-an paling banyak beranak tiga atau dua, jarang-jarang yang sampai lima, enam, dan seterusnya. Kita butuh jumlah yang banyak karena kualitas juga bisa digali dari kuantitas yang banyak.

Program KB adalah program yang menyesatkan bagi etnis-etnis yang berjumlah sedikit seperti urang Gayo. Jumlah orang Gayo Asli dari lima kabupaten saat ini belum mencapai angka lima ratus ribu, padahal kita butuh angka satu juta orang Gayo atau bahkan lebih. Satu juta orang Gayo asli sudah bisa mewarnai peradaban dunia. Program KB cocok untuk suku-suku yang jumlahnya banyak di Indonesia ini, untuk suku yang sedikit malah bisa menjadi bumerang.

Sebagai bandingan, jumlah orang Israel di dunia diyakini tidak lebih dari empat juta jiwa, namun dengan jumlah itu mereka bisa mengatur dunia ini, ini tidak lain karena kualitas mereka sangat hebat. Dari segi kualitas manusia kita pantas berkaca kepada negara Yahudi tersebut, bukan pada prilakunya tapi pada kegigihan dan fanatisme-nya meningkatkan sumber daya manusianya. Perlu diketahui, jumlah penduduk Israel sama dengan jumlah penduduk Aceh, sekitar empat juta. Namun dari 1 juta orang Israel ada 16.000 orang yang bergelar atau bertitel doktor, sementara dari 1 juta orang Amerika dan dari 1 juta orang Jepang hanya ada 6.000 doktor. Perlu juga diketahui, sampai saat ini, dari satu juta penduduk Indonesia hanya ada 100 orang yang bertitel doktor, dan dari satu juta penduduk Aceh hanya ada 20 orang doktor, pertanyaannya adalah dari hanya 300 ribu orang Gayo asli berapa kira-kira yang sudah bertitel doktor? Saya kira masih dibawah seratus atau malah belum menyentuh angka 50 orang. Coba bandingkan dengan Israel. Itu yang bertitel doktor, belum lagi yang bertitel master atau bachelor. Jadi tidak usah heran jika mereka menguasai dunia.

Pembaca yang budiman, data-data di atas saya dapat dari kuliah dengan Prof. Dr. Yusni Saby yang alumni Temple University, AS. Dia pernah berdialog langsung dengan mahasiswa dari Israel. Salah satu yang mengesankan dari cerita si mahasiswa Yahudi tersebut adalah bahwa setiap orang Israel yang belajar dimanapun di seluruh dunia harus mendapat nilai 9 atau 10, artinya nilai di bawah sembilan tidak diakui. Dia menyatakan bahwa orang Israel cerdas bukan karena mitos, tetapi karena memang belajar dengan sungguh-sungguh. Mereka akan malu pulang ke Israel jika membawa nilai di bawah sembilan.

Sebagai penutup, penulis mengajak semua orang Gayo untuk (maaf) memperbanyak anak karena dengan begitulah eksistensi kita akan tetap terjaga. Dan jangan lupa untuk terus berbahasa Gayo dalam keluarga dimana saja berada, karena bahasa adalah identitas utama yang lain selain keturunan. Jika dulu orang tua kita dengan kemampuan ekonomi pas-pasan berani beranak banyak, mengapa kita yang kini lebih lapang dan berkemampuan malah menyedikitkan anak. Tampaknya slogan orang tua kita dulu ”banyak anak banyak rezeki” mutlak kebenarannya.

——-

*Widyaiswara BKPP Aceh

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.