Ini Makalah Drs. H. Ibnu Hadjar Laut Tawar pada Seminar Jetrada di Takengon

Sekelumit Tradisi Gayo Sebagai Wahana Pendidikan Karakter Siswa

Oleh : Drs. H. Ibnu Hadjar Laut Tawar*

Kata Pengantar

Kami mengucapkan terima kasih kepada Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Aceh yang melaksanakan salah satu kegiatan menumbuhkembang dan kearifan lokal sehingga tidak ditelan zaman atau paling kurang terkubur dipemakaman para maestro budaya

Selanjutnya kami merasa mendapat penghargaan atas kepercayaan Balai Pelestarian sejarah dan Nilai Tradisional Aceh, yang mempercayakan kami menyajikan makalah pada acara diskusi yang diadakan Insya Allah tanggal 26 April 2012, sesuai surat panitian No. TN.290/BPSNT/BA/2012. Tanggal 12 april 2012.

Menyadari bahwa peserta diskusi adalah siswa SLTA/Sederajat, maka makalah ini, mungkin terlalu tinggi atau terlalu rendah sebagai masukan bagi siswa, untuk itu saya minta diperbanyak maaf.

Mudah-mudahan makalah yang sederhana ini akan ada manfaatnya. Terima kasih.

A. Pendahuluan

Berbicara tentang pendidikan, karakter perkembangan manusia kami menganggap suatu upaya yang dimulai sejak perkembangan manusia bagi suku Gayo telah dimulai sejak mencari jodoh, ditempuh melalui :

  1. Orang tua kedua belah fihak menentukan pilihan, anak-anak menyetujui
  2. Anak-anak kedua belah fihak menentukan pilihan, orang tua kedua belah fihak merestui

Bila perkawinan diluar proses tersebut maka perkawinan menyimpang dari resam, atur dan adat sehingga dapat mengganggu kebahagiaan rumah tangga. Bagi kalangan masyarakat Gayo, berumah tangga adalah suatu hal yang sangat sacral dan berlangsung seumur hidup. Perceraian suatu hal yang halal tapi paling dibenci. Disisi lain, melalui perkawinan yang resmi pembinaan karakter anak dan generasi dapat berlangsung secara baik, benar dan berkelanjutan, karena anak dan keturunan merupakan aset serta investasi masa depan.

Selanjutnya, perkawinan masyarakat negeri Gayo bersifat antar klan (belah) hal dimaksud, agar anak menjadi cerdas. Perkawinan satu klen (belah) adalah penyimpangan yang justru dianggap tabu serta melawan adat. Sehingga sipelaku dapat diusir dari klen (belah). Bila terjadi perkawinan satu klen (belah) sudah pasti tidak melalui proses mencari jodoh sebagaimana dijelaskan terdahulu. Inti dari ketentuan adat, resam dan atur adalah langkah supaya pembinaan karakter dan identitas anak keturunan, untuk hidup bermartabat dan mempunyai harga diri. Secara rinci proses pembinaan karakter akan diuraikan dengan sistematika :

1.  Nasehat keluarga

Beberapa hari menjelang berlangsung pernikahan, pihak keluaga masing-masing mengadakan suatu acara yang dalam istilah adat disebut “berguru”. Dalam acara berguru, calon mempelai diberi nasehat oleh keluarga yang dituakan, meliputi bagaimana membina keluarga yang sakinah penuh rasa kasih sayang.

Bila keluarga dalam suatu suasana yang tidak dihiasi dengan kasih sayang, bagaimana membina anak dan keturunan yang berguna untuk dirinya, keluarga, masyarakat bangsa dan agama. Nasehat ini sangat ditekankan pada mempelai laki-laki yang berfungsi sebagai kepala keluarga. Sebagai pimpinan keluarga harus tau tugas, fungsi, peran dan tanggung jawab dalam membina, pengetahuan agama, sosial dan keterampilan. Demikian pula mempelai perempuan. Dunia ini perhiasan, tapi perhiasan yang paling berharga adalah seorang istri “sholehah”  yang tau hak dan kewajiban. Apabila keluarga tenteram, aman damai dan sejahtera, diharapkan masyarakat dan Negara aman sentosa. Pendidik prima dan utama adalah” ibu”

 2. Nasehat perkawinan

Dalam acara pernikahan, telah diatur secara ritual nasehat atau khutbah nikah dalam majelis, kedua fihak (mempelai laki-laki dan perempuan) diberi nasehat oleh ulama atau fihak departemen agama. Inti dari nasehat, untuk menciptakan rumah tangga yang sakinah mawaddah warahmah. Sehingga, dari keluarga ini akan terjelma, pimpinan umat masa depan. Selanjutnya kepada majelis tetap diminta agar selalu memberi petunjuk dan bimbingan terhadap keluarga baru, sehingga mereka tetap berada dalam koridor amar makruf nahi mungkar, sesuai tuntunan agama, hukum adat istiadat dan ketentuan norma sosial.

Baik nasehat keluarga ataupun khutbah pernikahaan, bertujuan sebagai persiapan dan langkah-langkah pembinaan karakter, jati diri dan martabat keluarga dalam arti pembinaan karakter generasi muda.

3. Pembinaan diwaktu Kelahiran

Diazankan pada telinga kanan dan dikamatkan pada telinga kiri, merupakan pembinaan pertama disaaat bayi lahir. Hal ini bertujuan agar selama hidupnya ia tetap mengingat keEsaan Allah. Dengan kalimat ini dimanapun ia berada dan kemanapun pergi, ia tetap sadar sebagai makhluk yang berada dalam kekuasaan Khalik (Allah) sehingga sikap dan prilakunya selalu terpelihara dari maksiat dan hal yang dilarang agama, hukum dan kesopanan.

4. Diwaktu Peresmian Nama

Ada rumor “apa arti sebuah nama” Bagi agama Islam nama itu sangat penting karena nama adalah doa. Demikian pula dikalangan masyarakat negeri Gayo, nama adalah panggilan yang dipakai, tidak hanya dikala hidup tapi justru sampai mati. Nama anak yang ditabalkan saat acara akan abadi dan berpengaruh menjadi panggilan bagi orang tuanya. Oleh karena itu disaat peresmian nama, diberi amanah dan doa, semoga kelak ia menjadi insan yang bermanfaat bagi agama, orang tua dan bangsa. Pada mulut sianak dicicipkan madu agar ia setelah besar berperi manis dan berbudi mulia, serta tidak lupa akan perintah dan larangan agama islam.

Budaya masyarakat Gayo sangat relevan dengan ajaran agama islam dalam hal peresmian, pemberian nama seorang anak. Pada dasarnya acara walimah bertujuan untuk pembinaan karakter anak, karena setiap keluarga menyadari bahwa kelanjutan hidup dan kehidupan harus bermasyarakat. Acara peresmian (walimah) pada dasrnya mohon doa restu, dan minta bantuan partisipasi masyarakat, mendidik, membimbing, serta memberi nasehat untuk kesempurnaan karakter anak. Semestinya masyarakat yang hadir, bukan hanya untuk pesta pora tanpa tanggung jawab moral membina keluarga yang melaksanakan pesta guna acara kesempurnaan masa depan keluarga.

Jadi sangat keliru jika walimah (peserta peresmian nama seorang anak) tidak dihayati dengan benar, baik bagi pemangku hajat, maupun para undangan. Terlebih ditekankan pada keluarga besar, sanak family serta masyarakat sekitarnya.

5. Penyerahan Kepada Atas Nama Guru

Acara adat “berguru” berbeda dengan penyerahan atas nama guru. Apabila anak telah berumur 5 tahun, ia diserahkan kepada tengku untuk belajar moral meliputi doa-doa penting, adab kepada orang tua, kepada masyarakat, cara bergaul sesama teman. Dewasa ini penyerahan kepada atas nama guru mungkin relevan dengan PUDI (Pendidikan Usia Dini) yang dilanjutkan pada pendidikan  taman kanak-kanak. Kegiatan ini sesungguhnya sangat baik dalam pembinaan karakter, dari pada seorang anak diasuh oleh pembantu. Pembantu pada umumnya  tidak membentuk watak dan karakter, tapi justru mengikuti seluruh kemauan anak, akhirnya anak menjadi bodoh dan nakal. Selama anak usia dini, ia sangat membutuhkan kasih sayang, oleh karena itu belai kasih sayang orang tua sangat menentukan sianak menjadi anak berguna atau anak nakal.

Menurut ajaran agama, anak-anak usia dini disamping dibina pendidikan moral dan agama, juga diajarkan pendidikan keterampilan. Dimasa nabi Muhammad SAW diajar berenang, menunggang kuda dan memanah. Dewasa ini tentu disesuaikan dengan perkembangan yang positif, tanpa meninggalkan jati diri sebagai umat yang memeluk agama islam

6. Pembinaan keluarga melalui tutur (panggilan)

Masyarakat dimaksud adalah lingkungan keluarga, tetangga, teman sepermainan. Dewasa ini yang paling penting adalah kesopanan, harmonis dan memanggil lingkungan sesuai dengan strata sosial dalam arti mana yang dipanggil kakek, nenek, bapak, kakak, abang, saudara dan atau panggilan yang lazim disepakati dalam masyarakat.

Dari cara memanggil dan perlakuan seorang anak, kita dapat mengetahui apakah ia berasal dari suatu keluarga terdidik atau keluarga berandalan, tidak berperangai sopan santun, karena nilai setiap orang adalah akhlaknya. Air cucuran atap jatuh kepelimbahan juga.

B. Pengaruh Globalisasi

Dengan kesibukan orang tua sesuai bidang dan profesi, banyak sekali keluarga kekurangan waktu untuk membina anak. Pedagang saling sibuk dengan dagangannya, demikian pula pegawai atau karyawan. Si petani sibuk dengan sawah dan ladang. Karena kurang perhatian orang tua, pelajaran anak-anak tidak terkontrol serta prilaku anak tidak dapat dimonitor orang tua.

Anak sehari suntuk menonton TV atau bermain games sesuai dengan selera dan keinginannya. Akibatnya secara fisik mata si anak jadi rusak, kesehatan terganggu, jiwa menjadi malas, malah justru terjadi degredasi moral, misalnya melawan, berprilaku ugal-ugalan dan hal lain yang negatif. Andaikata kehidupan dirumah tidak mendapat bimbingan orang tua, dalam arti luas maka karakter anak  sulit dapat dibina. Karena siapa yang me-Nasrani-kan dan atau me-Yahudi-kan anak, adalah orang tuanya sendiri.

Menjelang anak-anak remaja dan dimasa ia bergaul dengan dunia luar yang lebih komplit, maka jika kurang filter bukan tidak mungkin mudah terpengaruh. Syukur cenderung pengaruh positif dan peningkatan pengetahuan kecerdasan kehalusan budi pekerti. Tapi bila sebaliknya, maka tiap tahun, kenakalan remaja akan bertambah dan kegagalan orang tua membina anak makin menurun. Lebih-lebih dewasa ini tanggung jawab pembinaananak dan generasi mudatidak menjadi kewajiban bersama (masyarakat) tapi malah sebagai tanggung jawab pribadi masing-masing orang tua dan anak itu sendiri.

C. Penutup

Untuk membina karakter anak, harus dimulai sejak mencari jodoh. Bila dari titik awal sudah mohon perlindungan dari Allah SWT. Selanjutnya tentang pembinaan anak jangan terlalu berharap kepada orang lain meskipun family atau guru, serta ustad.

Tentang pengaruh negatif lingkungan, perlu pada kesempatan pertama diatasi dengan disiplin dan contoh yang baik dari ibu bapak dan keluaga dekat. Berikan kebebasan bagi anak menyumbangkan karir yang positif dan cegah pada kesempatan pertama bila terdapat prilaku yang menyimpang dan negative.

Bagi anak remaja, sadar jangan grup cangok grup cange, grup ni sikaya grup ni sigemade. Sebagai orang tua selalu mendoakan anak menjadi generasi yang baik, bagi anak selalu mengharap restu orang tua, karena restu orang tua adalah keridhoan Allah. Siswa sebagai orang terpelajar dan telah dapat memilih dan memilah serta sadar bahwa nasib seseorang tidak akan berubah kecuali dirubah sendiri oleh yang bersangkutan, maka dari sekarang cobalah berususaha menjadi :

  1. Mutentu artinya menempatkan sesuatu pada tempatnya
  2. Dapat menghargai waktu, maksudnya pergunakan setiap waktu dan kesempatan kepada pekerjaan yang berguna, baik kepada diri maupun kepada orang lain.
  3. Muperange adalah prilaku menarik perhatian, kemanapun pergi dan dimanapun berada tetap disenangi oleh orang
  4. Lisik, rajin yang bersifat positif artinya sanggup memecahkan masalah dan tidak justru membuat masalah
  5. Jemot, hemat dalam segala sikap dan prilaku
  6. Berhikmah – setiap gerak dan ucapan dapat diteladani
  7. Malu – Malu pada Allah SWT, kepada masyarakat dan pada diri sendiri, jika arah sikap dan prilaku bertentangan dengan ketentuan agama serta menjatuhkan martabat dan harga diri

* Tokoh masyarakat Gayo, tinggal di Takengon. Makalah ini disampaikan dalam Seminar Jejak Tradisi Budaya Masyarakat Gayo Tanggal 26 April 2012 Di Hotel Bayu Hill Takengon

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.