Berguru Pada Masa Lalu

Oleh Johansyah*


Selamat tinggal 2011, kini kita masuk dan menjejakkan kaki di gerbang 2012. Setiap orang tentunya memiliki obsesi dan impian dalam meniti tangga-tangga kehidupan yang penuh dengan teka-teki dan tanda tanya. Masa yang lewat telah menjadi catatan yang tersimpan rapi dalam memori kita tentang kesuksesan maupun kegagalan, kesenangan maupun kegelisahan, dan suka maupun duka.

Lalu, apakah yang sepantasnya dilakukan pada momen pergantian tahun ini?. setidaknya Islam mengingatkan kita untuk mengoreksi dan mengevaluasi produk amal kita pada masa lalu, terutama list-list tentang catatan kesalahan dan dosa yang kita perbuat untuk tidak terulang di masa yang akan datang.

Hal ini diungkap oleh al-Qur’an pada Surat al-Hasyar: 18, di mana Allah berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memerhatikan apa yang telah dikedepankannya untuk hari esok dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah menyangkut apa yang kamu kerjakan Maha Mengetahui (QS. al-Hasyar: 18).

Dalam Tafsir Al-Mishbah (2002) secara umum dijelaskan bahwa esensi dari ayat ini adalah peringatan Allah untuk mengevaluasi amalan masing-masing di masa lalu untuk kemudian disempurnakan pada masa-masa yang akan datang. Jika perbuatan yang telah lewat baik maka kita terus meningkatkannya kembali, dan jika itu perbuatan buruk, maka kita diminta untuk bertaubat kepada Allah dengan sungguh-sungguh dan bertekad tidak mengulanginya.

Di sisi lain, kondisi kehidupan seseorang, secara statistik grafiknya tentunya diharapkan terus mengalami peningkatan dari segala aspeknya. Seperti hadist Rasulullah Saw, bahwa orang yang beruntung adalah mereka yang hari ininya lebih baik dari kemarin, dan hari esoknya lebih baik dari hari ini. layaknya produk teknologi, bahwa yang dikatakan teknologi mutakhir dan mumpuni, itu karena dinamika perubahannya sangat drastis dan kualitasnya teruji, terus mengalami peningkatan sehingga disukai dan banyak dipergunakan. Demikian halnya manusia itu sendiri, mereka yang tidak mampu meningkatkan kualitas amal berarti tergolong kepada gagal dan akhirnya akan dipecundangi oleh waktunya sendiri.

Terkait dengan masa lalu, sederhananya marilah kita koreksi masa lalu melalui dua dimensi, yakni dimensi vertikal yang terkait dengan hubungan dengan Sang Khalik (hablum minallah), serta dimensi horizontal yang terkait dengan hubungan sosial (hablum minannas). Dua dimensi ini pula yang harus menjadi fokus kita semua dalam menata kembali hari esoknya.

Dari dimensi vertikal misalnya, bagaimana pola komunikasi seseorang dengan-Nya selama ini, terutama yang terkait dengan kewajiban shalat lima waktu, bagaimana pula puasa, selain itu apakah kita sudah mengeluarkan zakat dari harta yang kita miliki?. Selama ini seseorang memang selalu shalat tapi hanya sekedar menggugurkan kewajiban dan belum sampai pada tingkatan kebutuhan, ataukah di antara kita masih sering meninggalkan perintah ini, atau jangan-jangan kita sangat jarang melaksanakannya, hanya di dua hari raya besar yaitu Idul Fitri dan Idul Adha.

Setiap tahun di bulan Ramadhan juga umat ini selalu berpuasa untuk memenuhi salah satu dari rukun Islam, namun apakah puasa yang kita laksanakan hanya sebatas menahan lapar dan dahaga, tapi tidak memelihara pandangan, pendengaran dan tidak menjaga pembicaraan dan sikap?, ataukah sama sekali tidak melaksanakan puasa dengan dalih berpenyakitan. Di sisi lain, sebagai orang yang memiliki kelebihan harta apakah harta yang kita miliki telah dikeluarkan zakatnya, ataukah sama sekali kita tidak pernah memperdulikannya?

Sementara dari dimensi horizontal, banyak hal yang perlu kita tela’ah karena menyangkut hubungan dengan manusia serta dengan makhluk Tuhan lainnya yang ada di seantero jagad ini. setidaknya yang perlu kita nilai adalah kualitas hubungan kita dengan saudara, kerabat, tetangga, dan orang-orang yang kita kenal.

Barometer yang paling sederhana untuk melihat secara konkrit kualitas relasi sosial ini adalah seberapa bermanfaatkah eksistensi kita bagi orang lain, apakah kehadiran kita dapat membuat orang di sekitar kita nyaman, senang dan penuh suka cita, ataukah sebaliknya menimbulkan keresahan dan kegelisahan bagi orang lain. Makanya Rasulullah Saw mengatakan bahwa sebaik-baik orang adalah mereka yang keberadaannya bermanfaat bagi orang lain. Selain itu, kualitas relasis sosial juga dapat diukur seberapa banyak pengakuan seseorang atas kebaikan kita?.

Masing-masing orang telah memiliki dokumen video masa lalu tentang apa yang diperbuatnya. Setiap orang juga telah memiliki kesimpulan tentang kualitas dua dimensi tersebut. Nah, untuk tugas selanjutnya adalah memilih dan memilah amalan mana yang layak dipertahankan dan amalan mana yang seharusnya dibuang. Layaknya bahan-bahan ketikan dalam komputer, ada bahan yang perlu kita delete atau cut, ada bahan yang perlu kita copy-paste. Tentunya yang dicopy-paste ini adalah amalah-amalan kebaikan, sedangkan yang didelete dan dicut adalah amalan yang jelek.

Dalam menyambut tahun baru 2012, tentu tidak ada rambu-rambu lampu merah bagi seseorang atau kelompok bilamana ingin merayakannya dengan mengadakan berbagai kegiatan, baik bersama teman maupun bersama keluarga. Terserahlah apa yang dilakukan, namun yang penting adalah kesadaran semua kita bahwa detik, menit, jam, hari, minggu, bulan, dan tahun yang terlewat sebenarnya telah merampas bagian dari kehidupan kita. Ini pertanda bahwa pergumulan hari demi hari semakin mendekatkan diri kita dengan maut. Di satu sisi umur kita bertambah apabila bertolak dari titik kelahiran, namun di sisi lain umur kita terus berkurang jika bertolak dari titik kematian.

Ingat pula, bahwa visi akhir kita bukanlah kehidupan dunia yang penuh senda gurau dan permainan ini. Visi umat Islam adalah visi jangka panjang yaitu akhirat sebagai pelabuhan terakhir untuk mempertanggungjawabkan segala amalan kita semasa hidup di dunia. Oleh karena visi akhirat yang menuntut pertanggungjawaban tersebut, maka sejatinya program utama dalam hidup yang perlu kita perkuat adalah eksistensi akidah dalam diri kita sebagai landasan bagi semua amalan. Dia adalah operating system uyang absurd diabaikan. Adapun program yang lain adalah program-program aplikasi yang tidak akan mungkin rusak bila operating system tadi kokoh.

Sebagai penutup tulisan ini, penulis tertarik mengutip esensi dari dialog Al-Ghazali dengan para muridnya. Dia mengatakan bahwa yang paling dekat dengan kita adalah kematian, yang paling jauh dari kita adalah masa lalu, yang paling besar dalam diri kita adalah hawa nafsu, yang paling berat dalam diri kita adalah amanah, yang paling ringan bagi kita adalah meninggalkan shalat, dan yang tajam itu bukanlah pedang, akan tetapi lidah. Semoga hari esok kita lebih baik dari hari ini.

             

*Penulis adalah Mahasiswa Program Doktor PPs IAIN Ar-Raniry Banda Aceh

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.