Kegunaan Ilmu


Oleh. Drs. Jamhuri, MA[*]

PERTANYAAN sederhana dan ringan sering dilontarkan kepada semua orang yang sedang dalam proses mencari ilmu sejak dari Sekolah Dasar sampai pada Perguruan Tinggi. Pertanyaan tersebut kurang lebih Untuk apa sekolah/kuliah ? Mencari ilmu.

Lalu, kalau sudah banyak ilmu untuk apa ?
Untuk mencari kerja (jadi PNS, guru, dosen, dokter, perawat, pegawai Bank, kerja di persahaan, dan lain-lain .
Lalu, kalau sudah dapat pekerjaan bagaimana ?
Dapat  uang (Bisa buat rumah, beli kendaraan, makan enak, jalan kemana suja).
Selanjutnya ilmu yang sudah dicari selama ini diapain ?:

Sampai disini biasanya jawaban akan terhenti, kerena bagi sebagian orang pertanyaan “Selanjutnya ilmu yang sudah dicari selama ini diapain ?” adalah pertanyaan yang sia-sia dan tidak memerlukan jawaban. Karena sebenarnya menurut mereka sekolah dan kuliah serta membaca buku adalah untuk mencari ilmu yang digunakan untuk mencari pekerjaan dan memenuhi kebutuhan hidup, kemudian setelah kebutuhan hidup terpenuhi maka ilmu tidak diperlukan lagi dan kalaupun ada idak tau mau gunakan untuk apa.

Sementara bagi sebagian yang lain pertanyaan “Selanjutnya ilmu yang sudah dicari selama ini diapain ?” sangat penting, karena kegunaan ilmu tidaklah hanya untuk mencari kerja dan memenuhi kebutuhan dan setelah keduanya terpenuhi ilmu tidak diperlukan lagi.

Nabi pernah mengatakan“Carilah ilmu sejak masih dalam kandungan sampai berpisahnya ruh dari badan” dan ungkapan Nabi juga “Ilmu bila tidak aplikasikan dalam kehidupan, sama halnya dengan sebatang pohon yang tidak berbuah (produktif)

Bila kita pahami makna hadis tersebut, maka jelas bahwa tidak ada batasan dan jenjang pendidikan dalam agama, karena sejak manusia itu dilahirkan sampai Tuhan memanggilnya kembali proses pembelajaran terus berlangsung. Hadis kedua mengisyaratkan, bahwa tidak ada batasan bagi seseorang kapan masa mencari ilmu dan kapan pula mengamalkan ilmu, tetapi yang ada lebih kepada semua ilmu yang didapat harus  diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari baik secara individu atau juga secara bersama.

Pemahaman mendapatkan ilmu hanya sebatas untuk mencari kerja dan memenuhi kebutuhan hidup, dapat kita lihat dalam kehidupan masyarakat sekitar kita. Dimana seseorang yang ketika sekolah dan kuliah-nya bercita-cita menjadi guru dan setelah menjadi guru ia memenuhi kebutuhannya secara materi, dan setelah itu mereka tidak mau lagi berupaya untuk mencari tambahan ilmu. Mereka selalu mengajar, memberi ilmu kepada murid atau mahasiswanya dengan metode yang tidak dikenal lagi pada masa modern ini, dan materi yang diajarkannya juga tidak lagi sesuai dengan tuntutan zaman sekarang ini.

Seorang yang sekolah atau kuliah yang bercita-cita menjadi karyawan atau pegawai di salah satu instansi Pemerintah atau Swasta, setelah bekerja mereka beranggapan bahwa apa yang dicita-citakannya telah tercapai, mereka tidak pernah menghubungkan ilmu yang ia dapat dengan apa yang ia kerjakan, sehingga muncul anggapan dari kebanyakan orang “tidak ada hubungan antara ilmu yang dipelajari di Perguruan Tinggi dengan apa yang dikerjakan di kantor”. Belajar Budi Pekerti atau akhlak di sekolah tapi akhirnya mengetik surat di kantor, belajar Biologi, Kimia, Fisika dan Matematika dilembaga pendidikan akhirnya di kantor duduk di bagian keuangan. Sehingga semua orang beranggapan untuk apa pendidikan yang tinggi kalau mengetik surat saja tidak bisa, membuat daftar amprahan tidak bisa diharapkan.

Lalu, kambali lagi kepertanyaan awal. Untuk apa ilmu itu ?

Satu pertanyaan pernah kami ajukan kepada satu unit mahasiswa  dengan menulis satu gambar persegi empat di papan tulis, selanjutnya seluruh mahasiswa diberi kesempatan untuk berpikir selama satu menit untuk mencari jawaban tentang gambar apa yang digariskan tersebut. Secara keseluruhan mereka menjawab bahwa gambar tersebut adalah : Gambar persegi empat, gambar segi empat sama sudut dan ada yang menjawab dengan gambar kubus.

Lalu pertanyaan kami lanjutkan, kenapa kalian semua menjawab hanya persegi empat, segi empat dan juga gambar kubus. Tanpa dijawab kami langsung menjelaskan bahwa para mahasiswa semua masih dipengaruhi oleh mata pelajaran Matematikan yang diajarkan sejak jenjang sekolah dasar dan pengaruh itu tetap kendati pe;ajaran tersebut tidak diajarkan lagi.

Kalau kita meliahatnya dari fungsi ilmu sebagai alat untuk memahami sesuatu, seharusnya mereka menjawab bahwa gambar yang tertulis di papan tulis adalah disesuaikan dengan pengetahuan dan pengalaman yang ia dapat, yang bukan hanya ilmu Matematika. Bagi mereka yang kuliah Fakultas Pendidikan, mereka menjawabnya dengan papan tulis, meja guru, tas atau lain sebagainya yang berkaitan dengan pendidikan. Mahasiswa Fakultas Hukum menjawabnya dengan buku undang-undang, meja hakim atau meja terdakwah. Tetapi hal ini biasa tidak terjadi, mereka tidak menggunakan ilmu yang ia miliki untuk menganalisa sasuatu yang ada dalam masyarakat, ilmu mereka sangat abstrak seolah tidak ada hubungannya dengan fenomena yang ada dalam masyarakat.

Sama dengan mereka yang tamat dari Sekolah Pertanian dan ketika menjadi petani melupakan ilmu yang pernah ia dapat, seorang sarjana ketika menjadi bapak/ibu rumah tangga seolah tidak pernah menjadi mahasiswa/i, sehingga dalam mendidik anak-anaknya tidak pernah lebih baik dari bapak/ibu yang tidak pernah bersekulah.

Jadi dari urai tersebut jelas bahwa ilmu berfungsi untuk menganalisa, menjelaskan dan menjawab pertanyaan sesuai dengan ilmu yang dimiliki. Atau dalam bahasa penelitian bahwa ilmu digunakan sebagai pisau analisis terhadap data yang didapat dari lapangan dan penggunaannya juga disesuaikan dengan kebutuhan data yang didapat. Semakin banyak pisau yang disediakan maka semakin banyak pula data yang dapat diolah.



[*] Dosen pada Fakultas Syari’ah IAIN Ar-Raniry Banda Aceh

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.