Mengenal Allah Melalui Hati

Oleh: Khairul Asri

APA yang akan kita lakukan ketika kita sedang makan di sebuah restoran, kemudian lewat seorang pemulung yang mengambil sisa makanan di dalam tong sampah? Apa yg akan kita lakukan ketika melihat seorang yang cacat hendak menyebrang jalan? Apa yang kita rasakan ketika kita tidak lagi melihat sebuah keadilan terjadi,dan penyelewengan amanah?

Kenapa kita sibuk memperkaya diri sedangkan di sekeliling kita masih banyak saudara kita yang mencari sesuap nasi saja susah? Jika kita menanyakan pertanyaan tersebut kepada setiap orang, tentu pada fitrahnya akan menjawab dengan jawaban yang sama, Jika kita mau jujur bahwa fitrah hati setiap manusia adalah sama, cenderung kepada kebaikan. Tapi mengapa semua itu tidak terjadi di realita, banyak dari kita tidak lagi tergerak hatinya ketika melihat pemulung yang makan sisa sampah, begitu juga dengan pertanyaan-pertanyaan selanjutnya.

Hatilah yang yang mengenal Allah, hatilah yang mendekati kepada Allah, dialah yang bekerja karena Allah. Sesungguhnya anggota badan adalah pengikut, pelayan, alat yg digunakan oleh hati seperti raja memimpin rakyatnya. Apabila kita mengenal hati maka kita mengenal diri kita apabila kita mengenal diri kita maka kita mengenal Tuhan, jika kita tidak mengenal hati maka kita tidak akan mengenal selainnya.

Seorang Mursyid (guru pembimbing dalam Bahasa Arab) pernah berkata ”Jadilah manusia yang berhati, atau paling tidak menjadi murid sebuah hati, yang selalu mendengarkannya. Jika tidak engkau hanya berjalan di tempat bagaikan keledai terperangkap lumpur. Jika tak punya hati, manusia tak punya guna”.

Dalam kesengsaraan, ia akan dikenal dunia. Hati adalah sebuah tempat antara wilayah kesatuan (ruh) dan daerah keanekaragaman (nafsu). Jika hati mampu melepaskan selubung nafsu yang melekat padanya dia akan berada di bawah pengaruh ruh. Inilah fitrah sebuah hati dalam makna yang sebenarnya, telah bersih dari segala kotoran. Sebaliknya, jika hati dikuasai oleh nafsu dia menjadi keruh oleh kotoran keanekaragaman nafsu.

Ruh adalah sumber semua kebaikan, dan nafsu adalah sumber semua kejahatan. Cinta menjadi tentara ruh, dan hasrat membentuk tentara nafsu. Ruh mewakili keberhasilan melalui Allah, sedangkan nafsu mewakili kegagalan melalui Allah juga. Hati terletak antara keduanya, dan pemenang dari keduanya akan mengendalikan hati. (Imam Al-Ahazali Dalm Ihya Ulumudin)

Kita dapat melihat dalam kisah Nabi Adam AS, ketika Nabi Adam mendengarkan dan melakukan akal-akalan iblis yakni memetik Buah Khuldi yang memang dilarang oleh Allah SWT kepada Adam. Uniknya akal-akalan yang digunakan iblis untuk menyesatkan Nabi Adam supaya bersedia memetik Buah Khuldi tersebut cukup masuk akal untuk diterima oleh Nabi Adam sehingga iapun melakukan apa yang memang diinginkan oleh iblis.

Sebenarnya mengapa Nabi Adam tidak menggunakan hatinya untuk menjawab akal-akalan iblis tersebut? Hal ini karena Nabi Adam mengutamakan akal lebih dahulu dari pada hati maka ia menjadi tersesat.

Karena kesalahan penggunaan akal tersebut, maka Nabi Adam pun keluar dari surga sebagai bentuk akibat atau konsekuensi dari perbuatannya. Dan nabi adam sadar akan kesalahannya hingga ia terus menggunakan hatinya terlebih dahulu untuk berbuat baru menggunakan akalnya. Dari pengalaman Nabi Adam ternyata jika hati kita bersih otomatis akal kita juga jernih, jika hati kita sudah bagus maka hal-hal yang difikirkan akal juga pasti menjadi bagus.

Dengan kesadaran itu ternyata iblispun kehilangan akal untuk mengakali Nabi Adam. Hingga iblis menemukan metode baru yakni memanfaatkan nafsu untuk menggelincirkan manusia dari jalan yang lurus. Hal pertama yang dilakukan iblis adalah memanfaatkan nafsu syahwat dan korban pertama iblis adalah Habil yakni putranya Nabi Adam. Dimana saat itu, Habil punya adik yang cantik dan Qobil punya adik yang tidak begitu cantik dimata Habil. Karena hatinya Nabi Adam bersih maka akal yang jalan saat itupun logis. Logisnya Habil harus nikah dengan adiknya Qobil dan Qobil harus nikah dengan adiknya Habil dan itulah yang logis menurut nabi adam sehingga akan adil rasanya.

Hati adalah hidayah Allah yang melebihi hidayah-hidayah lainnya. Hati bisa mengendalikan akal tapi akal tidak bisa mengendalikan hati. Dengan kita menguasai hati maka kita menjadi manusia yang berakal tetapi jika kita hanya menguasai akal maka kita adalah manusia yang tidak berhati, maka ketika manusia tidak berhati sama saja dengan tidak berakal.

Manusia bisa menjadi lebih mulia dari malaikat, jika hatinya mampu mengalahkan akal dan nafsunya. Manusia juga bisa lebih hina dari binatang jika nafsu mengalahkan hatinya, karena hati dalam komponen tubuh merupakan raja, sedangkan akal adalah wakilnya dan anggota tubuh adalah prajuritnya.

Penempatan hati sebagai raja karena ia merupakan jalan datangnya sebuah petunjuk, dari sanalah peta kebaikan, sedangkan untuk menuju tujuan kebaikan itu kita memerlukan sebuah panglima yaitu akal yang akan membaca peta kebaikan hati dan akan berjalan menuju tujuan kebaikan. Tanpa akal hati itu hanyalah sebuah petunjuk yang akan sangat sulit untuk dimanfaatkan dan diaplikasikan. Akal yang akan memutuskan kita akan lewat jalan yang mana, sesuai dengan banyaknya jalan kebaikan yang akan ditunjukkan oleh hati. Akal akan menentukan kita melewati rute-rute mana saja, selama akal itu masih menggunakan peta hati maka semua jalan yang dipilih oleh akal adalah jalan kebaikan. Akal hanya memilih jalan yang dirasa sangat cocok dengan diri kita

Untuk melaksanakan sebuah perintah kebaikan akal juga memiliki prajurit, yaitu nafsu. Nafsu ibarat seorang prajurit yang harus dikendalikan oleh akal atas perintah hati untuk senantiasa berjalan dengan cepat menuju kebaikan.Namun nafsu ini sungguh adalah sebuah boomerang yang bisa menimbulkan kecelakaan bagi diri kita sendiri. Nafsu bisa mengantarkan kita cepat mencapai tujuan namun juga bisa mengantarkan kita cepat menuju keburukan. Meskipun kita sudah dibekali hati sebagai peta, namun ketika akal tak mampu mengendalikan  nafsu dengan baik, maka niscaya tujuan kebaikan itu akan berubah menjadi kecelakaan yang menuju jurang keburukan.

Dimanapun yang namanya raja pasti ia akan dimuliakan, dihormati dan disegani. Demikian halnya dengan seorang panglima, derajatnya pasti lebih tinggi dari pada prajurit. Mungkin karena pamahaman yang demikianlah kita diperintahkan untuk menjadikan hati ini sebagai raja dalam tubuh kita. Artinya kita harus mendengarkan suaranya, melaksanakan petunjuknya serta menjaga kebersihannya, hal itu dilakukan agar kita bisa menjadi orang yang mulia layaknya kemuliaan seorang Raja.

Kalau diibaratkan pada tubuh kita, semua prilaku, sikap dan sifat kita mematuhi perintah dan petunjuk hati, maka kita pasti jadi orang mulia karena mengandung banyak kebaikan dan kebijaksanaan.

Allah berfirman ”Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkannya. Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya” (Asy-Syams 9.10). Rasulullah SAW juga bersabda,”Dalam tubuh terdapat sebuah daging, jika baik daging itu maka baik juga seluruh tubuhnya, sebaliknya jika buruk daging itu maka buruk juga seluruh tubuhnya.”

Dalam kehidupan kita bisa melihat mana lebih kita dahulukan antara hati, akal atau nafsu. Ada sebuah kisah, bagaimana seorang pemulung sedang membawa seorang anaknya yg sedang sakit parah ke sebuah rumah sakit, tapi karena si pemulung tidak bisa membayar uang untuk perawatan, akhirnya pihak rumah sakit menolak untuk merawat sang anak yang sedang sakit parah.

Sambil menggendong sang anak si pemulung pun pergi meninggalkan rumah sakit, tidak jauh berjalan sang anak menghembuskan nafas terakhirnya sang ayah  enggan kembali ke rumah sakit karena yang ada dalam pikirannya untuk makan satu kali saja susah apalagi harus mengurus mayat sang anak, akhirnya sang ayah mengendong sendiri mayat sang anak menempuh jarah 150 Km. Apakah orang miskin dilarang sakit?

Kisah diatas hanyalah sebagian kisah kecil, bagaimana kepekaan hati kita kepada sesama saudara. Di sudut lain kita bisa melihat secara khusus di Nanggroe Aceh, dan di Indonesia secara umum, Serambi Mekkah sekarang hanya tinggal sebuah kebanggan tanpa realitasnya, kejayaan Islam di Spanyol seharusnya bisa kita jadikan panduan apa yang harus kita lakukan kedepan, jangan sampai Islam di Aceh hanya sebuah sejarah. Jangan sampai pada suatu saat kita akan malu mengaku Aceh itu dahulunya dijuluki Serambi Mekkah. Itu semua tergantung dari apakah kita mendahulukan nafsu atau hati.

Allah selalu memberikan kesempatan kepada hamba-Nya untuk memperbaiki diri, dalam sehari ada Shalat lima waktu. Jika kita memperhatikan secara seksama hikmah dari Shalat salah satunya adalah mencegah dari perbuatan keji dan mungkar, tentu hal ini akan tercapai jika kita melaksanakan shalat bukan sekedar ruku’ dan sujud, sebelum shalat saja harus ada niat, artinya dalam segala tindakan kita tidak boleh melupakan hati. Dalam Hadist Rasulullah SAW menyebutkan “banyak perbuatan besar namun dianggap kecil karena salah niat, begitu juga banyak perbuatan kecil namun di anggap besar karena niat hanya untuk Allah SWT.

Dalam berdiri ketika Shalat hati kita berada di atas akal, kemudian ketika ruku’ hati berada sejajar dengan akal, kedudukan hati berada diatas akal ketika sujud, makanya sujud adalah tanda kehambaan yg dianjurkan untuk berlama-lama, karena posisi hati mengalahkan akal.

Kemudian dari kerahmanan Allah juga memberikan kesempatan untuk memperbaiki diri,yaitu Bulan Ramadhan, dimana di bulan yang mulia tersebut kita diajarkan untuk merasakan sebagaimana saudara-saudara kita yang miskin, yaitu menahan rasa lapar. Semoga dengan Bulan Ramadhan kepekeaan kita terhadap saudara-saudara kita bertambah. Amin ya Rabbal Alamin.

Mari kita memperbaiki hati dari diri kita sendiri, jika semua pribadi sadar akan hal ini tentu keluarga, masyarakat, negara kita akan menjadi baldatun thaibatun. Hati ini ibarat cermin yang bening, jika kita malas membersihkanya, maka sedikit demi sedikit debu akan menempel sampai menutup permukaan cermin, sampai-sampai kita enggan bercermin. Coba kita perhatikan Sabda Rasulullah SAW ”Setiap anak adam dilahirkan dalam keadaan suci, maka ayahnya lah yang meyahudikan dan menasranikannya atau memajusikannya.” Artinya jika sang anak diajarkan dan dibimbing ke jalan yang baik tentu sang anak akan terbiasa dengan hal yang baik,sehingga ia akan gemar mengerjakan kebaikan.

Tapi sangat disayangkan jika sang anak tidak di bimbing dengan kebaikan, maka titik-titik noda akan mengotori hatinya sehingga menjadi gelap, Al-Quran mengabarkan hati yg dipenuhi noda sepeti batu. Padahal kalau kita perhatikan sekeras-keras batu jika terus dijatuhi tetesan air batu itu akan berlubang juga, apakah kita mau segumpal daging itu menjadi lebih keras dari batu? Nauzzubilah.

*Mahasiswa asal Gayo di Luar Negeri

Sumber Literary:

http://ihyaulumuddinterjemah.wordpress.com/2011/05/21/ihya-4-1-kitab-uraian-keajaiban-hati/

http://jalanakhirat.wordpress.com/2010/03/06/tafsir-sufi-cahaya-di-atas-cahaya-surah-an-nur/

http://www.eramuslim.com/oase-iman/hati-ibarat-cermin.htm

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.