Firdaus Chalid, Fotografer Romantis Dari Gayo

BANYAK cerita yang tersimpan dalam diri pria ini, pria yang akrab di sapa dengan Mbah Daus ini dikenal sebagi salah satu fotografer senior dari Takengon, Aceh Tengah. Pria dengan nama lengkap Firdaus Chalid kelahiran 20 Oktober 1951 mengaku sudah mulai memotret sejak duduk di bangku SMP dan tidak sedikit hasil jepretannya dijadikan hiasan oleh masyarakat dalam dan bahkan luar daerah Gayo.

“Memotret bukan hanya sebagai hobi, tapi bahkan sebagai kehidupan saya.”, jelas Daus dengan semangat. Daus mengakui, sampai saat ini sudah ribuan foto yang dia hasilkan.

Dia melakukan itu, karena dia menganggap bahwa memotret adalah sebagai jalan dia mendapatkan keindahan dan sebagai alat untuk mendapatkan rezeki dalam menghidupi keluarganya.

Pria yang juga penggemar berat penyanyi Ebiet G Ade ini mengaku dahulunya dia mulai menyukai kamera ketika diperkenalkan dengan dunia fotograf oleh pedagang asal China yang membuka toko cetak foto didepan rumahnya di Desa Kelaping, Tekengon.

Saat Lintas Gayo berkunjung kerumahnya, dia dengan semangat menunjukkan beberapa kameranya yang dia pakai sejak tahun 60-an. “Saya punya 3 kamera, ini kamera berasal dari berbagai massa, zaman DI/TI, PKI, orde lama, orde baru, dan reformasi,”, jelas daus sambil tertawa.

Pria dua anak ini yaitu anak pertama Elly dan kedua Mardatilah serta istri dengan nama Jamilah ini mengaku memotret tidak hanya sebagai mengambil gambar saja. Tapi selain itu, dia melakukan jalinan silaturrahmi dengan orang lain dengan berbagi dan bercerita keindahan dari hasil jepretannya, sehingga orang yang ikut melihat karyanya bisa menjadi kerabat dekat.

Dari dulu, untuk bepergian daus menggunakan Vespa Sprint 1974 warna putih miliknya untuk mencari objek jepretan. Tidak tanggung-tanggung, perjalan daus dengan vespa tuanya itu sampai ke Kab.Gayo Lues bahkan dilanjutkan sampai ke Kab.Aceh Tenggara.

Dia dikenal suka mendaki ini juga mengaku sering memotret kota takengon dari atas bukit pada sore hari, sebelum Adzan Magrib berkumandang, dia memotret Kota Takengon secara keseluruhan. Tapi karna saat itu Daus hanya punya tustel biasa, jadi dia harus mengambil beberapa foto dan digabungkan menjadi satu.

“Itu teknik yang rumit, tapi dulu. Sekarang kebanyakan bukan orang yang memerintahkan kamera, tapi kameranya yang memerintahkan si pemoto. Sekarang orang sudah terlalu dimanjakan oleh teknologi digital.”kata daus dengan mimik kecewa.

Selain hobi memotret, Daus juga dikenal sering menambal jalan yang berlobang di kawasan Takengon, dia menambal jalan tersebut sendiri tanpa bantuan orang lain, dan bahan penambal jalan tersebut beruba batu dan aspal bekas sengaja dia simpan dalam box vespa tuanya.

“Saya memang sengaja menyimpan aspal bekas didalam  box  vespa saya, jadi jika nanti tiba-tiba saya melihat jalan yang berlobang, saya bisa langsung menambalnya. Walau tidak sedikit orang yang menganggap saya aneh, saya tidak perduli. Toh itu semua untuk kebaikan kita bersama juga.”, terang Daus sambil tersenyum.

Dia berharap, para fotografer muda saat ini rajin memotret para orang tua yang berjasa. Karena percayalah, suatu saat orang akan mencarinya, dan kita menjadi orang yang beruntung karna bisa membantu mereka.”,Nasehat Daus, dan terlihat air matanya sedikit mengalir dikulitnya yang sudah keriput.

Seperti itulah sosok Firdaus Chalid yang penuh dengan keindahan dan sosial didalam dirinya, dan masih banyak lagi kisah besar didalam dirinya. Memang benar, di Gayo banyak tersimpan sejuta kisah yang menakjubkaan, dan Gayo punya pahlawan dan seniman-seniman besar yang berjasa, hanya saja kita saat ini tidak menyadarinya dan atau mungkin tidak mau menyadarinya.(Supri Ariu)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.