Takengen | Info Lintas Gayo : Aksi kekerasan yang menimpa seorang mahasiswa dari Forum Pemuda Mahasiswa Pantai Barat Selatan (FPMP-BAS) dan Forum Bersama Mahasiswa Poros Leuser (FBMP Leuser) Rabu (16/2) lalu yang berujung para pengunjuk rasa tersebut melaporkan tindakan tersebut kepada pihak berwajib di Banda Aceh untuk diproses hukum lebih lanjut juga nampaknya akan berbuntut panjang.
Hari ini, para Mahasiswa Aceh Tengah menyatakan sikap solidaritas dan mengecam tindakan arogansi atau penganiayaan oleh bodyguard anggota DPRA terhadap mahasiswa yang melakukan aksi terkait percepatan Raqan Pemilukada Aceh tersebut. Namun kedatangan para mahasiswa malah disambut dengan hardikan hingga pemukulan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
“Kami mahasiswa meminta kepada pihak kepolisian agar segera mengusut tuntas dan menindak pihak-pihak yang melakukan tindakan kekerasan terhadap rekan-rekan kami yang mencoba menyampaikan aspirasinya. Mereka juga adalah warga Negara Indonesia yang berhak dilindungi oleh Negara. Kenapa diperlakukan seperti itu, malah terjadi di lingkungan kantor lembaga terhormat di Aceh,” kata Aramiko, mahasiswa Universitas Gajah Putih Takengen di sela-sela mengikuti rangkaian acara resepsi hari Jadi Kute Takengen ke-434 di Gedung Olah Seni (GOS) Takengen, Kamis (17/2) malam.
Aramiko juga mengecam terhadap oknum anggota DPRA dari Partai Aceh yang mengeluarkan statemen berbau rasis dengan mengatakan yang tidak bisa bahasa Aceh bukan bagian dari Aceh.
“Atas nama mahasiswa Aceh Tengah kami meminta kepada pimpinan Partai Aceh agar segera memecat oknum anggota DPRA yang semena-mena mengeluarkan kata-kata diskriminatif dan berbau rasis dan sangat mengusik kedamaian Aceh yang hari ini kita jaga bersama,” tegas Aramiko.
Ditambahkan, hal ini telah mengusik kentraman dan keberlangsungan perdamaian Aceh yang hari ini sedang kita nikmati.
“Atas insiden penganiayaan dan penghinaan terhadap salah satu suku yang bukan suku Aceh ini merupakan kesalahan yang sangat fatal yang dilakukan oleh oknum anggota DPRA dari Partai Aceh, dan ini merupakan ketidakcerdasan anggota DPRA yang membuat hal ini terjadi sehingga banyak hal lain juga yang menyangkut kepentingan rakyat belum juga mendapat simpatik dari masyarakat Aceh,” cecar Aramiko.
Menurut mahasiswa yang dikenal vocal ini, kejadian tersebut adalah salah satu gambaran atau tolak ukur kita selaku masyarakat Aceh atas nilai pendidikan serta penguasaan nilai-nilai Islam yang dimiliki anggota DPRA.
“Ini merupakan pembelajaran bagi Anggota DPRA sekarang. Dan jika hal ini tidak di tanggapi serius oleh pimpinan Partai dan Pimpinan DPRA dikhawtirkan akan mengusik kedamaian Aceh yang hari ini kita harapkan berkelajutan selama-lamanya,” kata Aramiko.
Selain meminta pemecatan sebagai anggota DPRA, Aramiko dan kawan-kawan juga meminta oknum anggota DPRA tersebut meminta ma’af kepada masyarakat Aceh yang tidak memakai bahasa Aceh sebagai bahasa ibu.
“Perkataan tersebut jelas-jelas melukai perasaan warga Aceh yang tidak menggunakan bahasa Aceh sebagai bahasa ibu. Jadi tidak ada tawar menawar, anggota dewan yang terhormat tersebut harus minta ma’af dan menarik pernyataannya,” pungkas Aramiko. (d’aKa)
Setuju…PA mesti menilai kembali kelayakan anggotanya untuk dapat menjadi wakil rakyat Aceh.Si mahluk pengeluar kata-kata rasis itu ssebaiknya di pecat saja.karena bisa jadi dia itu provokator dan mungkin bukan orang Aceh..Buat malu aja tu orang,sangat ga pantas jadi anggota dewan..Jangan-jangan ga punya otak dia tu