Oleh: Dr. Darul Aman, M. Pd
MENURUT para ahli, profesionalisme menekankan kepada penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya. Maister (1997) mengemukakan bahwa profesionalisme bukan sekadar pengetahuan teknologi dan manajemen tetapi lebih merupakan sikap, pengembangan profesionalisme lebih dari seorang teknisi bukan hanya memiliki keterampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang dipersyaratkan.
Ada empat standar pengembangan profesi guru yaitu:
Pertama, standar pengembangan profesi A adalah pengembangan profesi untuk para guru sains memerlukan pembelajaran isi sains yang diperlukan melalui perspektif-perspektif dan metode-metode inquiri. Para guru dalam sketsa ini melalui sebuah proses observasi fenomena alam, membuat penjelasan-penjelasan dan menguji penjelasan-penjelasan tersebut berdasarkan fenomena alam.
Kedua, standar pengembangan profesi B adalah pengembangan profesi untuk guru sains memerlukan pengintegrasian pengetahuan sains, pembelajaran, pendidikan, dan siswa, juga menerapkan pengetahuan tersebut ke pengajaran sains. Pada guru yang efektif tidak hanya tahu sains namun mereka juga tahu bagaimana mengajarkannya. Guru yang efektif dapat memahami bagaimana siswa mempelajari konsep-konsep yang penting, konsep-konsep apa yang mampu dipahami siswa pada tahap-tahap pengembangan, profesi yang berbeda, dan pengalaman, contoh dan representasi apa yang bisa membantu siswa belajar.
Ketiga, standar pengembangan profesi C adalah pengembangan profesi untuk para guru sains memerlukan pembentukan pemahaman dan kemampuan untuk pembelajaran sepanjang masa. Guru yang baik biasanya tahu bahwa dengan memilih profesi guru, mereka telah berkomitmen untuk belajar sepanjang masa. Pengetahuan baru selalu dihasilkan sehingga guru berkesempatan terus untuk belajar.
Ke-empat, standar pengembangan profesi D adalah program-program profesi untuk guru sains harus koheren (berkaitan) dan terpadu. Standar ini dimaksudkan untuk menangkal kecenderungan kesempatan-kesempatan pengembangan profesi terfragmentasi dan tidak berkelanjutan.
Apabila guru telah memenuhi standar profesional guru sebagaimana yang tergambar di atas, maka semakin baik-lah kriteria yang diharapkan dan akan memperoleh hasil yang lebih baik dalam proses pembelajaran terutama dalam mengembangkan kualitas anak didik. Selain memiliki standar profesional guru sebagaimana uraian di atas, di dalam jurnal Educational Leadership 1993 (dalam Supriadi 1998) dijelaskan bahwa untuk menjadi profesional, seorang guru dituntut untuk memiliki lima hal:
Kelima hal tersebut yakni, guru mempunyai komitmen pada siswa dan proses belajarnya, guru menguasai secara mendalam bahan/mata pelajaran yang diajarkannya serta cara mengajarnya kepada siswa, guru bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai cara evaluasi, guru mampu berfikir sistematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari pengalamannya, guru seyogyanya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya.
Arifin (2000) mengemukakan guru Indonesia yang profesional dipersyaratkan mempunyai; dasar ilmu yang kuat sebagai pengejawantahan terhadap masyarakat teknologi dan masyarakat ilmu pengetahuan di abad 21. Penguasaan kiat-kiat profesi berdasarkan riset dan praksis pendidikan yaitu ilmu pendidikan sebagai ilmu praksis bukan hanya merupakan konsep-konsep belaka. Pendidikan merupakan proses yang terjadi di lapangan dan bersifat ilmiah, serta riset pendidikan hendaknya diarahkan pada praksis pendidikan masyarakat Indonesia.
Pengembangan kemampuan profesional berkesinambungan, profesi guru merupakan profesi yang berkembang terus menerus dan berkesinambungan antara LPTK dengan praktek pendidikan. Kekerdilan profesi guru dan ilmu pendidikan disebabkan terputusnya program pre-service dan in-service karena pertimbangan birokratis yang kaku atau manajemen pendidikan yang lemah.
Dengan adanya persyaratan profesionalisme guru ini, perlu adanya paradigma baru untuk melahirkan profil guru Indonesia yang profesional di abad 21 yaitu memiliki kepribadian yang matang dan berkembang; penguasaan ilmu yang kuat; keterampilan untuk membangkitkan peserta didik kepada sains dan teknologi; dan pengembangan profesi secara berkesinambungan.
Ke-empat aspek tersebut merupakan satu kesatuan utuh, tidak dapat dipisahkan dan ditambah dengan usaha lain yang ikut mempengaruhi perkembangan profesi guru profesional. Dengan demikian, diharapkan akan adanya restorasi pengembangan profesi guru yang matang dari pemerhati pendidikan yakni Dinas Pendidikan dan Kebudayaan setempat untuk memiliki kemampuan ekstra memberikan dukungan material plus moril kepada guru yang ada potensi melanjutkan pendidikan linier ke jenjang lebih tinggi.
Bilamana guru yang telah mendapatkan disiplin ilmu pengetahuan yang lebih tinggi dan matang, maka seharusnya mampu berbuat profesional dalam melaksanakan proses pembelajaran kepada anak didik, artinya bukan hanya sekedar mengajar akan tetapi mampu mendidik, dan melatih anak didik untuk meningkatkan tarap kualitas keterampilan hidup. Mungkin juga bahwa tujuan dari pada sertifikasi guru dan dosen adalah mengisyaratkan profesional yang termuat di dalamnya: guru/dosen harus mampu melakukan pembelajaran yang aktif, guru/dosen harus aktif melakukan pembelajaran dengan cara yang piawai dalam melaksanakan pembelajaran, guru/dosen harus inovatif dalam menyampiakan sehingga tidak terkesan konvensional, guru/dosen harus kreatif dalam membaca dan menyalurkannya dalam berbagai macam informasi sehingga besar kemungkinan anak didik menjadi lebih tahu, guru/dosen harus efektif dalam melaksanakan tugas mengajar dengan kata lain dalam sertifikasi dosen/guru dimana jam mengajar terdapat 24 jam maka ini tidak bisa dikurangi karena berhubungan dengan tunjangan guru profesional, dan guru/dosen harus mampu memberi rasa senang dan nyaman terhadap anak didik dalam mengikuti pelajaran (inilah yang disebut dengan PAIKEM). ***