Catatan: Anda Putra
Bercerita soal kawin atau nikah, tentunya sangat mengasikan. Apalagi bagi dua sijoli yang sedang dimabuk kasmaran. Namun sayangnya, dewasa ini akibat perkembangan zaman dan derasnya arus globalisasi, kerab manusia mengabaikan kaedah-kaedah dan norma-norma agama.
Sehingga tak jarang kita dengar banyak anak-anak muda terjerumus dalam pola hidup sesat. Mulai dari sek bebas sampai nikah siri yang sampai saat ini masih menimbulkan pro-kontra di berbagai kalangan.
Tip ringan ini mungkin bisa dijadikan acuan bagi kita menjagaanak-anak kita generasi masa depan bangsa.
Pokok Pikiran
- Pernikahan yang sah harus terpenuhi Syarat dan Rukun Nikah.
- Nikah Siri, tidak dilaporkan dan tidak tercatat di KUA Kecamatan, sehingga pasangan Nikah Siri tidak mempunyai dokumen resmi sebagai alat bukti yang autentik menurut Undang-Undang.
- Bila terjadi sengketa Perkawinan -Nikah Siri-, maka tidak dapat diselesaikan melalui jalur Hukum.
- Dalam masyarakat Nikah Siri diartikan; a. Pernikahan tanpa adanya Wali Nikah (dalam arti Wali Nikah tidak merestui). b. Pernikahan Poligami tanpa sepengetahuan istri terdahulu. c. Pernikahan dengan Wali Nikah seorang Kiyai / Tengku / Ustaz, dimana sebagian besar masyarakat masih berangapan mereka itulah sebagai Wali Hakim.
Dampak Pernikahan Siri
- Tidak ada kontrol Hukum. Sangat mudah bagi pelaku Nikah Siri melakukan perceraian dan melangsungkan poligami tanpa melalui proses hukum.
- Menimbulkan masalah Administrasi Kependudukan. Seperti, Daftar Kartu Keluarga, Akta Kelahiran, status Perkawinan dalam KTP, status muhrim bagi suami istri yang berhaji, dll.
- Berpengaruh terhadap Proyeksi kehidupan ekonomi dan penyusunan RAPBN.
- Dari sisi Demografi, pertumbuhan penduduk tidak terkendali.
- Bias gender, pelaku adalah laki-laki dan korban adalah perempuan.
- Dari berbagai kasus dalam masyarakat, lebih banyak mudharat daripada mashlahatnya. Terutama sekali terhadap perempuan dan keturunan (anak) bila ada. Seperti upaya mendapatkan hah-hak dan memperjuangkan dan menuntut harta bersama (Gayo; poh roh).
- Secara Hukum posisi Nikah Siri sangat lemah.
- Anak yang lahir menjadi anak Biologis, bukan anak Yuridis.
Sudut Pandang Hukum
- Dalam Teori Hukum disebutkan; Perbuatan Hukum akan menimbulkan Akibat Hukum dan Perlindungan Hukum. Sebaliknya, yang bukan Perbuatan Hukum tidak akan menimbulkan Akibat Hukum dan tidak mendapat Perlindungan Hukum. Nikah Siri bukan Perbuatan Hukum.
- UUD 1945 Pasal 28 ayat (1) berbunyi; Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda yang berada dibawah kekuasaanya, rasa aman dan perlindungan ancaman ketakutan untuk berbuat/tidak yang merupakan hak asasi.
- UU No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pasal 2 ayat (1) mengatur sahnya perkawinan menurut Agama dan ayat (2) menurut hukum apabila dicatatkan.
- UU RI Tentang Pokok-pokok KDRT Pasal 9 ayat (1); setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya padahal menurut hukum yang berlaku atau karena persetujuan atau pperjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, pemeliharaan kepada orang tersebut. Pasal 49; Dipidana penjara paling lama 3 tahun atau denda paling banyak Rp.15.000.000, sebagaimana dimaksud Pasal 9 ayat (1).
- UU No.23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan (pasal 2-4) mengatur tentang hak dan kewajiban bagi setiap penduduk untuk melaporkan; a. Peristiwa Kependudukan; pindah/dating, perubahan alamat, dan status tinggal (tetap/sementara). b. Peristiwa penting; kelahiran, perkawinan, dan kematian serta perceraian.
- Pada tahun 1974, pernah terjadi kasus; Pimpinan Pesantren Krapyak Yogyakarta yang bernama KH. Ma’sum, menolak untuk menikahkan siri. Takut dianggap pasantrennya tidak mengerti Peraturan Per-UUan.
- Hakim, dalam fiqih secara umum diartikan penguasa (yang memiliki kewenangan). Dalam kontek NKRI berarti yang menjadi Wali Hakim adalah Presiden. Selanjutnya oleh Peraturan Per-UU-an mengatur mekanisme pelaksananya. Secara umum yang mendapat pelimpahan kewenangan menjadi Wali Hakim dari Presiden adalah Kementerian Hukum dan Ham dengan Kementerian Agama beserta jajarannya sampai ke Tingkat Kecamatan.
Kesimpulan
- Dari sudut Konstitusional Nikah Siri bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945 serta Hukum Psitif yang berlaku di Indonesia.
- Dari aspek kultur, sosial dan ekonomi, pernikahan siri merupakan tindakan yang tidak berkeadilan, bias gender dan diskriminatif. Dalam hal ini perempuan dan anak (bila ada) sebagai korban.
- Dari aspek Yuridis Formal, pernikahan siri tidak memiliki kekuatan Hukum.
- Perlu dilakukan penertiban Administrasi Kependudukan untuk mewujudkan keadilan dalam menjamin perlindungan hak-hak setiap Warga NKRI, maka perlu pencatatan peristiwa kependudukan dan peristiwa penting.
- Tidak menempatkan seseorang sebagai Wali Hakim tanpa dasar Hukum-termasuk secara syar’i- yang jelas dan konkrit.
- Untuk meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan Hak Asasi Manusia yang dijamin oleh Hukum, sudah seyogyanya seluruh elemen masyarakat bersikap dan menyatakan; Jangan Nikah Siri dan STOP KAWIN-KAWINAN…!!!
* Penghulu KUA Kecamatan Kebayakan & Dosen STIHMAT
.