* Catatan Perjalanan ISPO SMAN 1 Takengon Part VI
DENGAN rasa bangga yang tak terhingga kami pun meninggalkan TMII untuk kembali ke penginapan, karena pagi esoknya harus sudah keluar dari penginapan yang telah disediakan. Sebagian peserta ada yang langsung meninggalkannya hari itu juga, karena jarak yang ditempuh cukup dekat, termasuk teman sekamar kami pak Yudi, dengan banyak cerita yang telah dilakoni selama beberapa hari seakan waktu itu terasa sangat singkat, banyak sekali catatan menarik yang tinggal disitu, sambil bersalaman dan berangkulan, pak Yudi pun berpamitan.
Terima kasih pak Yudi atas bimbingannya kepada kami, semoga kelak kita dapat berjumpa lagi, dan juga semua guru pembimbing dari berbagai daerah, semoga kita dapat bertemu lagi di ajang ISPO ke-5 tahun depan, semoga sekolah-sekolah kita dapat masuk finalis kembali.
Setelah keadaan penginapan agak renggang, kami pun mulai berbenah mempersiapkan barang-barang yang akan dibawa pulang, walaupun kami memiliki 3 hari lagi untuk berlibur sebelum kepulangan ke Takengon, rencananya akan ada pertemuan di dengan masyarakat Gayo Jakarta yang difasilitasi oleh Forum Lintas Gayo (For LG) Jakarta, sekalian akan diserahkannya buku “Gayo merangkai Identitas” dan juga penerimaan buku untuk komunitas Gayo membaca, dan kami pun mendapat tawaran untuk menginap di rumah salah seorang anggota DPD asal Gayo Ir. Mursyid, kami pun menerima tawaran itu.
Besoknya kami pun segera menuju kediaman Ir. Mursyid di Komplek TNI-AL yang jaraknya sangat dekat dengan penginapan, beliau telah menanti kedatangan kami sejak pagi. Setelah itu sebuah rencana disusun untuk pergi ke Bandung selama Ā dua hari menikmati liburan yang diberikan pihak sekolah, dan meninggalkan barang-barang bawaan dikediamannya. Menikmati liburan itu, siswa-siswa kami menikmati perjalanan itu, dengan rasa beban yang secara perlahan, liburan itu pun terlihat asik.
Tak Menyenangkan
Menikmati liburan itu, kami semua menyempatkan melihat keindahan objek-objek wisata disana, diantaranya Kawah Putih, dan objek wisata Tangkuban Perahu.
Ada hal yang menarikĀ disana, disaat kami semua sedang menikmati keindahan alam Tangkuban Perahu dengan bau belerang yang menyengat, dengan keterbatasan pengenalan daerah itu, sebelumnya kami semua menjamak shalat Dzuhur dan Ashar.
Ada seorang lelaki berjubah mendekati kami disaat kami asik berfoto-foto, lelaki itu mengucapkan salam kepada kami dan menanyakan asal daerah kami, dan tanpa sebab lelaki itu mengata-ngatain kami dengan kata-kata yang kurang enak didengar, dan menanggap kami semua belum melaksanakan ibadah shalat Ashar.
Kami hanya terdiam tanpa mampu membalas ucapan lelaki itu, tujuannya sangatlah mulia mengingatkan kami untuk beribadah, karena kesempatan untuk berbicara tidak ada kami semua membiarkan dulu ucapan-ucapannya.
Ketika lelaki itu keliatan capek dengan ucapannya, kesempatan untuk menjelaskan pun ada, ku beranikan untuk menjawab salamnya kembali walaupun awalnya telah menjawab didalam hati, perlahan ku ucapkan terima kasih telah mengingatkan kami untuk beribadah, dan mengatakan bahwa kami tak kenal dengan daerah ini maka kami melakukan shalat jamak taqdim, lelaki itu pun terkejut mendengarnya.
Seakan merasa bersalah karena tak menanyakan dahulu kepada kami, lelaki itu pun meminta maaf, kami semua tersenyum, dan memaafkannya sambil bersalaman. Kejadian itu masih tetap teringat dalam memori ku, seraya bersyukur masih ada yang mengingatkan ku dalam hal ibadah.
Masa liburan itu pun usai dan harus segera untuk kembali ke Jakarta, karena besoknya kami harus terbang ke Medan untuk kembali ke Takengon.
Kami pun kembali ke kediaman akan Qarib, dan menginap untuk semalam disana, kesempatan itu kami gunakan untuk bercerita dan berbagi ilmu dengan keluarga ini, kehidupan keluarga ini sangat sederhana, dan banyak sekali pelajaran yang bisa diambil dari situ terutama buat ku.(Darmawan Masri)